Selasa, 16/04/2024 19:42 WIB

Penetapan Tersangka Miryam oleh KPK Dinilai Tak Sesuai Hukum Acara

Mita menagaskan, perlakuan penyidik KPK terhadap kliennya tak sesuai Pasal 174 KUHAP.

Miryam S Hayani (baju garis hitam putih)

Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai telah melompati wewenang majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta atas penyematan Miryam S Haryani sebagai tersangka kasus pemberian keterangan tidak benar dalam persidangan korupsi e-KTP. Penetapan tersangka Miryam dinilai keliru.

Demikian disampaikan kuasa hukum Miryam, Mita Mulia. Menurut Mita, hal itu yang membuat pihaknya melayangkan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta atas penetapan tersangka Ketua Srikandi Hanura itu oleh KPK. Melalui gugatan itu, tim kuasa hukum meminta hakim praperadilan membatalkan penetapan tersangka pemberi keterangan tidak benar yang disematkan KPK terhadap Miryam.

"Karena pasal yang dikenakan adalah pasal 22 UU Tipikor itu memang pasal substanstif. Tapi terkait dengan hukum acara kan kita tetap kembali ke KUHAP, yaitu pasal 174 KUHAP di mana wewenang untuk menentukan Miryam bisa didakwa atau tidak itu di majelis hakim," tegas Mita Mulia di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017).

Mita menagaskan, perlakuan penyidik KPK terhadap kliennya tak sesuai Pasal 174 KUHAP. Sebab, pasal tersebut disebutkan bahwa kewenangan itu berada ditangan majelis hakim, bukan pada KPK.

"Sesuai Pasal 174 KUHAP, wewenang kan ada di Majelis. Kok ketika Majelis menolak, KPK malah menetapkan Ibu jadi Tersangka. Pendapat kami, berarti kan ada yang tak sesuai hukum acara. Inilah salah satu dasar praperadilan kami," ungkap Mita.

Pun demikian, lanjut Mita, pihaknya tetapi menghargai proses hukum yang dilakukan KPK terhadap kliennya. Tim kuasa hukum, kata Mita, juga meminta KPK menghormati langkah pihaknya yang mengajukan gugatan praperadilan.

Dimana sidang perdana praperadilan atas penetapan tersangka Miryam digelar pada hari ini. Namun, biro hukum KPK tak datang lantaran mengklaim belum menerima surat pemberitahuan sidang dari PN Jaksel. Alhasil, sidang praperadilan ditunda dan akan kembali digelar pada pekan depan.

"Selanjutnya kami kembalikan pada proses hukum yang akan memutuskan," kata Mita.

Seperti diketahui, Miryam selaku saksi awalnya mencabut keterangan dalam sidang korupsi e-KTP dengan terdakwa dua mantan pejabat Kemendagri, Irman dan Sugiharto. Pencabutan keterangan dilakukan karena Miryam mendapat tekanan saat memberikan kesaksian di tingkat penyidikan.

Hal tak jauh berbeda juga disampaikan kuasa hukum Miryam lain, Aga Khan Abduh. Menurut Aga, upaya praperadilan dilakukan pihaknya lantaran banyak kekeliruan KPK dalam memakai wewenangnya. Pun termasuk soal penyematan status buron kepada Miryam beberapa waktu lalu.

"Status buron atau daftar DPO itu kan menyalahi aturan. Menurut peraturan Kapolri (Nomor 14 tahun) 2012 kan harus melalui 3 panggilan tanpa ada kejelasan jawaban. Nah, kedua ini belum terpenuhi," ucap Aga.

Sedangkan, lanjut Aga, kliennya selama disidik KPK baru dua kali dipanggil. Kendati tak memenuhi panggilan, kata Aga, kliennya selalu memberikan penjelasan kepada penyidik KPK yang menangani.

"Panggilan baru dua kali. Itu pun yang pertama dipanggil ketika Paskah, di mana Ibu ada ibadah Paskah, dan alasan tidak hadir ini selalu kami komunikasikan secara formal ke KPK," ujar Aga.

KEYWORD :

E-KTP Miryam Haryani KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :