Jum'at, 26/04/2024 14:51 WIB

Suap Pajak

EK Prima Janjikan Fee 10 Persen Pejabat Pajak

Krisna tak merinci apakah kliennya yang membantu PT E.K Prima sehingga terhindar dari sanksi pidana lantaran menunggak pajak

Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno. (Toba Satu)

Jakarta - Direktur Wilayah PT E.K Prima Ekspor Indonesia, Rajesh Hamonangan Nair menjanjikan "fee" 10 persen kepada Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan, Handang Soekarno. Fee tersebut disinyalir terkait upaya pemutihan kewajiban pajak PT E.K Prima senilai Rp 78 miliar.

"Pak Handang kan yang dijanjikan 10 persen, kompensasi itu," ucap kuasa hukum Handang, Krisna Murti, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (28/11).

Sayangnya, Krisna tak merinci apakah kliennya yang membantu PT E.K Prima sehingga terhindar dari sanksi pidana lantaran menunggak pajak. Yang jelas, penetapan itu yang kemudian dijadikan dasar oleh salah satu Direksi Lulu Group itu untuk memberikan `fee` 10 persen ke Handang.

"Kata Mohan," artinya saya sudah tidak dapat dibuktikan pidana saya, sudah keluar penetapan dari pajak, bahwa permasalahan ini sudah beres. Apa yang saya janjikan ke Pak Handang, saya akan berikan`," ujar Krisna.

Rajesh diketahui sempat datang ke kantor Handang. Handang saat itu diberitahu oleh Rajesh bahwa permasalahan tunggakan pajak PT E.K Prima sudah selesai.

"Ketika itu sudah beres, Mohan datang ke kantor, Pak Handang bilang. Pak Handang ini sudah beres ya," tutur dia.

Terkait persoalan pajak PT EKP, kata Krisna, memang sebelumnya Rajesh yang menemui kliennya. Itu dilakukan lantaran perusahaan yang terafiliasi dengan Lulu Grup itu mengalami penolakan dari pimpinan Handang ketika akan mengajukan pengampunan pajak (tax amnesty).

"Rajesh apa Mohan gitu yang menawarkan. artinya dia (PT EKP) mau ikut tax amnesty, tapi itu tidak diperbolehkan pimpinannya. Ada apa tidak diperbolehkan pimpinanya? Kalau menurut Pak Handang, melihat daripada peraturan yang ada, harusnya dia boleh ikuti tax amnesty, tapi kenapa pimpinannya itu bilang tidak boleh? Itulah yang bertentangan dengan SOP-nya," ujar Krisna.

Menurut pengakuan Handang, klaim Krisna, yang tidak boleh mengajukan tax amnesty ialah perusahaan yang sudah masuk proses penyelidikan oleh Subdit Bukti Permulaan Pajak.

Sebagai Kasubdit, Handang yang nantinya akan menentukan apakah masalah pajak tersebut masuk dalam kewenangan perdata atau kewenangan pidana.

Menurut Handang, kata Krisna, tidak ada alasan penolakan untuk mengajukan tax amnesty. Sebab, klaim Krisna, Handang menemukan belum pernah dilakukan penyelidikan terhadap perusahaan yang berinduk pada Lulu Group di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab itu. Atas dasar itu, diakui Krisna, kliennya membantu untuk mempercepat persoalan pajak perusahaan tersebut.

"Setelah di telaah dan dilihat, tapi ini oleh Mohan belum sama sekali dilakukan penyelidikan oleh Pak Handang. Belum pernah dilakukan bukti permulaan tapi kenapa ditolak mau tax amnesty? Kecuali sudah dilakukan bukti permulaan. Kalau sudah dilakukan bukti permulaan maka tidak boleh dilakukan tax amnesty. Ini belum dilakukan bukti permulaan tapi sudah tidak boleh oleh pimpinannya," kata Krisna.

"Akhirnya pak Handang kapasitasnya sbagai bawahan, prajuritlah untuk bantu masalah ini, dia bantu," ditambahkan Krisna.

Terkait upaya itu sendiri, Krisna mengakui, kliennya melakukan sejumlah pertemuan dengan pengusaha Rajesh. Salah satunya pertemuan di kediaman Rajesh.

"Pertama kali mau dikasih di Surabaya tapi pak Handang tidak bisa membatalkan tiket yang sudah dibelikan pak Mohan. Pertemuan di Cengkerang juga tidak bisa, sampai diminta datang ke rumah pak Mohan, maka dia datang," jelas Krisna.

Meski dijanjikan, klaim Krisna, kliennya tak pernah mematok harga atas "jasanya" membantu pengurusan pajak. "Berapa pun jumlahnya pak Handang tidak pernah sebut. bahwa pak Handang bilang, hari ini ya lu mesti kasi gw Rp 2 miliar, tiga 3 miliar, tidak pernah ada. isi dari bungkusan itu juga tidak tahu jumlahnya. Tidak ada pak handang meyebutkan di sini harus dikasi sekian minta sekian, enggak ada. Mohan ada sebutin pak ada ucapan terimakasih. gitu loh, ada ucapan terimakasih saya kepada pak Handang apa yang sudah saya janjikan kepada pak Handang tolong datang ke rumah saya, tapi pak Handang tidak pernah sebutkan," pungkas Krisna.

Wakil Ketua KPK, Laode Muhammad Syarif sebelumnya mengatakan, pihaknya menduga adanya komitmen `fee` antara Handang dengan Rajesh. Hal itu tengah didalami penyidik KPK.

"Ya informasi yang kasus kayak gini kan 10 persen (dari jumlah wajib pajak). Tapi kita belum tahu apakah itu untuk semua kasus yang diperiksa," ucap Laode.

KPK sebelumnya sudah menjerat Rajesh dan Handang sebagai tersangka. Mereka diduga melakukan praktik suap untuk menghapus tanggungan pajak PT E.K Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.

Atas perbuatannya, Handang sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 ‎huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11‎ Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Sedang, Rajesh selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Penetapan tersangka ini merupakan hasil operasi tangkap tangak (OTT) yang dilakukan KPK‎ pada Senin 21 November
2016 malam di Springhill Kemayoran, Jakarta Pusat. Selain keduanya, ada pihak lain yang turut diamankan KPK dalam OTT itu, termasuk barang bukti berupa uang US$ 148.500.

KEYWORD :

KPK OTT Pegawai Pajak PT EK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :