Sabtu, 20/04/2024 03:28 WIB

Masih Pandemi, Pemerintah Tidak Memberangkatkan Jamaah Haji Tahun Ini

Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak akan mengangkat kembali jemaah haji Indonesia.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (Istimewa)

Jakarta, Jurnas.com - Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan bahwa pemerintah tidak memberangkatkan jemaah haji Indonesia 1442 H/2021 M. Hal ini ditegaskannya dalam telekonferensi dengan media di Jakarta, Kamis (3/6/2021).

Menurutnya, di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang malanda dunia, kesehatan, dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan.

“Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak akan mengangkat kembali jemaah haji Indonesia,” tegas Gus Yakut, sapaan akrabnya.

Hadir dalam dalam telekonfrensi  adalah Ketua Komisi VIII DPR Yandri Susanto, serta perwakilan dari Kemenkes, Kemenlu, Kemenhub, BPKH, Asosiasi Penyelenggara Haji dan Umrah, Forum Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah, serta perwakilan dari MUI dan Ormas Islam lainnya.

“Saya hari ini telah menerbitkan Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 660 tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1442 H/2021 M,” sambung Gus Yaqut.

Menag Yaqut menegaskan, keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Kemenag sudah melakukan pembahasan dengan Komisi VIII DPR pada 2 Juni 2021. Komisi VIII DPR dalam simpulan raker tersebut juga menghargai keputusan yang akan diambil Pemerintah.

"Komisi VIII DPR dan Kemenag, bersama stakeholders lainnya akan bersinergi untuk melakukan sosialisasi dan komunikasi publik yang baik dan masif mengenai kebijakan Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442 H/2021 M," tuturnya

Kemenag, jelas Gus Yaqut, juga telah melakukan penilaian bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, dan lembaga lainnya.

"Semalam, kami juga sudah menggelar pertemuan virtual dengan MUI dan ormas-ormas Islam untuk kebijakan ini. Alhamdulillah, semua memahami bahwa dalam kondisi pandemi, keselamatan jiwa jemaah harus disediakan. Ormas Islam juga akan ikut serta mensosialisasikan kebijakan ini untuk kepentingan jemaah," tuturnya

"Atas Komisi VIII, K/L, dan juga ormas Islam, saya menyampaikan apresiasi yang tinggi terkait-tingginya," lanjut Gus Yakut.

Pemerintah menilai bahwa pandemi Covid-19 yang melanda hampir seluruh negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, dapat mengancam keselamatan jemaah. Apalagi, jumlah kasus baru Covid-19 di Indonesia dan sebagian negara lain dalam sepekan terakhir masih menunjukkan penurunan yang signifikan.

Kasus harian di Indonesia dari tanggal 26 hingga 31 Mei misalnya, rata-rata masih di atas 5.000. Ada sedikit penurunan pada 1 Juni 2021, tapi masih di angka 4,824. Sementara kasus harian di 11 negara pengirim jemaah terbesar per 1 Juni juga relatif masih tinggi dengan data sebagai berikut:

Saudi (1.251), Indonesia (4.824), India (132.788), Pakistan (1.843), Bangladesh (1.765), Nigeria (16) , Iran (10.687), Turki (7.112), Mesir (956), Irak (4.170), dan Aljazair (305).

Untuk negara tetangga Indonesia, kasus hariannya tertinggi per 1 Juni 2021 adalah Malaysia (7.105), disusul Filipina (5.166), dan Thailand (2.230). Singapura, meski kasus harian pada awal Juni adalah 18, namun sudah memutuskan tidak memberangkatkan jemaah haji, sementara Malaysia memberlakukan lockdown.

Menurut Menag, agama mengajarkan, bahwa menjaga jiwa adalah kewajiban yang harus diterapkan. Undang-Undang No 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah juga memberikan amanah kepada pemerintah untuk melaksanakan tugas perlindungan. Karenanya, faktor kesehatan, keselamatan, dan keamanan menjadi faktor utama.

“Ini semua menjadi dasar pertimbangan dalam menetapkan kebijakan. Apalagi, tahun ini juga ada penyebaran varian baru Covid-19 yang berkembang di sejumlah negara,” jelasnya

“Penyelenggaraan haji merupakan kegiatan yang melibatkan banyak orang yang menyebabkan terjadinya dan peningkatan kasus baru Covid-19,” sambungnya.

Di sisi lain, pemerintah Arab Saudi, kata Menag, sampai hari ini yang bertepatan dengan 22 Syawwal 1442 H, juga belum mengundang Pemerintah Indonesia untuk membahas dan Nota Kesepahaman tentang Persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M.

"Ini bahkan tidak hanya Indonesia, tapi semua. Jadi sampai saat ini belum ada negara yang mendapat kuota, karena Nota Kesepahaman memang belum dilakukan," tegas Menag.

Kondisi ini berdampak pada persiapan penyelenggaraan ibadah haji. Sebab, berbagai persiapan yang sudah dilakukan, belum dapat difinalisasi. Untuk layanan dalam negeri, misalnya kontrak penerbangan, pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih), penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan dokumen perjalanan, penyiapan petugas, dan pelaksanaan bimbingan manasik, semuanya baru bisa diselesaikan jika besaran kuota haji diterima dari Saudi.

Demikian pula penyiapan layanan di Saudi, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, belum bisa difinalisasi karena belum ada kepastian besaran kuota, termasuk juga skema penerapan protokol kesehatan haji, dan lainnya.

"Itu semua biasanya diatur dan disepakati dalam MoU antara negara pengirim jemaah dengan Saudi. Nah, MoU tentang persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442H/2021M itu hingga hari ini belum juga dilakukan," tuturnya.

"Padahal, dengan kuota 5% dari kuota normal saja, waktu penyiapan yang dibutuhkan tidak kurang dari 45 hari," lanjutnya.

Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah dampak dari penerapan protokol kesehatan yang diberlakukan secara ketat oleh Saudi karena situasi pandemi. Pembatasan itu bahkan termasuk dalam pelaksanaan ibadah.

Berkaca pada penyelenggaraan umrah awal tahun ini, antara lain larangan salat di Hijir Ismail dan berdoa di sekitar Multazam. Shaf saat mendirikan salat juga diatur. Ada juga tersedia untuk salat jemaah, baik di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

"Pembatasan masa tinggal juga akan berdampak, utamanya pada penyelenggaraan Arbain. Karena masa tinggal di Madinah hanya tiga hari, maka dipastikan jemaah tidak bisa menjalani ibadah Arbain," terangnya.

Menag menambahkan, seluruh keberangkatan jemaah ini berlaku untuk warga negara Indonesia (WNI) baik dengan kuota haji Indonesia maupun kuota haji lainnya. Jemaah haji, reguler dan haji khusus, yang telah menanggung Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1441 H/2020 M, akan menjadi jemaah haji pada penyelenggaraan ibadah haji 1443 H/2022 M.

“Setoran pelunasan Bipih dapat diminta kembali oleh jemaah haji yang bersangkutan. Jadi uang jemaah aman. Dan haji aman. Indonesia juga tidak memiliki utang atau tagihan yang belum dibayar terkait haji. Info tagihan yang belum dibayar itu hoax," tulisnya.

Menag menyampaikan simpati kepada seluruh jemaah haji yang menggelar pandemi Covid-19 tahun ini. Untuk memudahkan akses informasi masyarakat, selain Siskohat, Kemenag juga telah menyiapkan posko komunikasi di Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Kemenag juga tengah menyiapkan WA Center yang akan dirilis dalam waktu dekat.

“Keputusan ini pahit. Tapi inilah yang terbaik. Semoga ujian Covid-19 segera usai,” pungkas Menag.

KEYWORD :

Kementerian Agama Gus Yaqut Jemaah Haji




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :