Sabtu, 20/04/2024 06:15 WIB

DPR: Reformasi Pajak Jangan Sampai Menciderai Keadilan

Kementerian Keuangan akan melakukan reformasi perpajakan untuk mengejar pemenuhan target pajak tahun 2022. 

Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati. (Foto: Tasya/Man)

Jakarta, Jurnas.com - Kementerian Keuangan akan melakukan reformasi perpajakan untuk mengejar pemenuhan target pajak tahun 2022. 

Dalam berbagai kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kelanjutan reformasi perpajakan diarahkan untuk perluasan basis pajak dan mencari sumber baru penerimaan negara. Di antaranya dengan melakukan penyempurnaan pemungutan PPN dan mengurangi regresivitasnya.

Selanjutnya, melakukan penguatan kebijakan pengenaan pajak penghasilan khususnya bagi orang pribadi, serta potensi pengenalan jenis pungutan baru khususnya terkait pemajakan eksternalitas terhadap lingkungan. 

Bagi anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati, kata kunci untuk reformasi perpajakan yakni harus harus menjunjung prinsip keadilan.

“Sudah seharusnya pajak bisa menjadi alat redistribusi kekayaan yang paling efektif. Namun kenyataannya, beberapa tahun terakhir kita lihat sebaliknya,” kata Anis melalui keterangan tertulisnya kepada awak media, Senin (24/5). 

Ia mengingatkan saat menggaungkan tax amnesty di tahun 2016, mimpi yang ditawarkan Pemerintah diantaranya akan memperbaiki basis data perpajakan. Saat itu, tax amnesty jelas mengampuni para ‘pengemplang pajak’ dengan membayar tarif pajak yang sangat rendah. 

Kemudian dilanjutkan dengan adanya penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang. 

“Tetapi realita yang tidak bisa diingkari, sampai tahun 2020 tax ratio menurun terus. Berarti ada yang harus dipertanyakan dengan tax amnesty. Ada apa sebenarnya,” tanya politisi Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) itu.

Kemudian secara berturut-turut, pemerintah melakukan penurunan PPh badan dan berbagai insentif termasuk PPnBM 0 persen mulai dari properti sampai dengan kendaraan.  “Dari sini tentu kita sudah bisa berpikir, jika satu sisi sumber penerimaan berkurang, pasti akan dicari sumber penerimaan lain,” ungkapnya. 

Dalam penilaian Anis, menaikkan PPN saat ini di tengah kondisi pemulihan dampak pandemi Covid-19, jelas bukan saat yang tepat. Kebijakan menaikkan PPN akan menjadi beban baru bagi rakyat, dan juga usaha retail. Menaikkan PPN akan secara langsung menghantam daya beli masyarakat, dan pada gilirannya akan menurunkan tingkat konsumsi. 

“Ini berarti akan menurunkan penerimaan negara,” tegas Anis.

Legislator dapil DKI Jakarta I itu menegaskan bahwa kebijakan menaikkan PPN, apalagi di tengah stimulus perpajakan yang seolah diobral bahkan sampai muncul wacana tax amnesty jilid II, patut dipertanyakan. 

“Dimana keberpihakan pemerintah, jangan sampai masyarakat yang sedang susah karena dampak pandemi ini, ditambah lagi bebannya,” kritik Anis.

Namun demikian, Wakil Ketua Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI ini menyatakan bahwa target perpajakan memang masih terlalu tinggi. 

“Pesan saya kepada pemerintah, langkah reformasi perpajakan, tidak boleh mencederai rasa keadilan,” imbuh Anis.

Anis juga memberikan catatan khusus terkait tax amnesty. Ia mengatakan, banyak orang salah kaprah dengan wacana kebijakan ini. “Seolah bangga mengikuti tax amnesty, lalu merasa menjadi pahlawan dalam menambah penerimaan negara. Padahal TA ini bisa dikatakan, orang mengemplang pajak, lalu diampuni dan diberi tarif ringan,” pungkas Anis.

Sebagaimana amanat konstitusi, tax amnesty memiliki definisi pengampunan pajak, atau sebuah kesempatan berbatas waktu bagi kelompok wajib pajak tertentu untuk membayar pajak dengan jumlah tertentu sebagai pengampunan atas kewajiban membayar pajak yang berkaitan dengan masa pajak sebelumnya, tanpa takut penuntutan pidana. “Jadi ini perbuatan yang salah, kemudian diampuni,” tutup Anis.

KEYWORD :

Warta DPR Komisi XI DPR Anis Byarwati Kemenkeu Pajak Tax Amnesty Jilid II




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :