Sabtu, 27/04/2024 11:00 WIB

Datangi KPK, Mahfud Dapat Banyak Dokumen Soal BLBI

Mahfud mengatakan, kedatangannya bersama Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Dana BLBI diterima oleh Ketua KPK Firli Bahuri beserta jajarannya.

Menko Polhukam, Mahfud MD bersama Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih

Jakarta, Jurnas.com - Menteri Koordinator (Menko) bidang Politik, Hukum, dan Kemanan (Polhukam) Mahfud MD menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangan Mahfud ke Markas Antirasuah untuk mengambil dokumen kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia atau BLBI.

"Kami dapat dokumen dari KPK tadi tentang ini (dokumen BLBI)," kata Mahfud MD di Gedung KPK, Kamis (29/4).

Mahfud mengatakan, kedatangannya bersama Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Dana BLBI diterima oleh Ketua KPK Firli Bahuri beserta jajarannya. Dimana, untuk memastikan status hukum kasus BLBI.

"Saya bersama Pimpinan Satgas BLBI  diterima lengkap oleh pimpinan KPK, Firli Bahuri bersama seluruh komisionernya. Saya juga bersama semua pimpinan yg lain itu untuk memastikan kedudukan atau posisi kasus BLBI,"

Saat ditanyai dokumen apa saja yang diberikan oleh KPK, Mahfud menyebut ada sangat banyak jumlah dokumen yang diberikan. Nantinya dokumen tersebut bakal digunakan pemerintah untuk menagih utang di kasus BLBI.

"Banyak sekali (dokumennya)," jelasnya.


Selain itu, Mahfud mengungkapkan bahwa Pemerintah juga telah mendata aset jaminan dalam kasus BLBI itu. Pemerintah siap mengeksekusi aset jaminan tersebut untuk menagih utang di kasus BLBI tersebut.

"Barang jaminannya sudah ada sekarang karena sudah selesai, kita klasifikasi mana yang bisa dieksekusi sekarang, mana yang bisa ditagih dalam bentuk tunai dan sebagainya," kata Mahfud

Mahfud menjelaskan bahwa perkara BLBI semula adalah utang keperdataan yang diselesaikan melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 8 Tahun 2002.

"Pada waktu itu dikeluarkan secara sah dan MA kemudian memutuskan bahwa Inpres itu sudah sah dan DPR juga sudah pernah keluarkan keputusan bahwa DPR menganggap itu sudah selesai dan menghormati keputusan pemerintah jalan keluar pada 2002," kata Mahfud.

Kemudian, lanjut dia, pembayaran utang terkait Inpres tersebut terakhir pada 2004 dalam bentuk keluarnya beberapa Surat Keterangan Lunas (SKL) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).

"Nah ada 48 obligor, dari sekian banyak obligor oleh KPK ditemukan satu kasus yang dipidanakan, yaitu kasus SKL BDNI (Bank Dagang Nasional Indonesia). Sjamsul Nursalim itu punya dua, dia sebagai obligor dan juga debitur melalui Bank Dewa Rutji dia tidak masalah tinggal bayar kami tagih," ungkapnya.

"Yang BDNI itu jadi masalah, ternyata oleh MA yang kasus Syafruddin Temenggung dan Sjamsul Nursalim itu dinyatakan onslag (melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum). Onslag itu betul ada kerugian negara yang bisa ditagih tetapi itu bukan pidana melainkan perdata," Mahfud menambahkan.

Oleh karena itu, kata dia, KPK memang sengaja tidak dimasukkan ke dalam Satgas BLBI tersebut.

"Oleh sebab itu, akan dianalisis kembali bersama KPK nanti. Kami memang sengaja KPK tidak masuk ke tim karena KPK itu lembaga penegak hukum pidana. Yang kedua, biar tetap independen. Jadi kami hargai KPK, BPK juga kami tidak masukkan, biar dia independen nanti kalau ada audit silakan. Kami hanya masukkan BPKP ke tim pemerintah ini," tuturnya.

KEYWORD :

KPK Menko Polhukam BLBI Mahfud MD Firli Bahuri




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :