Jum'at, 26/04/2024 00:50 WIB

Uni Eropa Sebut China Perusak Perdamaian di Laut China Selatan

Uni Eropa (UE) menilai China membahayakan perdamaian di Laut China Selatan, dan mendesak semua pihak untuk mematuhi keputusan pengadilan 2016 yang menolak sebagian besar klaim Beijing atas kedaulatan di laut tersebut.

Kapal nelayan Tiongkok di Laut China Selatan. (Foto: The Star)

Brussels, Jurnas.com - Uni Eropa (UE) menilai China membahayakan perdamaian di Laut China Selatan, dan mendesak semua pihak untuk mematuhi keputusan pengadilan 2016 yang menolak sebagian besar klaim Beijing atas kedaulatan di laut tersebut.

Minggu lalu UE merilis kebijakan baru yang bertujuan meningkatkan pengaruhnya di kawasan Indo-Pasifik, untuk melawan kekuatan China yang meningkat.

Filipina pada Jumat lalu memprotes China atas kegagalannya menarik kapal yang diawaki oleh milisi maritim di sekitar Whitsun Reef atau Karang Julian Felipe.

"Ketegangan di Laut China Selatan, termasuk kehadiran kapal-kapal besar China baru-baru ini di Whitsun Reef, membahayakan perdamaian dan stabilitas di kawasan itu," kata seorang juru bicara Uni Eropa dalam sebuah pernyataan, pada Sabtu (Minggu dini hari) dikutip dari Reuters.

Uni Eropa menegaskan kembali penolakannya terhadap "tindakan sepihak yang dapat merusak stabilitas regional dan ketertiban berbasis aturan internasional".

Sementara itu China menolak tuduhan Uni Eropa bahwa kapal-kapalnya di Whitsun Reef, yang oleh China disebut Niu`E Jiao, telah membahayakan perdamaian dan keamanan.

Misi China untuk Uni Eropa dalam sebuah pernyataan pada hari yang sama menegaskan kembali bahwa terumbu karang adalah bagian dari Kepulauan Nansha China, atau Kepulauan Spratly. Karena itu dinilai "masuk akal dan sah" bagi kapal penangkap ikan China untuk beroperasi di sana dan berlindung dari angin.

Pernyataan China tersebut juga menegaskan bahwa kedaulatan, hak, dan kepentingan China di Laut China Selatan dibentuk dalam "perjalanan sejarah yang panjang dan konsisten dengan hukum internasional", dan menolak keputusan pengadilan tahun 2016.

"Laut China Selatan seharusnya tidak menjadi alat bagi negara-negara tertentu untuk menahan dan menekan China, apalagi menjadi ajang pergulatan untuk persaingan kekuatan besar," kata pernyataan China itu.

China semakin khawatir bahwa Eropa dan negara-negara lain mengindahkan seruan Presiden AS Joe Biden untuk "pendekatan terkoordinasi" terhadap China, yang sejauh ini terwujud dalam bentuk sanksi atas tindakan keras keamanannya di Hong Kong dan perlakuan terhadap Muslim Uyghur.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken bulan lalu mengatakan Washington "berdiri di samping sekutunya, Filipina," dalam menghadapi milisi maritim massal China di Whitsun Reef.

KEYWORD :

China Laut Tiongkok Selatan Uni Eropa Perusak Perdamaian




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :