Selasa, 30/04/2024 07:44 WIB

Saksi Akui Dua Perusahaan Kerabat Sanusi Menangi Lelang Dinas Tata Air

Rudi mengklaim proyek pengadaan pompa air pada Pemprov DKI sesuai prosedur lantaran melalui mekanisme lelang

Ilustrasi Pengadilan Tipikor (harianterbit.com)

Jakarta - PT Wirabayu Pratama dan Imemba Contractors sempat memenangkan sejumlah lelang proyek di Dinas Tata Air Jakarta. PT Wirabayu diketahui dipimpin Danu Wira dan Imemba Contractors dipimpin Boy Ishak.

Hal itu diungkapkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada Dinas Tata Air, Rudito Setiawan saat bersaksi untuk terdakwa mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (31/10). Rudiato dihadirkan Jaksa KPK untuk membuktikan dugaan pencucian uang Sanusi.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum KPK, Ronald Worotikan mencecar saksi soal sejumlah proyek. Salah satunya ihwal proyek pengadaan pompa di Dinas Tata Air DKI Jakarta antara tahun 2012-2015 yang sering didapat perusahaan milik kerabat Sanusi itu.

Komisi D sendiri diketahui bermitra dengan Dinas Tata Air DKI Jakarta. Sementara Boy dan Ishak ditenggarai merupakan kerabat sekaligus kepanjangan tangan Sanusi untuk mendapatkan pundi-pundi dengan jalan rasuah melalui proyek yang menggunakan anggaran negara.

Dalam kesaksiannya, Rudito mengaku mengetahui PT Wirabayu dan Imemba memenangkan lelang untuk pengendali banjir. Itu diketahui setelah Rudito menjadi ketua panitia lelang mulai tahun 2012 hingga 2013.

"Setiap tahun ada [lelang]. 2013 kami jadi ketua. 2012 saya [ketua panitia]. Itu [2013] pengadan barang. Yang pernah kami lakukan di antaranya pengadaan pompa," ungkap Rudito saat bersaksi.

Menurut Rudi, PT Wirabayu diwakili Danu Wira. Sementara PT Imemba yakni Boy Ishak. Selain Rudi, Danu Wira dan Boy Ishak juga dihadirkan bersaksi.

"Betul (orangnya yang hadir saat ini sebagai saksi)," ungkap Rudi.

Pemenang lelang tahun 2012, adalah PT Wirabayu Pratama. Sementara PT Imemba Contractors merupakan cadangan pemenang pertamanya. Sayangnya Rudi mengklaim tidak ingat terkait proyek pengadannya. Jaksa KPK lantas membacakan Berita Acara Pemeriksaan BAP pemeriksan Rudi.

"Ini di BAP saksi angka 8, tahun 2012 PT Wirabayu mengerjakan satu pekat kegiatan, yaitu kegiatan dan penggantian pompa untuk pengendali banjir," ujar jaksa.

Rudi mengaku tidak ingat berapa nilai kontrak pengadaannya. Namun, dia mengakui soal pengadannya.

"Jenis kegiatannya saya tidak ingat, tapi pastinya pengadaan pompa," ucapnya.

PT Wirabayu pada tahun 2013 mengikuti 3 lelang di Dinas Tata Air. Yakni, pengadaan pompa pengendali banjir, penggantian pompa-pompa pengendali banjir di Provinsi DKI Jakarta, dan pengadaan penggantian pompa pengendali banjir. Wirabayu kemudian memenangkannya. Sementara PT Imema pemenang cadangan pertamanya.

"Di BAP saksi ada dua pengadaan. Pertama perlengkapan suku cadang untuk perlengkapan pengendali banjir pelaksananya Imemba. Kedua, penggantian dan pengadaan pompa untuk pengendali banjir di DKI Jakarta. Pemenang cadangan Wirabayu," terang jaksa saat membacakan BAP.

Selain tahun 2012 dan 2013, kedua perusahaan ini juga sempat mengikuti lelang pada tahun 2014 dan 2015. "Ikut. Kami sudah tidak urusi lagi, karena sudah dialihkan ke unit layanan pengadaan," terang Rudi.

Rudi mengklaim proyek pengadaan pompa air pada Pemprov DKI sesuai prosedur lantaran melalui mekanisme lelang. "Itu kan sesuatu yang baru melelang pompa. Biasanya kecil. Dan pada saat itu saya menjalankan amanah pelelangan," tutur Rudi.

Selain didakwa terima Rp 2 miliar untuk pembahasan Raperda Teluk Jakarta, Sanusi juga didakwa melakukan pencucian uang sebesar Rp 45,28 miliar. Jaksa KPK, menyebut harta tersebut merupakan hasil korupsi saat menjabat sebagai anggota Dewan DKI Periode 2009-2014 dan Ketua Komisi D Dewan DKI Periode 2014-2019.

Uang Rp 45,28 miliar yang diterima Sanusi kemudian dialihkan guna pembelian tanah dan bangunan, serta kendaraan bermotor. Ronald menyebutkan uang Rp 45,28 miliar itu berasal dari proyek pekerjaan di Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI antara tahun 2012-2015. Pemberinya berasal dari rekanan Sanusi yang menggarap proyek-proyek tersebut.

Di antaranya adalah Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang memberi Sanusi Rp 21,18 miliar dan dari Boy Ishak selaku Komisaris PT Imemba Contractors, Sanusi mendapat Rp 2 miliar. Sanusi juga disebut mendapatkan uang dari penerimaan-penerimaan lain sejumlah Rp 22,1 miliar.

Sanusi selain juga menyimpan uang sejumlah US$ 10 ribu dalam brankas di lantai 1 rumah Jalan Saidi I Nomor 23 Kelurahan Cipete, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Jaksa KPK menyebut pengalihan kekayaan itu bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hartanya.

Dalam kesaksiannya, Danu tak menampik dirinya ikut mengurus pembelian rumah dan apartemen Sanusi. Namun, dia mengklaim jika Sanusi hanya meminjam uangnya untuk pembelian tersebut.

"Pada saat dia pinjam, saya bilang ini duit modal. Uang ini pinjaman dari teman, makanya pengembaliannya juga cepat Pak Sanusi," tutur Danu.

Pembelian rumah yang berlokasi di Permata Regency, Jakarta Barat tersebut senilai Rp 7,3 miliar. Lebih lanjut dijelaskan Danu, uang pinjaman untuk pembelian rumah ia transfer sebanyak empat kali melalui rekening atas nama orang lain, bukan atas nama Sanusi.

Sanusi, lanjut Danu, kemudian mengembalikan uang itu sebesar 600.000 dollar AS pada September 2014. Pengembalian sendiri dilakukan secara bertahap, masing-masing 400.000 dollar AS dan 200.000 dollar AS, melalui rekening Mandiri milik Danu Wira.

"Yang menyetor namanya Adi Putra. Saya tidak tahu, yang penting Pak Sanusi sudah setor ke saya," tutur Danu.

Danu juga diminta untuk membayar pembelian apartemen senilai Rp 3 miliar oleh Sanusi di unit apartemen Residence 8, Jalan Senopati, Jakarta Selatan. "Saya tidak tahu untuk apa-apa, dia (Sanusi) hanya bilang, `Gue pinjam duit Rp 3 miliar, nanti Gue ganti akhir tahun`," kata Danu

KEYWORD :

KPK korupsi M Sanusi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :