Sabtu, 27/04/2024 01:32 WIB

RUU Perampasan Aset Akan Mengubah Paradigma Penegakan Hukum

pengembalian aset ini penting

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar

Jakarta, Jurnas.com - Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset akan mengubah paradigma penyelenggara hukum. Nantinya, penyelenggara hukum didorong agar lebih menekankan pengembalian kerugian negara katimbang pada persoalan pidana.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, selama ini paradigma hukum dalam menangani kejahatan ekonomi, lebih kepada pendekatan aspek pindana dan menghukum orangnya ketimbang memprioritaskan pengembalian kerugian negara.

“Instrumen pidananya sepertinya lebih puas menghukum badan, padahal pengembalian aset ini penting," tuturnya saat diskusi virtual pada Ruang Anak Muda, Selasa (20/4/2021).

Karena itu, Fickar memberi dukungan moril kepada eksekutif dan legislatif untuk segera melakukan pembahasan dan mengasah RUU tersebut.

Melalui UU Perampasan Aset, jelasnya,, penegak hukum akan lebih mampu secara cepat dan maksimal mengembalikan kerugian negara, kendati dari perkara yang sistemik dan penuh rekayasa seperti kasus Jiwasraya dan Asabri.

“Selama ini sulit mengembalikan kerugian negara, terutama dari kasus yang penuh rekayasa keuangan dan rekayasa legal, akan sulit menembus karena perlu dibuktikan  terlebih dahulu. Namun dengan RUU Perampasan Aset, tidak perlu menunggu pembuktian," jelasnya.

Fickar membantah jika ada kekhawatiran pelanggaran HAM yang muncul dari perampasan aset. Menurutnya, konstruksi hukum RUU Perampasan Aset lebih kepada perdata, sehingga pihak yang merasa dirugikan dapat mengajukan gugatan keberatan dan melakukan pembuktian.

"Memang ini ranah pidana tapi konstruksinya ke perdata dan pihak yang merasa dirugikan juga bisa melakukan perlawanan dan pembuktian. Sehingga nantinya pembuktian terbalik," tandas Fickar.

KEYWORD :

Pakar Hukum Pidana Abdul Fickar Hadjar perampasan aset pidana




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :