Jum'at, 26/04/2024 07:20 WIB

Waspada Hoax, Kubu Moeldoko Dinilai Nekat dan Niat Buruk

Kubu KLB pimpinan Moeldoko yang ditolak pemerintah dinilai hanya bermodalkan nekat dan niat buruk. Sebab, aktor dibalik KLB ilegal tersebut masih bermanuver dengan menyebarkan informasi hoax.

Moeldoko, Ketua KSP yang jadi Ketum Partai Demokrat hasil KLB Sibolangit

Jakarta, Jurnas.com - Kubu Kongres Luar Biasa (KLB) pimpinan Moeldoko yang ditolak pemerintah dinilai hanya bermodalkan nekat dan niat buruk. Sebab, aktor dibalik KLB ilegal tersebut masih bermanuver dengan menyebarkan informasi hoax.
 
Demikian disampaikan pengamat politik M. Isnaini, yang meraih gelar Master dalam Strategic Studies dari RSIS, NTU, Singapura, kepada wartawan, Jakarta, Rabu (14/4).
 
"Kubu Moeldoko tidak mengandalkan akal sehat, hanya bermodalkan nekat dan niat buruk,” kata Isnaini menanggapi gugatan sekelompok orang atas AD/ART Partai Demokrat 2020 di pengadilan negeri Jakarta Pusat.
 
Kata Isnaini, kubu KLB Moeldoko masih berupaya untuk menyebar hoax ala Paul Joseph Goebbels, Menteri Penerangan Publik dan Propaganda Nazi di era Perang Dunia II, yang pertama kali secara sistematis melakukan praktek manipulasi kebohongan dalam dunia modern sebagai salah satu strategi peperangan.
 
Goebbels menyebarluaskan berita bohong melalui media massa sebanyak dan sesering mungkin. Hal tersebut terus menerus dilakukan hingga kebohongan itu dianggap sebagai suatu kebenaran.
 
Goebbels juga menciptakan praktek komunikasi sesat yang digunakan oleh banyak orang saat ini dengan lebih dahsyat, karena menggunakan platform dunia digital. Tak hanya fenomena post-truth, ada satu fenomena lain yang sekarang ini berkembang, yang kita kenal dengan fenomena half-truth. Half-truth adalah kebenaran atau fakta yang disampaikan hanya sebagian.
 
“Kita perlu lawan hoax itu untuk menyehatkan jiwa masyarakat agar tidak mudah ditipu seperti para penjahat menipu masyarakat dalam kasus asuransi Jiwasraya yang berpotensi merugikan negara triliunan rupiah,” kata Isnaini.
 
Hoaks yang harus dilawan itu urai Isnaini antara lain, pertama, kubu Moeldoko mengatakan bahwa penolakan oleh Kemenkumham adalah upaya pemerintah melempar persoalan ke Pengadilan, supaya kubu Moeldoko bisa memenangkannya di Pengadilan. “Ini pemikiran sesat,” Kata Isnaini.
 
Menurut Isnaini, pernyataan ini sama saja dengan menganggap Pemerintah tidak bekerja maksimal. “Padahal Pemerintah sudah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya berdasarkan data dan fakta,” tandas Isnaini. 
 
Hoax yang kedua, jelas Isnaini lebih lanjut soal pandangan untuk gugat AD ART PD 2020. Sesuai UU PTUN Ps. 55, batas waktu untuk menggugat AD ART itu 90 hari setelah disahkannya AD ART oleh Menkumham.
 
“Artinya, peluang ini sudah kadaluwarsa, AD ART 2020 sudah disahkan oleh Kemenkumham setahun lalu,” terangnya.
 
Hoax ketiga, papar Isnaini, pandangan jika gugatan terhadap pasal demi pasal pada AD ART 2020 disahkan, kepengurusan AHY akan demisioner. Menurutnya, kepengurusan AHY tidak mungkin bisa demisioner karena kpengurusan dipilih dan diangkat berdasarkan AD ART PD 2015, bukan AD ART PD 2020.
 
“Agenda Kongres V PD tahun 2020 adalah; memilih Ketum dulu berdasarkan AD ART 2015, baru menyempurnakan AD ART 2015 menjadi AD ART 2020,” terangnya.
KEYWORD :

Dualisme Demokrat Kubu Moeldoko Kubu AHY




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :