Selasa, 23/04/2024 23:56 WIB

Terkena Herpes Masa Pandemi Covid-19, Cepat Sembuh Jika Lakukan Ini

Salah satu dampak penyakit ini yang sangat mengganggu yaitu rasa nyeri berkepanjangan yang dikenal sebagai Neuralgia Pasca Herpes (NPH). Namun demikian, jika diobati secara cepat dan tepat, harapan kesembuhan HZ akan meningkat.

Ilustrasi penderita herpes zoster (foto:empritkaji)

Jakarta, Jurnas.com – Herpes Zoster (HZ) dapat mempengaruhi kualitas hidup penderitanya secara fisik, psikologis serta  kehidupan sosialnya.  Dampak HZ pada kualitas hidup seseorang hampir setara kesulitannya dengan dampak yang ditimbulkan penyakit gagal jantung, diabetes, serangan jantung dan depresi.

Salah satu dampak penyakit ini yang sangat mengganggu yaitu rasa nyeri berkepanjangan yang dikenal sebagai Neuralgia Pasca Herpes (NPH). Namun demikian, jika diobati secara cepat dan tepat, harapan kesembuhan HZ akan meningkat.

HZ juga dikenal sebagai shingles, cacar ular, atau cacar api, yaitu suatu sindrom khas yang disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster (VZV)1. Virus ini merupakan virus yang sama yang menyebabkan cacar air. Reaktivasi ini terjadi ketika kekebalan terhadap VZV menurun karena penuaan atau imunosupresi. Saat virus HZ masuk kedalam tubuh manusia, virus tersebut berdiam di sistem syaraf dan menetap di dalamnya, dan akhirnya aktif pada waktu yang tak terduga-duga.

Dr. Anthony Handoko, SpKK, FINSDV, CEO Klinik Pramudia menjelaskan bahwa HZ terutama terjadi pada kelompok usia 45-64 tahun. Namun, saat ini tren kasus HZ cenderung terjadi pada usia yang lebih muda dan lebih sering terjadi pada wanita.

“Penularan virusnya bisa melalui pertukaran napas dan kontak dengan lesi/gejala di kulit. Penularan HZ  terjadi ketika ada kontak langsung dengan cairan pada lepuhan ruam yang dialami penderita. Mereka yang belum pernah menderita cacar air atau tidak pernah menerima vaksin cacar air memiliki risiko tinggi tertular. Jika terinfeksi, mereka akan terkena cacar air, bukan herpes zoster. Lalu kemudian virus itu bisa berkembang sewaktu-waktu menjadi Herpes Zoster. Masa inkubasi setelah pertama kali kontak hingga timbulnya lesi di kulit sekitar 10-21 hari,” terang dr. Antony.

Pada dasarnya, yang pernah menderita cacar air punya risiko besar untuk Herpes Zoster. Namun, risiko besar ada pada orang yang memiliki daya tahan tubuh yang lemah (imunokompromais), seperti lansia, penderita HIV/AIDS, pasien transplantasi organ, penderita kanker, stress psikis, pasien pasca operasi, dan pasien yang minum obat-obat yang dapat menekan sel imun tubuh. Pada pengobatan Kanker misalnya, radiasi atau kemoterapi dapat menurunkan daya tahan terhadap penyakit dan dapat memicu Herpes Zoster.

“Maka, fokus pencegahan terhadap HZ yaitu meningkatkan imunitas tubuh secara umum, serta menghindari kontak terhadap virus dari penderita HZ. Gejala awal bersifat tidak spesifik, sebelum muncul tanda nyata pada kulit (ruam merah dan lenting berisi air) biasanya hanya berupa rasa lelah, sakit kepala dan lemas (disebut gejala pro-dormal) yang berlangsung selama 1-5 hari,” jelas dr. Anthony.

Di era Covid-19, HZjuga perlu menjadi perhatian masyarakat. Penyakit HZ dan Covid-19 samasama disebabkan oleh virus dan ditularkan melalui pertukaran udara. Pada umumnya, timbulnya kedua penyakit ini disebabkan oleh virus yang sangat berhubungan dengan daya tahan tubuh/imunitas seseorang. Bila daya tahan tubuh kita kuat maka walaupun terpapar oleh virus, sel imun (Immunoglobulin) dapat memberikan pertahanan yang baik dan cukup untuk menghancurkan virus yang masuk sehingga tidak mudah terserang penyakit.

“Bagi sebagian besar orang, rasa nyeri akan berkurang dengan menghilangnya ruam, namun bagi beberapa orang, HZ dapat menyebabkan komplikasi seperti rasa nyeri yang menetap yang dikenal dengan istilah Neuralgia Paska Herpes (NPH). Komplikasi ini muncul sebagai akibat rusaknya serabut syaraf akibat dari aktivitas virus yang berulang,” tutur dr. Anthony.

NPH dapat terjadi pada lebih dari 50% pasien berusia lebih dari 60 tahun2. Rasa nyeri akibat NPH dapat beragam dan pada umumnya diidentifikasi dengan timbulnya rasa perih, sensasi terbakar, berdenyut-denyut, seperti ditusuk-tusuk atau rasa nyeri yang menyakitkan. Bahkan, sentuhan kain lembut atau angin pada kulit sekalipun dapat sangat menyakitkan. Hal ini dikenal dengan istilah Allodynia, sebuah rasa nyeri yang timbul akibat stimulus ringan.

Selain NPH, komplikasi yang juga bisa timbul adalah kehilangan pengelihatan jika HZ terjadi di sekitar mata, masalah neurologis seperti radang otak dan kelumpuhan wajah, dan infeksi kulit berkepanjangan. Dengan demikian, masyarakat perlu mengetahui pencegahan dan pengobatan yang perlu dilakukan jika terinfeksi virus VZV. Salah satunya adalah dengan menggunakan vaksin

Vaksin pada dasarnya hanya digunakan sebagai strategi pencegahan. Sedangkan untuk pengobatan, perlu dilakukan secara cepat dan tepat sesuai dengan dokter anjuran dokter. Pada praktiknya, dr. Anthony menjelaskan terapi HZ dikenal dengan strategi 6A: Attract patient early (deteksi dini), Asses patient fully (menilai kondisi pasien secara lengkap), Antiviral therapy (obat anti virus), Analgetik (obat anti nyeri), Antidepressant/anticonvulsant (obat anti deperesi/kejang), dan Allay anxieties-counselling (informasi dan edukasi konseling).

Selain 6A tersebut, diberikan terapi topikal (obat oles) dan terapi suportif, seperti istirahat yang cukup dan menjaga kebersihan, anjuran tidak menggaruk dan menggunakan pakaian yang longgar untuk kenyamanan.

“Selain itu, NPH juga perlu mendapatkan terapi khusus baik lewat obat-obatan maupun nonobat. Hal ini bertujuan mengobati nyeri pasien untuk memperbaiki kualitas hidup pasien secara fisik dan psikologis, sehingga pasien dapat segera dapat melakukan aktivitas seharihari. Bisa pula ditambahkan rujukan ke dokter spesialis bidang lain, seperti dokter spesialis mata, THT dan syaraf, jika HZ sudah menyebar ke bagian tubuh tertentu dan akhirnya menyebabkan komplikasi,” tutup dr. Anthony.

KEYWORD :

Herpes Covid 19 Gatal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :