Sabtu, 20/04/2024 00:29 WIB

Survei IWI: Lebih dari 50 Persen Wilayah DKI Jakarta Krisis Air

Indonesia Water Institute (ISI) mengungkapkan, lebih dari 50 persen wilayah DKI Jakarta mengalami kesulitan air. Demikian disampaikan oleh Chairman and Founder IWI Firdaus Ali.

Ketua IWI Firdaus Ali (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Memperingati Hari Air Sedunia 22 Maret 2021, Indonesia Water Institute (IWI) mengungkapkan, lebih dari 50 persen wilayah DKI Jakarta mengalami kesulitan air. Demikian disampaikan oleh Chairman and Founder IWI Firdaus Ali.

Hasil kajian itu diperkuat dengan hasil perhitungan proyeksi kebutuhan air bersih dan analisis ketersediaan air DKI Jakarta hingga 2030, yang menyatakan bahwa DKI Jakarta mengalami defisit air.

Dengan melihat urgensi dari isu krisis air bersih, lanjut Firdaus, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan, di antaranya dengan pengendalian eksploitasi air tanah, pengamanan dan penambahan suplai air baku, pengembangan infrastruktur system penyediaan air bersih.

Adapun langkah yang sangat penting yang harus segera dilakukan adalah dengan membangun kesadaran masyarakat.

"Generasi muda merupakan kunci dalam melalukan perubahan mulai dari hal-hal kecil dan sederhana untuk ikut berkontribusi dalam menghadapi krisis air," kata Firdaus dalam kegiatan `IWI World Water Day 2021 National Webinar` pada Senin (22/3).

Ditegaskan oleh Direktur Bina Teknik SDA Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Eko Winar Irianto, terjadi tren kenaikan kebutuhan air bersih selama masa pandemi Covid-19, yang berdampak pada kondisi neraca air nasional sehingga dibutuhkan upaya dalam mengatasi krisis air.

Terutama dengan adanya kebijakan bekerja dari rumah dan anjuran untuk perilaku hidup bersih sehat (PHBS), berdampak pada menurunnya konsumsi air nondomestik hingga 5,57 persen dari sebelum pandemi. Sedangkan konsumsi air domestik bertambah tiga kali lipat dari pemakaian normal.

"Pemerintah menerapkan rencana strategis sebagai upaya mengatasi krisis air diantaranya dengan peningkatan cakupan pelayanan, pemenuhan standar kualitas air minum, peningkatan pendanaan dan komitmen stakeholder, serta peningkatan kapasitas SPAM," terang Eko.

Direktur IBEKA, Tri Mumpuni menyampaikan bahwa masyarakat sebetulnya sangat ingin untuk memperbaiki kondisi sumber daya air yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Hanya saja masih dibutuhkan strategi dan rencana konkrit yang dapat dengan mudah diikuti oleh masyarakat dalam penerapannya.

"Karena itu kami mendorong anak muda untuk dapat berkontribusi langsung dalam upaya pemenuhan kebutuhan air dan energi, di daerah-daerah marginal yang masih sulit dijangkau," ujar Tri.

Sementara Direktur Program TFCA Kalimantan Yayasan KEHATI Puspa Dewi Liman memaparkan program yang telah dilakukan untuk perlindungan air, di antaranya melalui konvensi Ramsar yang mengatur pengelolaan lahan basah secara berkelanjutan.

Lahan basah ini yang nantinya akan berfungsi sebagai pendukung kehidupan secara langsung sebagai sumber air tawar/air minum, lanjut Puspa, menyediakan pakan manusia, rumah bagi lebih dari 100.000 mahluk hidup serta memberikan mata pencaharian dan produk berkelanjutan.

"Secara ekologis, lahan basah berperan dalam pengendali banjir, pencegah intrusi air laut, erosi, pencemaran, dan pengendali iklim global," tutup Puspa.

KEYWORD :

Krisis Air Indonesia Water Institute Survei IWI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :