Sabtu, 20/04/2024 03:11 WIB

Marzuki Alie Buka-bukaan Soal SBY ke Megawati, Sekjen PDIP: `Tangan Tuhan Bekerja`

Pak SBY menzolimi dirinya sendiri demi politik pencitraan

Marzuki Alie dalam diskusi Akbar Faizal Uncensored

Jakarta, Jurnas.com - Keluh kesah Mantan Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Alie tentang dinamika Partai Demokrat masih terus menjadi pembicaraan publik.

Dalam sebuah perbincangan di chanel youtube Akbar Faizal Uncensored, Marziki Alie yang juga mantan Ketua DPR RI sempat menyebut kejadian jelang Pilpres 2004, ketika Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berkata bahwa Megawati Soekarnoputri kecolongan dua kali. Dan saat itu, SBY menggandeng Jusuf Kalla sebagai Calon Wakil Presiden.

Terkait apa yang disampaikan Marzuki Alie ini ke publik, Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyebut semboyan bahasa sansekerta `Satyameva Jayate` yang bermakna `Hanya Kebenaran Yang Berjaya`.

"Kebijaksanaan ini mungkin sama dengan kebijaksanaan masyarakat Indonesia yang selalu percaya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa dengan pernyataan seperti `Tangan Tuhan Bekerja` bahkan lewat cara yang kadang tak disangka manusia itu sendiri," ungkap Hasto, Rabu (17/2/2021).

SBY membuat pengakuan bahwa Megawati Soekarnoputri `dua kali kecolongan` ketika maju sebagai calon presiden. "Padahal tahun 2004, publik masih segar mengingat bahwa SBY yang bertindak sebagai seakan-akan sebagai sosok yang dizolimi," tegas Hasto.

Ia pun menyebut ketika masuk alam politik, semua kader PDIP diajarkan terkait moralitas politik yaitu satunya kata dan perbuatan.

"Apa yang disampaikan oleh pak Marzuki Ali tersebut menjadi bukti bagaimana hukum moralitas sederhana dalam politik itu tidak terpenuhi dalam sosok Pak SBY," jelas Hasto.

Terbukti, kata Hasto, sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah `kecolongan dua kali` sebagai cermin moralitas tersebut.

"Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizolimi oleh Bu Mega, ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzolimi dirinya sendiri demi politik pencitraan," tandasnya.

Hasto kemudian menuturkan sebuah kisah yang disampaikan oleh Alm. Prof. Dr. Cornelis Lay. Bahwa sebelum Pak SBY ditetapkan sebagai Menkopolhukan di Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Presiden Megawati Soekarnoputri, saat itu ada elite partai yang memertanyakan keterkaitan Pak SBY sebagai menantu Pak Sarwo Edhie yang dipersepsikan berbeda dengan Bung Karno, dan juga terkait dengan serangan kantor DPP PDI tanggal 27 Juli 1996.

Namun sikap Megawati Soekarnoputri yang lebih mengedepankan rekonsiliasi nasional dan semangat persatuan lalu mengatakan:

“Saya mengangkat Pak SBY sebagai Menkopolhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada `Indonesia` dalam TNI sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu? Mari kita melihat ke depan. Karena itulah menghujat Pak Harto pun saya larang. Saya tidak ingin bangsa Indonesia punya sejarah kelam, memuja Presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa".

"Begitu kata Ibu Megawati penuh sikap kenegarawanan sebagaimana disampaikan Prof. Cornelis kepada saya," tutur Hasto.

Bagi Hasto, apa yang disampaikan Pak Marzuki Ali itu bagian dari dialektika bagi kebenaran sejarah itu.

“Dengan pernyataan Pak Marzuki itu, saya juga menjadi paham, mengapa Blok Cepu yang merupakan wilayah kerja Pertamina, paska pilpres 2004, lalu diberikan kepada Exxon Mobil. Nah kalau terhadap hal ini, rakyat dan bangsa Indonesia yang kecolongan," tukas Hasto.

KEYWORD :

Susilo Bambang Yudhoyono Partai Demokrat Megawati Soekarnoputri Marzuki Alie




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :