Sabtu, 20/04/2024 02:24 WIB

Rouhani Sebut AS Blokir Akses Kebutuhan Dasar Rakyat Iran Selama Pandemi

Larangan yang diberlakukan pada sistem perbankan Iran telah menghalangi banyak perusahaan farmasi untuk berbisnis dengan Iran.

Presiden Iran, Hassan Rouhani berpidato di pertemuan para gubernur dan kepala pemerintah provinsi di Teheran pada 27 Januari 2020. (Foto: president.ir)

Teheran, Jurnas.com - Presiden Iran, Hassan Rouhani/" style="text-decoration:none;color:red;font-weight:bold">Hassan Rouhani mengatakan pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menghalangi akses rakyat Iran ke kebutuhan dasar, terutama pada saat pandemi virus corona (COVID-19).

"Perilaku ilegal dan tidak manusiawi dari pemerintahan Trump ini akan tetap ada di benak dunia sebagai tindakan yang memalukan," kata Rouhani saat berbicara di pertemuan komite khusus Markas Besar Nasional untuk Mengelola dan Memerangi COVID-19, Selasa (8/12).

Rouhani mengatakan, Iran telah mempersiapkan semua langkah yang diperlukan memproduksi vaksin COVID-19 di dalam negeri dengan mengandalkan kemampuan para ilmuwan Iran dan pusat-pusat spesialis. Selain itu, impor vaksin dari luar negeri juga menjadi pertimbangan.

Dia mengatakan markas besar yang bertugas menangani virus corona telah berhasil menerapkan protokol kesehatan, termasuk smart distancing, sebagai cara paling aman, yang menghasilkan hasil positif dalam penanggulangan penyakit.

"Saat kami berhasil mengatasi perang ekonomi, kami akan mengatasi rintangan ini juga," ujarnya.

Sebelumnya, Gubernur Bank Sentral Iran (CBI) Abdolnasser Hemmati mengatakan sanksi tidak manusiawi yang dijatuhkan AS terhadap Iran mencegah negara itu membeli vaksin virus corona.

Ia menambahkan, pembelian vaksin tersebut harus secara resmi dilakukan melalui Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Sejauh ini, setiap metode yang digunakan untuk melakukan pembayaran dan mentransfer mata uang yang diperlukan (untuk pembelian vaksin) telah dihadapkan pada kendala karena sanksi tidak manusiawi yang diberlakukan oleh pemerintah AS dan kebutuhan untuk mendapatkan izin dari OFAC (Departemen AS. Departemen Pengendalian Aset Luar Negeri)," tulis di akun Instagram, Senin (7/12).

Iran, salah satu negara yang terpukul paling parah oleh wabah itu, melaporkan kasus pertama penyakit yang menyebar cepat pada akhir Februari, sekitar satu bulan setelah virus pertama kali muncul di China.

Juru bicara Kementerian Kesehatan Iran, Sima Sadat Lari, mengatakan pada Selasa (8/12) bahwa total 1.062.397 orang telah tertular COVID-19 di seluruh negeri. Ia menambahkan, 323 kematian tercatat dalam 24 jam terakhir, meningkatkan total korban menjadi 50.917.

Sementara itu, sebanyak 754.224 orang sudah sembuh.

Pada Mei 2018, Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir yang didukung PBB yang telah ditandatangani AS sebagai anggota kelompok P5 + 1 dengan Teheran pada 2015, dan memberlakukan kembali sanksi anti-Iran yang telah dicabut berdasarkan perjanjian tersebut.

Setelah itu, Iran menggugat AS di Mahkamah Internasional (ICJ) dengan putusan pengadilan bahwa AS harus mencabut sanksi atas pasokan kemanusiaan.

Perdagangan barang-barang kemanusiaan, seperti makanan, obat-obatan, dan peralatan medis, secara teoritis diizinkan oleh AS, tetapi perusahaan-perusahaan Eropa menolak untuk berbisnis dengan Iran, karena takut akan sanksi Amerika sekunder.

Larangan yang diberlakukan pada sistem perbankan Iran telah menghalangi banyak perusahaan farmasi untuk berbisnis dengan Iran.

KEYWORD :

Iran Sanksi Amerika Serikat Pandemi COVID-19 Hassan Rouhani Hassan Rouhani




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :