Jum'at, 26/04/2024 01:07 WIB

Pencekalan Bambang Triatmodjo Dinilai Diskriminasi

Keputusan Menkeu No.108/KM.6/2020 pada 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia kepada Bambang Trihatmodjo dinilai diskriminasi.

Pengamat Ekonomi dan Politik LPEKN, Sasmito Hadinagoro

Jakarta, Jurnas.com - Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) No.108/KM.6/2020 pada 27 Mei 2020 tentang Penetapan Perpanjangan Pencegahan Bepergian Ke Luar Wilayah Republik Indonesia kepada Ketua Konsorsium Mitra Penyelenggara Sea Games XIX Tahun 1997, Bambang Trihatmodjo dinilai diskriminasi.

Penilaian itu disampaikan pengamat ekonomi dan politik Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Keuangan Negara (LPEKN), Sasmito Hadinagoro, kepada wartawan, Jakarta, Minggu (20/9).

Menurutnya, pencekalan itu nampak terlihat diskriminasi. Mengingat, sejumlah pihak yang diduga memiliki utang kepada negara masih bebas berkeliaran. Untuk itu, ia meminta agar prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) benar-benar terpenuhi.

“Jangan tebang pilih. Pencekalan pak Bambang saja yang diungkap ke publik. Padahal banyak pengutang negara yang lainnya. Mestinya, para pengemplang uang negara wajib hukumnya diungkap ke publik dong,” kata Sasmito.

Sasmito menegaskan, keputusan pencekalan berpergian ke luar negeri ini sangat tidak masuk akal dan cenderung penzaliman.

"Sebagai seorang pengusaha pribumi asli, apa yang dilakukan Menkeu ini bentuk sikap zalim. Mas Bambang benar-benar dirampas hak-hak keperdataannya. Dimanakah keadilan hukum di bumi pertiwi NKRI ini,” tegasnya.

Semestinya, lanjut Sasmito, penegakkan hukum harus dilakukan dengan seadil-adilnya, dengan tampang tebang pilih. “Lha kalau seorang WNI saja diperlakukan dengan sewenang-wenang, bagaimana dengan nasib perlakuan hukum terhadap rakyat jelata,” katanya.

Bahkan, Sasmito menduga keputusan itu sebagai bentuk pengalihan isu terhadap sejumlah kasus skandal keuangan negara yang terjadi selama ini. Ia mencontohkan, kasus bail out Bank Century yang hingga saat ini belum tuntas.

“Saya mensinyalir, ini untuk mengalihkan isu-isu  besar kerugian keuangan negara yang secara kasat mata jelas belum kedaluwarsa. Misalnya, kasus mega skandal korupsi bail out illegal Bank Century Rp7,9 Triliun yang patut diduga ada peran Ketua KSSK waktu itu, Sri Mulyani,” kata Sasmito.

Menurutnya, peran Ketua KSSK dalam kasus bail out Bank Century sebenarnya tidak dapat dikesampingkan. Pasalnya, Ketua KSSK patut diduga sebagai komandannya bail out illegal atau actor intellectualist.

“Jadi, peran dia (Sri Mulyani) bukan hanya beri talangan kepada bankir nakal tetapi memberi bail out illegal bertriliunan rupiah dengan memakai dana dana publik (APBN) tanpa penuntasan penegakan hukumnya. Jadi, mumpung belum kedaluwarsa,  apakah Menkeu tidak bisa introspeksi diri?” tegasnya.

Sasmito mengaku heran dengan keputusan Menkeu yang mempersoalkan dana talangan Rp35 miliat yang diberikan kepada Konsorsium penyelenggar pesta SEA Games XIX- 1997 lalu.

Padahal dana talangan ini diberikan kepada Konsorsium lantaran biaya penyelenggaraan SEA Games tidak tercantum dalam APBN.

Perlu diketahui, pelaksanaan SEA Games 1997 sebenarnya jatah Brunei Darussalam sebagai tuan rumah event dua tahunan tersebut. Namun Brunai  keberatan lantaran belum siap menjadi tuan rumah. Karena itu, hak penyelenggaraan SEA Games 1997 diserahkan kepada Indonesia.

“Lantaran biaya penyelenggara SEA Games 1997 ini tidak ada dalam APBN sebagaimana biasa maka untuk mengantisipasinya maka diputuskan mengundang pihak konsorsium swasta untuk berperan sebagai mitra pemerintah dalam penyelenggaraan SEA Games,” jelasnya.

Berdasarkan perhitungan Kantor Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, biaya perhelatan SEA Games 1997 ini mencapai Rp70 miliar. Lalu, Konsorsiumpun menyanggupi biaya tersebut, termasuk biaya persiapan kontingen Indonesia.

Surat pernyataan tersebut tercantum dalam butir pertimbangan penerbitan Kemenkokesra Nomor 14 tahun 1996 sebagai tindak lanjut dari Inpres Nomor 5 tahun 1996.

Diluar rencana semula, konsorsium dibebani tambahan untuk persiapan kontingen Indonesia Pelatnas sebesar Rp32 miliar. Sementara kegiatan Pelatnas tidak melekat kepada biaya penggandaan SEA Games.   

“Biaya pelaksanaan SEA Games seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah Indonesia sebagai peserta dalam mempersiapkan keikutsertaan kontingen Indonesia dan bukan termasuk kedalam biaya penyelenggaraan SEA Games oleh Konsorsium,” jelasnya.

KEYWORD :

Menteri Keuangan Sri Mulyani Pencekalan Bambang Trihatmodjo Sea Games




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :