Senin, 29/04/2024 10:54 WIB

Kesaksian Eks Perwira Senior Terkait Agus Yudhoyono (2)

Setelah isu cidera punggung yang menderanya, pangkat militer dan  serangan menyasarnya kembali berupa pemberian label

Jakarta - Memasuki garis lapangan perang Khuruksetra, Abimanyu tak henti-hentinya disambut dengan kontingensi anak panah yang dilepaskan dari busur bala tentara Kurawa. Luncuran anak panah tak ubahnya halang rintang yang berusaha membendung langkah Abhimanyu mendekati barisan pertahanan lawan.

Seperti Abhimanyu, begitu Brigjend (Purn) TNI Aziz Ahmadi menggambarkan tampilnya Agus Harimurti Yudhoyono ke ranah politik, luncuran panah fitnah secara intens menyambut dirinya di gerbang medan laga.

Setelah isu cidera punggung yang menderanya, pangkat tak kunjung beranjak yang disebut penyebab utama pesimisme Agus menjajaki karir di militer, serangan menyasarnya kembali berupa pemberian label "anak ingusan".

Sebutan "anak ingusan" yang bertendensi membunuh karakter, kata Aziz, lahir dari bibir seorang pakar politik dengan lembaga pengetahuan tersohor yang diasuhnya. Seperti Abhimanyu, kata Aziz sekali lagi, Agus tak berkecil hati.

Mendapatkan sebutan "anak ingusan tak sedikitpun membuat wajahnya berubah. Tak seperti kanak-kanak, kata Aziz, gestur wajah Agus tak bergeming. Ketegaran wajah dan matanya yang tetap nanar, sejatinya menjawab bahwa Agus bukan "anak ingusan" sebagaimana yang dituduhkan.

"Dapat dilihat, apakah pancaran wajahnya menggambarkan orang yang menahan sakit?. Apakah wajahnya menyiratkan dibuat-buat?. Sebagai "new comer" yang disebut si Ahoker Prof Ikrar NB sebagai "anak ingusan", apakah Agus nampak canggung dan rendah diri?. Atau terlihat over acting untuk membungkus kelemahan ketika bareng dengan politisi bangkotan?," ujar Aziz.

Mantan Kepala Pusat Pembinaan Mental (Kaousbintal) TNI ini menyatakan dirinya sama sekali tidak bermaksud untuk membabi buta memberikan pembelaan atas serangan penyebutan "anak ingusan" yang berusaha disematkan seorang profesor politik kepada Agus. Namun demi pengetahuan yang jujur, kata Aziz, dirinya mengaku siap bersaksi atas kualitas dan kapabilitas yang dimiliki Agus sebagai seorang calon pemimpin.

"Saya bersaksi, Mayor Agus yang katanya ingusan itu, memiliki kemampuan tiga bahasa asing. Agaknya yang bilang ingusan belum tentu mampu mengimbangi dalam diskusi. Tidak perlu soal wawasan global, soal Sosial, Politik sekalipun yang menjadi andalan Profesor ingusan. Agus memang anak "ingusan", pangkat baru Mayor, belum pernah menjabat di teritorial apalagi dunia politik. Saya yang Jenderal bisa bilang, "emang jenderal selalu lebih pinter dibandingkan Mayor?". Sama dengan Bob Sadino yang hanya tamat SD. Memang ada sarjana atau Profesor yang berani mengaku lebih pinter dari dia?," ungkapnya.

Bagi saya, Aziz mengungkapkan, selagi soal kepemimpinan dan politik masih sebagai seni dan ilmu, tidak ada urusan dengan kategori "ingusan" atau "bangkotan". Kendati demikian, Aziz mengaku berani bertaruh bahwa sesungguhnya Agus merupakan anak muda yang memiliki kapabilitas yang menunjukkan alasan kepantasan untuk menjadi seorang "leader".

"Walaupun track record perlu dan pengalaman dinilai penting,  tapi  jangan "kemlinthi dan "onjo" atau sok pinter, lalu menerapkan pemahamannya secara simplistis dan hitam-putih," tandasnya.

Lebih lanjut, mantan Staf Ahli Panglima TNI Bidang Bantuan Kemanusiaan ini menegaskan nasib politik tak selalu bisa ditebak. Ia mengumpamakan bagaimana seorang putri Bung Karno, Megawati Soekarnoputri sebelum akhirnya menduduki tahta sebagai ketua umum partai. Juga, Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang pada masa lalu hanya sebagai seorang pengusaha kayu hingga beranjak menjadi walikota, gubernur bahkan presiden.

"Megawati awalnya hanya seorang ketua DPC., pak Jokowi, dan siapa Ahok?. Ahok awalnya hanya bupati di kampung (Belitung Timur). Itupun juga hanya dua tahun. Apa kenyataannya?. Ketiganya, beliau awalnya menjadi amat sedikit yang menjadi orang-orang hebat di negeri ini.

Ketiganya, berangkat dari titik start yang sama waktu itu. Yang dapat dinilia selevel dengan Agus saat ini. Logika dangkal dan sederhana saya mengatakan, kesuksesan adalah resultant atau paduan antara kemampuan, kemauan dan kesempatan. Jika Agus dihadapkan dengan ketiga orang sukses di atas, berpijak pada modal awal terkait kemampuan dan kualitas, Agus jauh di atas ketiganya. Kini untuk menjadi seperti tiga tokoh tersebut bahkan melampauinya. Agus "Abhimanyu" Harimurti Yudhoyono hanya butuh satu saja, kesempatan. Sebuah kesempatan yang pada masanya juga telah diperoleh dan dinikmati oleh para tokoh yang sekarang berhasil," tutupnya.

KEYWORD :

Pilkada DKI Brigjend (Purn) TNI Aziz Ahmadi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :