Jum'at, 19/04/2024 21:49 WIB

Tangan Besi Erdogan, Satire Pun Dibumihanguskan

Erdogan dianggap terlalu diktatorial. Politisi asal Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) tersebut bahkan tidak membuka diri dengan sindiran atau satire

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan (Foto: Kevin Lamarque/ Reuters)

Ankara, Jurnas.com - Kepemimpinan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dianggap terlalu diktatorial. Politisi asal Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) tersebut bahkan tidak membuka diri dengan sindiran atau satire.

Menurut laman media Turki, Ahval News pada Jumat (12/6), hal ini membuat Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terlihat lebih demokratis.

Sebab di AS, acara animasi `Our Cartoon President` yang digawangi kritikus paling keras, Stephan Colbert, tetap mendapatkan tempat. Padahal acara tersebut kerap menyindir keluarga Trump dan sejumlah CEO perusahaan besar.

Beda halnya dengan di Turki. Presiden Erdogan tidak akan mentolerir kritik sekecil apa pun. Jaksa dan hakim siap mengambil tindakan cepat terhadap kritik semacam `Our Cartoon President`, yang membuat masyarakat harus berpikir ulang.

Dikatakan, Turki dulu memiliki program televisi serupa yang berjudul `Plastip Show. Acara tersebut tidak ragu-ragu mengkritik tokoh-tokoh politik negara dengan menggunakan media boneka plastik.

Bahkan Kenan Evren, yang dikenal sebagai arsitek kudeta pada 1980 silam dan presiden pascakudeta, turut dalam pertunjukan semacam itu, dan dia juga tidak lepas dari kritik seperti para pemimpin Turki lainnya.

Demikian pula, sebuah program yang disebut `Class of Leaders` pada 1990-an dengan tokoh anak-anak yang berpura-pura menjadi figur politisi terkemuka saat itu, ditampilkan dengan cara yang konyol. Dalam satu episode, pemimpin Islamist Welfare Party, Necmettin Erbakan bahkan digambarkan sedang mabuk.

Namun, untuk saat ini film-film semacam itu tidak lagi mendapatkan tempat di tengah kepemimpinan Erdogan. Dewan Tertinggi Radio dan Televisi (RTÜK) Turki akan langsung menutup media yang bersangkutan.

Pada pada era 1990-an, baik Amerika Serikat maupun Turki, yang mungkin terganggu oleh program semacam ini, tetap membiarkan acara satire tetap hidup karena tidak dianggap sebagai ancaman. Dan umumnya mereka yang menganggap berbahaya ialah pemimpin atau diktator otokratis.

Anak-anak Trump kerap dikritik dalam animasi `Our Cartoon President`. Sebagai contoh, Eric Trump digambarkan sebagai yang paling bodoh dalam keluarga. Ivanka, di sisi lain, lebih mementingkan mereknya daripada merawat anak-anaknya. Ibu Negara Melania Trump sebagian besar digambarkan tengah memperjuangkan hubungannya yang pahit dengan suaminya.

Namun di Turki, baik Bilal ErdoÄŸan tidak dapat dikritik seperti Eric Trump termasuk Sümeyye ErdoÄŸan sebagaimana Ivanka Trump. Juga jarang terlihat kritik atas Ibu Negara Emine ErdoÄŸan kecuali dalam beberapa kartun.

Kurangnya sindiran politik tidak hanya berlaku untuk Partai AKP yang berkuasa, tetapi juga menguntungkan partai-partai politik lain karena perspektif mereka seringkali tidak jauh berbeda dengan AKP dalam beberapa hal.

Karenanya, sangat sulit untuk mengkritik Erdogan dan lingkaran dalamnya dan upaya apa pun dapat menyebabkan seseorang berakhir di pengadilan atau penjara, kebisuan partai-partai oposisi atas upaya serupa untuk meredam kebebasan berekspresi di antara basis partai mereka juga mengecewakan.

"Akibatnya, bahkan jika kekuasaan berpindahtangan di Turki, tampaknya mereka yang mungkin menggantikan elite politik saat ini bisa saja berperilaku serupa," tulis Ahval.

"Mungkin kebangkitan satire politik di Turki dapat dilakukan melalui karikatur dan satire tokoh-tokoh oposisi, sehingga pada titik tertentu di masa depan dapat diperluas untuk menyindir orang-orang di sekitar Erdogan, bahkan jika mungkin masih sulit untuk menyertakan presiden sendiri dalam upaya semacam itu," lanjut laporan media tersebut.

Diketahui, Erdogan tidak akan pernah mengizinkan siapa pun untuk menggambarkannya dalam program satire semacam itu, karena ia konon ingin mengkultuskan dirinya sebagai pemimpin nasional setelah kematiannya.

"Namun, sejarah tidak pernah memberikan kesucian itu kepada para pemimpin yang menindas seperti itu," tutup laporan tersebut.

KEYWORD :

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan Satire




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :