Selasa, 10/12/2024 12:22 WIB

Pengamat Nilai Dewas Justru Perlambat Kerja KPK

Wewenang Dewas sebagaimana diatur dalam UU hasil revisi itu justru memperlambat kerja KPK. Sebab, untuk melakukan penyadapan, penggeledahan, atau penyitaan, KPK harus mendapat izin dari Dewas

Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Jakarta, Jurnas.com - Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar soroti lima angggota Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dipilih Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Narasi baik dan memiliki integritas yang disematkan kepada lima anggota Dewas itu jangan sampai menjadi `jebakan batman` untuk menyetujui sistem yang ada di lembaga antirasuah itu.

"Narasi orang baik, orang berintegritas yang mengisi dewan pengawas KPK jangan sampai menjadi jebakan batman buat kita, bahwa kemudian kita menyetujui sistem itu," kata Fickar, Sabtu (21/12/2019).

Pasalnya, Fickar menyebut, yang menjadi persoalan bukan pada figur lima angggota Dewas, tetapi pada sistem penanganan kasus korupsi yang dibangun lewat Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Fickar menilai, wewenang Dewas sebagaimana diatur dalam UU hasil revisi itu justru memperlambat kerja KPK. Sebab, untuk melakukan penyadapan, penggeledahan, atau penyitaan, KPK harus mendapat izin dari Dewas.

"Problematiknya adalah pada sistemnya. Satu, Dewas itu memperlambat kerja KPK. Yang kedua, Dewas itu bukan penegak hukum. Itu yang sebenarnya agak melawan sistem," pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi melantik lima anggota Dewas KPK di Istana Negara, Jumat (20/12/2019). Kelimanya adalah Tumpak Hatorangan Panggabean (mantan pimpinan KPK), Harjono (Ketua DKPP), Albertina Ho (hakim), Artidjo Alkostar (mantan hakim agung), dan Syamsudin Haris (peneliti LIPI).

KEYWORD :

Komisi Pemberantasan Korupsi Dewan Pengawas Abdul Fickar Hadjar




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :