Kamis, 25/04/2024 07:30 WIB

PKB Bedah Konsep dan Arah Masa Depan Pekerja Migran Indonesia

Keberadaan pekerja migran perlu dibuat asosiasi diasporanya. Khususnya bagi pekerja level midle skill dan high skill.

Diskusi Reboan PKB bahas Pekerja Migran Indonesia

Jakarta, Jurnas.com - Partai Kebangkitan Bangsa kembali melakukan kajian reboan, kali ini membedah problematika Pekerja Migran Indonesia (PMI) "Dari Perlindungan ke Grand Disign Skill Worker" di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh nomor 9, Jakarta Pusat, Rabu (18/12/2019).

Diskusi menghadirkan pembiara kompeten, masing-masing Wahyu Susilo dari Migrant Care, Irham Ali Saifudin dari Programme Officer ILO, Among Pundhi Resi dari International Ogranitation for Migrant, Barly Martowardaya dari Research Director Indef, dan moderator Sukitman Sujatmiko.

Wahyu Susilo sebagai pembicara pertama mengatakan, pembahasan soal perlindingan terhadap pekerja migran tak boleh melewatkan konsep masa depan dan trend pekerja kedepan.

Ia pun menyayangkan, selama ini fokus workshop dan kegiatan ILO yang masih sebatas bicara kondisi kekinian saja. Tidak bicara masa depan.

"Misalnya, saya tak pernah dapat jawaban soal peluang apa yang masih tersedia bagi labour atau masyarakat pekerja, dalam konteks kemajuan teknologi," ujar Wahyu Susilo.

"Padahal jawabannya adalah sektor informal. Tenaga kesehatan, perawat, sektor pekerja runah tangga masih menjadi prospek pekerjaan manusia. Tak bisa digantikan mesin," sambungnya.

Wahyu menilai, yang banyak dibahas selama ini masih seputar regulasi, membuat Undang-Undang ataupun peraturan turunan dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.

"Hal itu memang penting, tapi yang perlu ditekankan adalah soal eksternal dan hubungan dengan negara lain, serta pekerjaan masa depan kaitannya dengan kemajuan teknologi," jelasnya.

Wahyu mengingatkan betapa pentingnya pembahasan tentang kerentanan bagi pekerja migran, misalnya daya ancaman keterpaparan pada ekstrimisme dan sebagainya.

"Jadi konteksnya tak melulu soal industritial relation. Tapi juga melampaui batas-batas teritori negara. Perspektif geo politik dan ekonomi juga harus jadi pertimbangan kebijakan," tegasnya.

Adapun Irham Ali Saifudin selaku Programmer Officer ILO mengataan, dalam konteks ketenagakerjaan, tentu harus dilihat dari sisi dinamika dan perubahan yang terjadi.

Ia menyebut adanya beberapa faktor perubahan yang harus dicermati dalam konteks pekerja migran. Pertama adalah globalisasi, dimana dalam industri, rantai distribusi sudah sangat kompleks dan apa yang terjadi di satu negara tak bisa lepas dari kejadian di negara lainnya.

"Kedua soal cepatnya pertumbuhan teknologi informasi. Kabar baiknya, pekerjaan informal yang selama ini menjadi basis utama pekerja migran Indonesia, itu merupakan pekerjaan yang tidak bisa diganti mesin atau robot," jelasnya.

Karena itu, jelas Irham, yang jadi pekerjaan rumah kemudian bagaimana agar sektor pekerjaan informal ini tidak dianggap sebelah mata dan tidak hanya dianggap sebagai low skill worker.

Selanjutnya adalah soal demografi, dimana Indonesia ada di antara negara asian yang paling menikmati bonus demografi pada 2030 sampai 2045. Pada saat itu usia angkatan kerja Indonesia meningkat dan akan memberi kontribusi aktif terjadap pertumbuhan ekonomi.

"Di saat sama, negara lain seperti Singapura kebanyakan angkatan kerja dan masyarakatnya akan masuk masa tua. Malaysia juga 2030 menua. Thailand mirib-kirib," paparnya.

Dalam menopang produktivitas itu, kata Irham, dibutuhkan tenaga kerja yang banyak. Dalam kondisi inilah Indonesia punya peluang emas.

Pembicara lainnya, Berly Martawardaya dari Indef menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan pemerintah dan para stakeholder terkait Pekerja Migran Indonesia, baik dalam janga pendek maupun jangka panjang.

Pertama adalah soal perlindungan bagi PMI yang harus terus diperkuat. Kemudian kedepan harus mulai memerkuat pekerja di level midle skill dan high skill, sehingga tidak hanya PMI sektor informal.

"Perlu juga dorongan adanya sertifikasi, pelatihan dan magang bagi para pekerja, sehingga terbangun mindset, etos kerja, dan attitude yang unggul," jelasnya.

Bagi Berly, keberadaan pekerja migran perlu dibuat asosiasinya, khususnya bagi pekerja level midle skill dan high skill. Sebagaimana pekerja India di luar negeri, yang mampu membangun jaringan diaspora dan berhasil meningkatkan perekonomian bagi negaranya

"Jadi dari pekerja migran yang sukses di luar negeri, dibangun asosiasi diaspora untuk dijadikan sebagai jangkar dan pintu masuk perekonomian ke negara tersebut. Sebagai peluang ekspor juga. Makanya anggap PMI itu hanya pekerja yang kepepet saja," jelas Berly.

KEYWORD :

Diskusi Reboan PKB Pekerja Migran Indonesia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :