Sabtu, 20/04/2024 21:39 WIB

Menko Ekonomi Rangkap Ketum Parpol, Ekonom: Merusak Sistem

Rangkap jabatan Menko Perekonomian yang sekaligus sebagai ketua umum (Ketum) partai dinilai merusak sistem dan bisa membuat Indonesia berada dalam lingkaran krisis ekonomi.

Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy

Jakarta, Jurnas.com - Rangkap jabatan Menko Perekonomian yang sekaligus sebagai ketua umum (Ketum) partai dinilai merusak sistem dan bisa membuat Indonesia berada dalam lingkaran krisis ekonomi.

Penilaian itu disampaikan Pengamat Ekonomi Politik, Ichsanuddin Noorsy, kepada wartawan, Jakarta, Rabu (13/11). Menurutnya, Menko Ekonomi yang rangkap jabatan sebagai ketum parpol karena sakitnya sistem yang dipakai Presiden Jokowi.

"Masa struktur pemerintah digabung menjadi struktur politik, jadi rusak sistem ini. Ketum sekaligus jadi Menteri Ekonomi. Ini salah sistem. Mestinya diperbaiki oleh pemimpinnya, perbaiki dulu iklim sosial politik untuk melahirkan iklim ekonomi yang sehat," kata Ichsanuddin.

Hal itu, kata Ichsanuddin, tim ekonomi menjadi tidak kompeten dan bisa membuat Indonesia berada dalam lingkaran krisis ekonomi.

Tantangan terberat saat ini, lanjut Ichsanuddin, Indonesia masih melakukan cara lama dalam memperbaiki kinerja ekonomi, yaitu melalui pembukaan investasi asing besar-besaran.

"Padahal, lima Negara saat ini yaitu  AS, China, Rusia, Jerman dan Prancis melakukan lima cara dalam memperbaiki ekonomi mereka," terangnya.

Pertama, jelas Ichsanuddin, tingkat suku bunga rendah, fiskal ekspansif. Kedua, melihat dan membenahi ekonomi ke dalam dan menyerang atau berorientasi ke luar negeri atau deglobalisasi. Ketiga, memperbaiki daya beli masyarakat dengan menyeimbangkan padat modal dan padat karya.

"Keempat, menstruktur ekonomi dari SD distribusi untuk kepentingan domestik. Terakhir, menihilkan ketergantungan dari pihak luar," jelas Ichsanuddin.

Sayangnya, kata Ichsanuddin, Indonesia malah salah kebijakan. Menurutnya, saat ini suku bunga masih tinggi yaitu lima persen. Sedangkan, obligasi berada di posisi tujuh persen. Ini jelas salah karena ada persaingan tidak sehat antara suku bunga dan obligasi.

"Selain itu, mengganggu penyaluran kredit perbankan. Fiskal, ketergantungan pada utang dan obligasi tinggi. Risiko pasar Indonesia sangat tinggi. Nilai tukar sangat sensitif. Artinya posisi Indonesia rentan krisis," katanya.

Hal itu, menurut Ichsanuddin, karena kebijakan orientasinya salah dengan memperlebar investasi asing. Harusnya memperbaiki kebijakan ekonomi, namun yang terjadi malah melakukan pemotongan birokrasi dengan eselon III dan IV.

"Dari deregulasi menjadi pemotongan birokrasi, ini kan justru salah. Harusnya yang diperbaiki itu kultur social politik yang sakit, bukan malah menimpa birokrasi. Jokowi tidak memperbaiki kerja sama sosial dengan baik," demikian Ichsanuddin.

KEYWORD :

Munas Golkar Ketum Golkar Airlangga Hartarto




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :