Jum'at, 19/04/2024 21:26 WIB

Desak Mahfud MD Mundur, ICW Disebut Tak Paham Regulasi

Apa ICW lupa atau sengaja mengabaikan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 2006.

Siti Noor Laila, Anggota Dewan Pakar Seknas Jokowi

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Dewan Pakar Seknas Jokowi Siti Noor Laila memperanyakan sikap Indonesian Corruption Watch (ICW) yang menyebut Mahfud MD lebih baik mundur dari Menkopolhukam jika dalam 100 hari pemerintah tidak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) untuk membatalkan UU KPK yang baru.

"ICW itu siapa ..? Jawab Mahfud MD Mengkopolhukam menanggapi ultimatum ICW itu. Ya ... benar kata Pak Mahfud MD. ICW itu siapa? ICW bukan lembaga negara yang punya hak dan kewenangan untuk menyuruh mundur seorang Menteri," ujar Siti Noor Laila di Jakarta, Rabu (30/10/2019).

Siti Noor Laila yang juga menjabat Komisioner Komnas HAM pada periode 2012 – 2017 menegaskan, sikap ICW meminta mundur menteri menunjukkan ketidakpahaman soal sistem pemerintahan di Indonesia.

Kata Siti Noor Laila, seorang menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang dipilih oleh rakyat, melalui pemilu yang sah. Bukan oleh kelompok masyarakat sipil seperti ICW.

Lagipula, Siti Noor Laila mempertanyakan, apa ada yang salah dengan Presiden Jokowi tidak mengeluarkan Perrpu KPK sehingga ICW harus memakai cara mengultimatum Menkopolhukam Mahfud MD?

"Apa ICW lupa atau sengaja mengabaikan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun 2006. Di dalam konvensi itu tidak ada satupun pasal yg melarang negara untuk merevisi undang-undang atau peraturan terkait badan anti korupsi yang ada," lanjutnya.

Bahkan, lanjutnya, di Konvensi PBB yang telah diratifikasi melalui UU No. 7 thn 2006 itu mewajibkan negara secara periodik mengevaluasi peraturan dan upaya administrasi badan anti korupsi.

Dalam Pasal 5 Ayat 3 Konvensi PBB Anti Korupsi berbunyi; “Negara Pihak (negara pengesah konvensi) wajib mengupayakan untuk mengevaluasi instrumen- instrumen hukum dan upaya-upaya administratif yang terkait secara berkala agar memadai untuk mencegah dan memberantas korupsi".

"Pasal 5 ayat 3 ini dengan sangat jelas bahkan tegas mewajibkan negara yakni pemerintah dan parlemen mengevaluasi instrumen hukum yakni undang-undang atau peraturan badan anti korupsi seperti KPK secara periodik," paparnya.

Dengan merujuk pada pasal 5 ayat 3 Konvensi PBB Anti Korupsi ini, kata Siti Noor Laila, maka tidak ada yang keliru apalagi salah dengan DPR-RI dan Pemerintah Indonesia merevisi UU No.30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Apalagi, perubahan yang dilakukan tidak mengurangi tugas dan kewenangan KPK, yang artinya tidak ada pelemahan terhadap KPK. Bahwa KPK dalam menjalankan tugasnya perlu dilakukan pengawasan adalah merupakan sebuah keniscayaan dalam sistem pemerintahan yang demokratis," ungkapnya.

Dengan demikian, Siti Noor Laila memastikan tidak ada yang salah dari pemerintah dan DPR merevisi UU KPK. Kalau ada pihak-pihak yang tidak puas dengan revisi tersebut, lanjutnya, maka bisa menempuh jalan Judicial review atau buat usulan legislatif review.

Siti Noor Laila menjelaskan, mahasiswa sedang melakukan upaya Judicial review di MK, maka sudah seharusnya pemerintah menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

"Kecuali jika ICW dan para aktifis anti korupsi lainnya sengaja mengabaikan Konvensi PBB Anti Korupsi ini," tuntas Siti Noor Laila Anggota Dewan Pakar Seknas Jokowi. Mantan Komisioner Komnas HAM.

KEYWORD :

Mahfud MD Menkopolhukam PERPPU UU KPK




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :