Jum'at, 26/04/2024 02:54 WIB

RAN Sebut Unilever dan Nestle Memasok Kelapa Sawit Ilegal

pabrik kelapa sawit dalam investigasi ini sama sekali tidak memiliki sistem monitoring dasar untuk memastikan bahwa minyak sawit yang mereka kelola tidak bersumber dari perusakan hutan hujan.

Taman Nasional Gunung Leuser (Foto: Google)

Jakarta, Jurnas.com - Hasil investigasi Rainforest Action Network (RAN) di tahun 2019, mengungkap aktivitas perusakan lahan gambut di dalam kawasan Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang digerakkan oleh merek-merek makanan ringan dan bank-bank besar dunia.

Perusahaan-perusahaan itu dianggap  telah mengadopsi kebijakan untuk mengakhiri deforestasi dalam rantai pasok mereka bertahun-tahun yang lalu.

Namun masih terus memasok minyak kelapa sawit yang ditanam secara ilegal dari dalam hutan gambut Suaka Margasatwa Rawa Singkil yang dilindungi, bagian dari hutan hujan dataran rendah penting di Kawasan Ekosistem Leuser Sumatra yang terkenal di dunia.

Minyak sawit ini kemudian digunakan untuk memproduksi makanan ringan yang dijual di seluruh dunia oleh Unilever, Nestlé, PepsiCo, MondelÄ“z, General Mills, Kellogg`s, Mars dan Hershey. “Bukti yang dihasilkan dari investigasi kami sangat jelas,” ujar Gemma Tillack, Direktur Kebijakan RAN dalam siaran persnya kepada jurnas.com.

“Terlepas dari kenyataan bahwa merek-merek besar ini secara terbuka telah berjanji untuk mengakhiri deforestasi," ujar Tillack.

Dikatakannya lagi,  mereka (merek-merek besar)  masih memasok minyak sawit yang bersumber dari perusahaan yang mendorong ekspansi perkebunan kelapa sawit ke dalam salah satu jantung lanskap konservasi prioritas dengan tingkat perlindungan tertinggi.

Padahal, lanskap konservasi tersebut  untuk mengatasi krisis iklim dan kepunahan satwa liar—hutan gambut dataran rendah di Kawasan Ekosistem Leuser.

Dan kata Tillack lagi, pabrik kelapa sawit dalam investigasi ini sama sekali tidak memiliki sistem monitoring dasar untuk memastikan bahwa minyak sawit yang mereka kelola tidak bersumber dari perusakan hutan hujan.

"Seharusnya perusahaan dengan komitmen tanpa deforestasi tidak lagi membeli dari pabrik ini apabila perusahaan memang memiliki itikad baik untuk menerapkan kebijakan yang telah mereka buat," kata Tillack.

Perlu diketahui, kelestarian lanskap Singkil-Bengkung di dalam Kawasan Ekosistem Leuser —termasuk Suaka Margasatwa Rawa Singkil, hutan gambut Kluet dan hutan hujan dataran rendah yang menjadi penghubung— penting untuk dunia.

Karena terdiri dari hamparan lahan gambut langka, dalam, dan merupakan salah satu penyerap karbon alami paling berharga dan efektif untuk bumi.

Sebaliknya, ketika dikeringkan dan ditebang untuk perkebunan kelapa sawit seperti yang didokumentasikan dalam laporan ini, lahan gambut ini akan berubah menjadi bom karbon yang melepaskan polusi dalam jumlah yang sangat besar ke atmosfer selama bertahun-tahun.

Menjelang negosiasi Perjanjian COP PBB tahun 2015 di Paris, terjadi kebakaran gambut besar di Indonesia, yang didorong oleh ekspansi perkebunan kelapa sawit, apabila dikonversi jumlah polusi karbon yang dikeluarkan ke atmosfer lebih besar dari gabungan seluruh emisi karbon ekonomi Amerika Serikat.

Diperkirakan bahwa emisi karbon dari kebakaran di kedua lahan gambut ini dapat berkontribusi hingga 7% dari total emisi tahunan Indonesia, merongrong kemampuan Indonesia untuk memenuhi komitmennya terhadap Perjanjian Paris.

“Wilayah Singkil-Bengkung dari Kawasan Ekosistem Leuser akan menyajikan kesempatan langka apabila kita kelola dengan benar,” lanjut Gemma.

Data menurutnya, area ini masih memiliki habitat luas dan utuh untuk gajah, badak, orangutan, harimau, dan spesies lainnya yang tak terhitung jumlahnya untuk bertahan hidup.

"Tetapi tanpa tindakan nyata oleh perusahaan makanan kecil dan bank-bank besar, harta karun dan penyerap karbon alami yang tak ternilai ini akan hilang ditebang dan dikeringkan," ujarnya.

RAN menuntut agar merek-merek yang terungkap berkontribusi dalam penghancuran ini berhenti membeli minyak kelapa sawit yang bersumber dari pabrik nakal yang teridentifikasi dalam penyelidikan, sampai pabrik-pabrik tersebut mampu membuat membuat sistem pemantauan, penelusuran, dan memastikan sistem kepatuhan yang transparan.

"Sehingga,   dapat diverifikasi untuk memastikan mereka hanya menerima kelapa sawit yang benar-benar bertanggung jawab," ujar Tillack.

Selain itu, RAN juga menyerukan kepada perusahaan untuk menempatkan produsen yang melanggar aturan deforestasi dalam daftar larangan membeli, serta meminta bank-bank yang mendanai untuk memperkuat persyaratan pembiayaan bagi kliennya agar berhenti memasok kelapa sawit ilegal dan memperkuat sistem pemantauan dan kepatuhan hingga pemasok pihak ketiga.

KEYWORD :

Kelapa Sawit Bisnis Ilegal Rainforest Action Network Unilever Nestle




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :