Sabtu, 02/11/2024 07:03 WIB

Tidak Benar Syahrini Bongkar Skandal First Travel

Setelah tidak ada kejelasan, 13 agen tersebut dengan didampingi para pengacara InLaw membuat laporan pidana ke Bareskrim.

Artis Syahrini saat menghadiri persidangan kasus First Travel

Jakarta - Pernyataan pengacara Syahrini, Hotman Paris Hutapea bahwa Syahrini pemicu terkuaknya kasus First Travel (FT) adalah karangan belaka, tanpa dasar dan bukti yang dapat dipertanggungjawabkan. Apa sebabnya?

Pertama, adalah 13 agen yang memberikan kuasa kepada pengacara yang tergabung dalam Indonesia Nobilee Law Center (InLaw). Tim yang kemudian berubah menjadi Tim Advokasi Penyelamatan Dana Umroh (TPDU) mendampingi pelapor membuat laporan Pidana di Bareskrim Mabes Polri yang melaporkan para terdakwa itu.

Tercatat dalam laporan pidana di Bareskrim adalah, Setyaningsih Handayani sebagai pelapor  dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Informasi dan Transaksi Elektronik di kantor First Travel, 5 Desember 2015.

Kedua, 13 agen mulai gerah setelah beberapa program promo dengan menambah biaya, seperti upgrade Ramadhan, Urgent May, Program Milad dan sebagainya. Namun juga tidak ada pemberangkatan sebagaimana dijanjikan.

Sejak itu para agent  mulai berontak dan mencoba bermusyawarah sejak Januari 2017. Misalnya, mencoba membicarakan dengan manajemen FT, menemui Kementerian agama dua kali bertemu dengan Pak Zakarian dan pak Widodo bagian pengawasan haji dan umroh, mengadukan kepada YLKI, meminta Irjen Polda untuk memediasi sekitar Februari 2017, bertemu dengan ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing, beberapa pimpinan OJK lainnya lain sebagainya.

Termasuk juga kita berusaha untuk bermusyawarah dengan pengacara FT yakni Egi Sudjana. Setelah tidak ada kejelasan, 13 agent tersebut dengan didampingi para pengacara InLaw membuat laporan pidana ke Bareskrim.

"Jadi tidak benar karena faktor Syahrini terbongkarnya kasus FT," kata Luthfi Yazid dalam keterangan tertulis diterima redaksi, Rabu (4/4) 

Ketiga, tidak responsifnya Kemenag membuat kasus ini menjadi terkatung-katung tanpa solusi. Andaikan dari awal, kata Yazid, Kemenagmenjalankan fungsinya secara benar dan maksimal, tentu tak akan terjadi kasus semacam ini.

"Misalnya, kewajiban Kemenag untuk mengevaluasi kesehatan keuangan perusahaan Perusahaan Penyelenggara Ibadah Umroh (PPIU) sebelum Kemenag memberikan perpanjangan ijin," jelas Yazid

PPIU beroperasi tentu saja karena ada ijin dari kemenag, tanpa ijin Kemenag tak akan ada PPIU yang menyelenggarakan ibadah umroh. Dalam konteks ini, pemerintah juga gagal melindungi hak-hak fundamental warganya dan sudah seharusnya turut bertanggungjawab.

KEYWORD :

First Travel Syahrini Hotman Paris




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :