Kamis, 18/04/2024 07:15 WIB

Bagaimana Tata Cara Mengajukan Restitusi?

Selain hukuman kurungan dan denda, pelaku kejahatan terhadap anak juga harus membayar Restitusi. Bagaimana mekanisme pengajuannya?

Uang Rupiah

Bogor – Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2017, anak korban kejahatan kini berhak menuntut Restitusi, yakni sejumlah uang ganti rugi yang wajib dibayar oleh pelaku, setelah adanya kekuatan hukum tetap (incracth) dari pengadilan.

Tapi jangan salah, Restitusi bukan uang denda, sebagaimana yang selama ini ditetapkan oleh pengadilan usai pembacaan putusan. Restitusi berasal dari akumulasi kerugian kekayaan, penderitaan, dan biaya perawatan medis yang dialami oleh korban.

Sebelum menjawab pertanyaan bagaimana mekanisme melakukan permohonan Restitusi, pertama-tama harus diketahui yang berhak menerima Restitusi adalah anak korban tindak pidana.

Tindak pidana yang dimaksud antara lain; anak yang berhadapan dengan hukum, korban eksploitasi ekonomi atau seksual, korban pornografi, korban penculikan atau perdagangan orang, korban kekerasan fisik atau psikis, serta korban kejahatan seksual.

Nah, ketika anak menjadi korban kejahatan, permohonan Restitusi dapat dilakukan oleh orang tuanya. Tapi bagaimana jika yang bersangkutan adalah anak yatim atau justru orang tuanya sendiri sebagai pelaku kejahatan? Jika kondisinya demikian, maka permohonan Restitusi bisa dilakukan melalui wali, ahli waris, orang yang diberi surat kuasa, atau lembaga.

Dalam hal ini, lembaga yang dimaksud yakni Lembaga Perlindungan Saksi dan Anak (LPSK), Lembaga Bantuan Hukum (LBH), dan lembaga-lembaga yang menangani perlindungan anak.

Permohonan Restitusi dapat ditempuh melalui dua cara, pertama dilakukan sebelum adanya putusan pengadilan, dan kedua setelah adanya putusan pengadilan. Jika dilakukan sebelum, maka pihak pemohon dapat mengajukan hal itu kepada penyidik, jika sedang dalam proses penyidikan, atau penuntut umum, bila sedang dalam proses penuntutan.

Namun, jika pemohon memilih untuk mengajukan Restitusi setelah keluarnya putusan pengadilan, maka dapat ditempuh lewat LPSK.

Hal yang harus diperhatikan dalam pengajuan Restitusi, bahwa pemohon harus melengkapi syarat yang diperlukan dalam waktu tiga hari saja. Syarat tersebut di antaranya, identitas pemohon dan pelaku, uraian peristiwa yang dialami, uraian kerugian yang diderita, dan besaran atau jumlah Restitusi yang hendak diajukan.

“Terkait uraian kerugian psikis, penutut umum dan penyidik dapat berkoordinasi dengan LPSK untuk menentukan besarnya kerugian,” kata Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) Hasan, di Bogor, Jumat (27/10).

Akan tetapi, bila pemohon tidak bisa melengkapi persyaratan selama batas waktu tersebut, selanjutnya masih diberikan waktu untuk kembali mengajukan setelah adanya putusan pengadilan.

Ketika berkas sudah dinyatakan lengkap, maka proses penuntutan Restitusi akan dilanjutkan oleh penuntut umum selama persidangan, disertai dengan bukti yang kuat.

Perlu diketahui, dalam Pasal 21 ayat 1 disebutkan bahwa pelaku wajib membayar Restitusi kepada pihak korban, 30 hari sejak salinan putusan pengadilan diterima.

KEYWORD :

Restitusi Perempuan dan Anak Kementerian PPPA




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :