Selasa, 29/07/2025 01:25 WIB

Diduga Merusak Lingkungan. AMTI Desak ESDM Cabut Izin Operasi PT HWR

Kegiatan pertambangan HWR telah menyebabkan terjadinya deforestasi dan pencemaran lingkungan berat 

Kawasan tambang PT Hakkian Wellem Rumansi (HWR) di Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara. Foto: dok. jurnas

JAKARTA, Jurnas.com – Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Masyarakat Transparansi Indonesia (LSM-AMTI) mendesak agar izin operasional PT Hakkian Wellem Rumansi (HWR) di cabut. Perusahaan yang beroperasi di Kecamatan Ratatotok, Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara ini diduga telah merusak lingkungan dan menyerobot sejumlah tanah milikmasyarakat. HWR juga diduga melakukan penggelepan pajak.

Tuntutan tersebut disampaikan AMTI saat melakukan unjuk rasa di depan kantor Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (23/7/2025) lalu.

“LSM-AMTI melayangkan beberapa tuntutan baik kepada KPK maupun Kementerian ESDM terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT HWR di wilayah Ratatotok,” ujar Ketua Umum DPP LSM AMTI Tommy Turangan dalam keterangan tertulis pada Senin (28/7/2025).

Dalam aksi di depan kantor KPK, LSM-AMTI menuntut agar KPK segera turun ke lapangan dan menyelidiki adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT HWR, termasuk dugaan penggelapan pajak.

“Kami meminta KPK dapat turun langsung ke lokasi, menyelidiki berbagai dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT HWR termasuk adanya dugaan penggelapan pajak,” ujar Tommy Turangan, yang memimpin aksi bersama Deddy Rundengan.

Pada aksi di depankantor Kementerian ESDM, Turangan kembali menyampaikan berbagai tuntutan massa. Kementerian ESDM diminta segera mengambil Tindakan untuk membekukan aktivitas PT HWR di lokasi tambang Ratatotok.

Tommy juga memaparkan berbagai dugaan pelanggaran lainnya yang dilakukan oleh PT HWR seperti dugaan penyerobotan lahan warga, dan kerusakan lingkungan, yang diduga masuk ke dalam kejahatan agraria.

“Kesewenangan perusahaan PT HWR sudah banyak dikeluhkan masyarakat lingkar tambang, perusahaan tersebut diduga melakukan penyerobotan lahan milik warga, perusakan lingkungan dan kejahatan agraria. Ini harus menjadi perhatian serius dari Kementerian ESDM,” tegas Tommy.

Tommy juga mendesak Kementerian ESDM dan KPK segera melakukan penindakan terhadap PT HWR dan memeriksa pemilik perusahaan serta dugaan adanya oknum-oknum yang terlibat dalam pelanggaran yang dilakukan oleh PT HWR.

Sementara Aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Deddy Rundengan yang juga ikut memimpin aksi mengatakan Kementerian ESDM telah menolak Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT HWR untuk tahun 2024-2026, yang juga didukung oleh rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPRD Minahasa Tenggara terkait penghentian operasional PT HWR di Ratatotok.

“Kegiatan yang dilakukan perusahaan tersebut sebagai bentuk pembangkangan terhadap aturan,” tegas Deddy, yang juga warga Ratatotok tersebut.

Kuasa Hukum warga yang tanahnya diduduki PT HWR Dr Steven Y Pailah SH menambahkan kegiatan pertambangan yang dilakukan PT HWR di Ratatotok pada area seluas lebih dari 100 hektare tersebut telah menyebabkan dampak negatif bagi lingkungan dan kehidupan sosial mayarakat.

“Kegiatan pertambangan HWR telah menyebabkan terjadinya deforestasi dan pencemaran lingkungan berat yang akan membahayakan kelangsungan kehidupan Masyarakat di Ratatotok dan sekitarnya,” ujar Steven.

Menurut Steven, Pengawas Pertambangan juga sudah melakukan pemeriksaan teknis kegiatan pertambangan PT HWR di Ratatotok dan memberikan peringatan keras berkali-kali karena ketidakmampuan untuk melengkapi syarat-syarat pengelolaan, eksplorasi, produksi dan paska produksi.

Berdasarkan Laporan Pengawasan Tambang Kementerian ESDM RI, lanjut Steven, PT HWR tidak melakukan tindakan reboisasi dan penanaman kembali yang seharusnya dilakukan setelah melakukan usaha pertambangan.

Menurut Steven, Izin Usaha Pertambangan PT HWR akan berakhir pada bulan November 2025. Artinya selama 10 tahun PT HWR tidak/belum melakukan proses penanaman kembali.

“Jika sampai batas waktu tersebut izin habis maka yang tersisa adalah kolam besar dan tanah tandus yang menganga hasil dari kegiatan pertambangan yang tidak bertanggung-jawab,” kata Steven Pailah.

KEYWORD :

KPK HWR AMTI Merusak lingkungan ESDM




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :