
Ilustrasi bulan Safar (Foto: Kabiantour)
Jakarta, Jurnas.com - Dalam kalender Hijriah, bulan kedua dikenal sebagai Safar, sebuah nama yang sekilas terdengar sederhana, namun menyimpan sejarah dan makna yang tidak kalah dalam dibanding bulan-bulan lainnya. Kata “Safar” berasal dari bahasa Arab yang berarti kosong, sepi, atau perjalanan.
Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, penamaan ini tidak muncul tanpa alasan. Menurut penjelasan ulama klasik, sebutan Safar berkaitan erat dengan kondisi sosial masyarakat Arab pada masa pra-Islam. Saat itu, perkampungan menjadi sepi karena banyak penduduknya yang pergi meninggalkan rumah untuk berdagang atau berperang.
Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim menjelaskan bahwa rumah-rumah orang Arab tampak senyap dan kosong selama bulan Safar. Tradisi ini mencerminkan gaya hidup masyarakat kala itu yang cenderung nomaden dan sering berpindah untuk memenuhi kebutuhan atau mempertahankan wilayah.
Keterangan serupa juga dikemukakan oleh Ibnu Mandzur dalam kitab Lisânul ‘Arab, tepatnya pada juz ke-4 halaman 460. Ia menyebut bahwa nama Safar muncul karena kota Makkah saat itu menjadi lengang, ditinggal para penghuninya yang bepergian ke luar kota.
Namun, makna “kosong” dalam kata Safar tidak hanya merujuk pada fisik tempat tinggal yang ditinggal. Terdapat penafsiran lain yang menjelaskan bahwa kosong juga merujuk pada kondisi masyarakat yang berangkat tanpa bekal. Mereka pergi karena rasa takut akan serangan dari kabilah lain, sehingga meninggalkan perkampungan dalam keadaan terburu-buru.
Selain itu, alasan lain yang mendasari penamaan ini berkaitan dengan kebiasaan masyarakat Arab kuno yang memanen semua hasil tanaman mereka sebelum bulan Safar tiba. Setelah panen, ladang-ladang pun dibiarkan kosong tanpa sisa tumbuhan.
Tiga alasan inilah—kosongnya perkampungan, berangkat tanpa bekal, dan pengosongan ladang—yang menjadikan bulan kedua dalam kalender Qamariah ini dinamakan Safar. Penjelasan ini tercatat dalam berbagai literatur Islam klasik, termasuk Lisânul ‘Arab karya Muhammad al-Anshari.
Dalam konteks sejarah Islam, memahami makna di balik nama-nama bulan Hijriah bukan sekadar soal istilah, melainkan cerminan kehidupan sosial dan budaya bangsa Arab saat itu. Penamaan Safar adalah refleksi dari dinamika masyarakat yang hidup di bawah tekanan mobilitas tinggi dan konflik antarkabilah.
Hari ini, bulan Safar masih digunakan secara luas dalam berbagai aktivitas keagamaan dan sosial umat Islam di seluruh dunia. Meski maknanya telah bergeser dari konteks historisnya, pemahaman akan asal-usul nama ini memperkaya wawasan kita tentang akar budaya dalam sistem kalender Islam.
Bulan Safar dalam kalender Hijriah tahun 1447 H sendiri telah dimulai pada Sabtu, 26 Juli 2025. Berdasarkan data dari Kementerian Agama RI, bulan ini akan berlangsung hingga 24 Agustus 2025, sedangkan versi Kalender Hijriah Global Tunggal Muhammadiyah memperkirakan berakhir pada 23 Agustus 2025. (*)
KEYWORD :Bulan Safar Kalender Hijriah Info Keislaman