
Ilustrasi polusi udara (Foto: Reuters)
Jakarta, Jurnas.com - Polusi udara bukan hanya urusan paru-paru. Penelitian global terbaru menunjukkan, kualitas udara yang buruk bisa diam-diam merusak otak dan meningkatkan risiko demensia secara signifikan.
Sebuah analisis berskala besar yang melibatkan hampir 30 juta orang di seluruh dunia mengungkap bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara – terutama dari emisi kendaraan – berkaitan erat dengan meningkatnya risiko penyakit Alzheimer dan demensia vaskular.
Penelitian ini dipimpin oleh para ilmuwan dari Medical Research Council Epidemiology Unit di University of Cambridge, yang menggabungkan data dari 51 studi internasional, 34 di antaranya digunakan dalam meta-analisis.
Polusi yang Menyasar Otak
Fokus utama penelitian ini adalah tiga jenis polutan: PM2.5, nitrogen dioksida (NO₂), dan jelaga (soot). PM2.5 adalah partikel mikroskopis yang bisa menembus jauh ke dalam paru-paru, bahkan mencapai aliran darah. Partikel ini banyak ditemukan di asap kendaraan, debu konstruksi, dan hasil pembakaran bahan bakar padat. NO₂, yang juga umum di udara kota besar, merupakan hasil samping dari pembakaran bahan bakar fosil – terutama dari mesin diesel. Sementara itu, jelaga adalah residu hitam dari pembakaran tak sempurna yang juga ikut mengotori udara dan berpotensi merusak organ dalam.
Dampak dari polusi ini terhadap risiko demensia cukup signifikan. Setiap peningkatan 10 mikrogram per meter kubik (μg/m³) PM2.5 dikaitkan dengan peningkatan risiko demensia sebesar 17 persen. Untuk NO₂, risiko meningkat 3 persen untuk setiap kenaikan kadar yang sama, sementara peningkatan 1 μg/m³ jelaga dapat meningkatkan risiko hingga 13 persen.
Bagaimana Polusi Bisa Merusak Otak
Dampak polusi udara terhadap otak sebagian besar diyakini terjadi melalui proses peradangan dan stres oksidatif. Kedua mekanisme ini diketahui dapat merusak sel, protein, dan bahkan DNA dalam jaringan otak. Polutan bisa memasuki tubuh melalui paru-paru, kemudian beredar lewat aliran darah hingga mencapai otak, di mana ia bisa memicu reaksi inflamasi yang mendukung perkembangan demensia.
Menariknya, efek ini tidak terbatas pada Alzheimer. Hubungan yang lebih kuat justru ditemukan pada demensia vaskular, yang disebabkan oleh gangguan aliran darah ke otak. Jenis demensia ini juga telah memengaruhi ratusan ribu orang di Inggris saja, dan kemungkinan lebih banyak lagi di seluruh dunia.
Ketimpangan dalam Penelitian dan Paparan Polusi
Studi ini juga menyoroti adanya ketimpangan dalam penelitian. Sebagian besar studi sebelumnya dilakukan di negara-negara berpendapatan tinggi dan pada populasi kulit putih, padahal masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok minoritas seringkali lebih terpapar polusi. Sayangnya, mereka justru kurang terwakili dalam data.
Clare Rogowski, salah satu penulis studi, menegaskan pentingnya kebijakan yang adil dalam mengurangi polusi. Ia menyebut bahwa intervensi besar dibutuhkan, termasuk pengaturan yang lebih ketat terhadap emisi dari sektor transportasi dan industri.
Mengurangi Polusi, Meringankan Beban Demensia
Dampak polusi udara terhadap kesehatan otak tidak bisa ditangani hanya oleh sektor kesehatan. Para peneliti menekankan perlunya pendekatan lintas sektor – termasuk peran penting dari kebijakan lingkungan, perencanaan kota, dan sistem transportasi publik.
Menurut Dr. Christiaan Bredell, mencegah demensia adalah tanggung jawab bersama. “Penelitian ini memperkuat argumen bahwa kebijakan lingkungan adalah bagian tak terpisahkan dari strategi pencegahan demensia,” ujarnya.
Udara Bersih, Otak Lebih Sehat
Temuan ini menjadi pengingat bahwa udara yang kita hirup setiap hari bisa memengaruhi fungsi otak dalam jangka panjang. Mengurangi polusi udara bukan hanya tentang menjaga paru-paru tetap sehat atau melawan perubahan iklim – ini juga langkah penting untuk melindungi otak dan kualitas hidup generasi mendatang.
Studi lengkap ini diterbitkan dalam jurnal The Lancet Planetary Health. (*)
Sumber: Earth
Polusi Udara Demensia Alzheimer Kesehatan Otak Lingkungan Sehat