
Ilustrasi - sound horeg (Foto: Instagram/pemburu.horeg.pendemclumprit)
Jakarta, Jurnas.com - Fenomena sound horeg kembali menjadi perbincangan publik. Pertunjukan dengan kekuatan sistem suara besar yang menghasilkan getaran hingga mempengaruhi lingkungan sekitar ini dinilai bukan hanya sekadar hiburan belaka.
Praktik tersebut kemudian mendapat kritikan tajam dari beberapa tokoh agama di Jawa Timur yang menentang keras keberadaannya.
Baru-baru ini, Forum Satu Muharam (FSM) Pasuruan yang diselenggarakan pada 26–27 Juni 2025 secara resmi mengeluarkan fatwa haram terhadap sound horeg.
Forum tersebut dipimpin oleh KH Muhibin Aman Aly, Pengasuh Pesantren Besuk, Pasuruan, dan dihadiri sejumlah kiai dari pesantren-pesantren besar di Jawa dan Madura.
Dalam pernyataannya, KH Muhib menegaskan bahwa sound horeg bukan sekadar soal kebisingan.
Mengenal Fungsi dan Tipe Anak dalam Alquran
“Kami menilai istilah ‘sound horeg’ memang sudah mengandung unsur negatif yang membedakannya dari sekadar sound system,” ujar beliau sebagaimana dikutip dari NU Online, pada Sabtu (26/7).
Menurut KH Muhib, dalam banyak kasus, sound horeg identik dengan acara yang memicu kemaksiatan.
“Ada unsur syiar fussaq di sana, yakni simbol-simbol orang-orang fasiq. Seringkali diiringi tarian tak pantas, percampuran bebas laki-laki dan perempuan, dan perilaku lainnya yang jauh dari nilai-nilai Islam,” tegasnya.
Atas dasar itu, ia menyatakan bahwa praktik sound horeg haram dilakukan di mana pun, baik mengganggu atau tidak. “Fatwa ini berdiri sendiri, tanpa menunggu larangan dari pemerintah,” ujarnya lagi.
Menanggapi munculnya fatwa tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat pun angkat bicara. Sekretaris Komisi Fatwa MUI, KH Miftahul Huda, mengatakan bahwa sound horeg memang kerap meresahkan warga.
Laporan masyarakat yang masuk menunjukkan adanya gangguan serius seperti kerusakan kaca rumah hingga gangguan pendengaran akibat polusi suara.
“Kalau sudah mengganggu kenyamanan warga dan merusak lingkungan, maka ini bukan sekadar masalah ibadah, tapi sudah menyentuh ranah ketertiban umum,” ungkap Kiai Miftah, dikutip dari laman resmi MUI, pada Sabtu (26/7).
Meski demikian, ia menjelaskan bahwa fatwa saja tidak cukup untuk menghentikan aktivitas tersebut.
“Fatwa itu sifatnya anjuran keagamaan, tidak mengikat secara hukum. Karena itu, harus ada langkah nyata dari pihak keamanan dan pemerintah daerah,” jelasnya.
Menurutnya, aparat seperti kepolisian dan Satpol PP perlu turun tangan dengan regulasi yang jelas, misalnya berupa surat edaran atau larangan resmi, agar aktivitas sound horeg tidak semakin meluas dan merusak ketertiban masyarakat.
Kiai Miftah juga mengklarifikasi bahwa hingga saat ini MUI Pusat belum mengeluarkan fatwa haram soal sound horeg. Fatwa yang ada berasal dari forum bahtsul masail di lingkungan pesantren Pasuruan.
Namun demikian, MUI tetap mendukung setiap upaya yang bertujuan menjaga ketertiban umum dan mencegah mudarat di masyarakat.
KEYWORD :Islam sound horeg fatwa MUI