Sabtu, 26/07/2025 14:29 WIB

Thailand, Negara di ASEAN yang Tak Pernah Dijajah, Bagaimana dengan Kamboja?

Thailand, Negara di ASEAN yang Tak Pernah Dijajah, Bagaimana dengan Kamboja?

Gambar bendera Thailand berkibar di atas kapal - Ilustrasi Thailand, Negara di ASEAN yang Tak Pernah Dijajah, Bagaimana dengan Kamboja? (Foto: Pexels/Alexey Demidov)

Jakarta, Jurnas.com - Thailand dan Kamboja kembali saling tembak artileri berat pada Jumat (25/7), melanjutkan bentrokan bersenjata terburuk mereka dalam lebih dari satu dekade. Setidaknya 16 orang tewas dan puluhan ribu orang terpaksa mengungsi dari daerah perbatasan yang kini berubah jadi medan konflik terbuka.

Meski dunia internasional menyerukan gencatan senjata, kedua negara justru saling tuding. Thailand menuduh Kamboja sengaja menargetkan warga sipil, sementara Kamboja menuduh Thailand menggunakan munisi tandan—jenis persenjataan yang dikutuk secara luas oleh komunitas global.

Ketegangan ini mencerminkan sejarah panjang relasi rumit antara dua negara yang berbatasan langsung namun memiliki jalur sejarah yang sangat berbeda. Salah satu perbedaan mendasarnya ialah Thailand tidak pernah dijajah, sedangkan Kamboja sempat menjadi protektorat kolonial Prancis selama hampir seabad.

Dikutip dari berbagai sumber, pada akhir abad ke-19, kawasan Asia Tenggara menjadi ajang perebutan pengaruh antara Inggris dan Prancis. Thailand—saat itu dikenal sebagai Siam—berada di posisi krusial: terjepit di antara koloni Inggris di barat dan selatan serta koloni Prancis di timur.

Situasi yang rawan ini justru menjadi alasan Thailand membangun strategi bertahan. Alih-alih melawan dengan kekuatan militer, Siam memilih pendekatan diplomasi aktif, menawarkan diri sebagai negara penyangga dan menjalin hubungan seimbang dengan dua kekuatan kolonial besar.

Sebagai bagian dari kompromi politik, Thailand memang menyerahkan wilayah seperti Laos dan Kamboja kepada Prancis. Namun inti kedaulatan, termasuk sistem pemerintahan dan wilayah pusat kekuasaan, tetap dipertahankan secara utuh.

Sebaliknya, Kamboja memilih strategi yang berbeda. Ditekan oleh dua kekuatan regional—Thailand di barat dan Vietnam di timur—Raja Norodom pada 1863 menandatangani perjanjian protektorat dengan Prancis untuk mencari perlindungan.

Langkah itu bukannya memperkuat posisi Kamboja, tetapi justru membuka jalan bagi kendali asing. Dalam praktiknya, Prancis mengambil alih urusan luar negeri, keuangan, dan pemerintahan, menjadikan Kamboja secara de facto kehilangan kedaulatan hingga merdeka kembali pada 1953.

Sementara itu, Thailand melakukan reformasi internal besar-besaran di bawah Raja Mongkut dan Raja Chulalongkorn. Infrastruktur dibangun, sistem hukum dimodernisasi, pendidikan diperluas, dan birokrasi diperbarui mengikuti pola Eropa—semua dilakukan dengan tujuan memperkuat citra negara sebagai bangsa yang modern dan mandiri.

Dengan tampil sebagai negara “beradab” di mata Barat, Thailand mematahkan narasi kolonial klasik: bahwa negara timur harus dijajah demi dibimbing. Ini membuat kekuatan Eropa tidak punya dasar moral atau politis untuk mencaploknya.

Thailand juga memiliki pemimpin yang tak hanya cerdas secara domestik, tapi juga luwes di arena internasional. Raja Chulalongkorn secara aktif menjalin hubungan diplomatik langsung dengan kekuatan Eropa, memastikan bahwa Siam tidak dianggap musuh, melainkan mitra.

Dari pilihan-pilihan itulah, Thailand mampu menghindari takdir yang dialami banyak tetangganya: pendudukan, perlawanan, dan dekolonisasi yang menyakitkan. Sebaliknya, ia membangun identitas nasional tanpa jeda kolonial. (*)

KEYWORD :

Thailand Kamboja ASEAN Penjajahan Kolonialisme




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :