Sabtu, 26/07/2025 13:50 WIB

Mengapa Thailand Kebal dari Penjajahan?

Fakta ini membuat Thailand unik di antara negara-negara di ASEAN lainnya, temasuk Indonesia yang pernah mengalami pejajahan oleh kekuatan kolonial seperti Inggris, Portugis, hingga Belanda.

Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra berbicara kepada pejabat administratif di kota perbatasan Thailand-Kamboja di distrik Aranyaprathet, Thailand, 26 Juni 2025. REUTERS

Jakarta, Jurnas.com - Di antara negara-negara Asia Tenggara yang pernah mengalami penjajahan, hanya Thailand yang berhasil mempertahankan kedaulatannya sejak awal. Fakta ini membuat Thailand unik di antara negara-negara di ASEAN lainnya, temasuk Indonesia yang pernah mengalami pejajahan oleh kekuatan kolonial seperti Inggris, Portugis, hingga Belanda.

Lantas, kenapa Thailand kebal dari penjajahan? Salah satu alasannya ialah bukan karena letaknya aman, bukan pula karena tak diminati kekuatan kolonial, melainkan karena kepiawaian membaca zaman.

Dikutip dari berbagai sumber, pada akhir abad ke-19, Asia Tenggara menjadi panggung perebutan Eropa, termasuk antara Inggris dan Prancis. Thailand, yang saat itu masih bernama Siam, berdiri tepat di tengah, diapit oleh koloni-koloni baru yang terus bertambah di sekitarnya.

Posisi geografis yang strategis ini menjadikannya wilayah yang rentan, namun bukan tanpa peluang. Alih-alih melawan secara terbuka, kerajaan memilih jalan diplomasi aktif sebagai tameng pertahanan utama.

Melalui perjanjian-perjanjian terukur, Siam bersedia menyerahkan sebagian wilayah pinggiran seperti Laos dan Kamboja. Namun, seluruh proses itu dilakukan untuk satu tujuan: mempertahankan pusat kekuasaan dan identitas nasional.

Kebijakan ini tak berdiri sendiri, karena para raja Siam kala itu sadar bahwa bertahan secara politik tidak cukup tanpa modernisasi. Maka di bawah kepemimpinan Raja Mongkut dan terutama Raja Chulalongkorn, dilakukan reformasi besar-besaran di dalam negeri.

Jalur kereta api dibangun, sistem pendidikan dan hukum diperbarui, dan struktur pemerintahan disesuaikan dengan model Eropa. Reformasi ini bukan semata meniru Barat, melainkan strategi untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Siam adalah negara yang "beradab" dan tak membutuhkan intervensi.

Dengan tampil sebagai negara modern yang stabil, Thailand mematahkan alasan-alasan klasik kolonialisme, seperti membawa peradaban atau menertibkan kekacauan. Dunia Barat melihatnya sebagai negara yang bisa diajak bekerja sama, bukan wilayah yang perlu ditaklukkan.

Kepemimpinan pun menjadi kunci penting. Raja Chulalongkorn bukan hanya simbol reformasi, tapi juga diplomat ulung yang mampu bernegosiasi langsung dengan pemimpin-pemimpin Eropa dan meraih rasa hormat mereka.

Dari situ, terbentuk pola pertahanan yang tidak berbasis militer, melainkan kecerdasan berstrategi. Thailand tidak melawan dengan senjata, tetapi dengan keluwesan politik yang tak dimiliki banyak negara lain pada saat itu.

Hasilnya, selama gelombang kolonialisme mengubah peta Asia Tenggara, Thailand tetap berdiri sebagai satu-satunya negara yang tak kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Sebuah pengecualian yang bukan lahir dari keberuntungan sejarah, melainkan keputusan-keputusan cermat yang dibayar dengan konsesi, kompromi, dan visi jauh ke depan. (*)

 

KEYWORD :

Thailand ASEAN Penjajahan Kolonialisme




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :