
Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta. (Foto: Runi/nr)
Jakarta, Jurnas.com - Perjanjian dagang antara RI dan Amerika Serikat terkait transfer data harus dilaksanakan dengan tunduk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Hal itu sebagaimana diutarakan Wakil Ketua Komisi I DPR RI Sukamta dalam keterangan resminya, Jumat (25/7).
“Mekanisme transfer data harus tunduk pada UU PDP yang sudah kita miliki, seperti diatur dalam Pasal 56,” kata dia.
Pasal 56 ayat (1) UU PDP mengatur bahwa pengendali data pribadi dapat melakukan transfer data pribadi kepada pengendali data pribadi dan/atau prosesor data pribadi di luar wilayah hukum Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur.
Ozzy Osbourne Meninggal, Putrinya Bantah Ada Perjanjian Bunuh Diri Antara Ayah dan Ibunya
Sementara itu, Pasal 56 ayat (2) UU PDP menegaskan dalam melakukan transfer data pribadi, pengendali data pribadi wajib memastikan negara tempat kedudukan pengendali data pribadi dan/atau prosesor yang menerima transfer data memiliki tingkat pelindungan yang setara atau lebih tinggi.
“Setiap transfer data ke AS harus disertai syarat yang setara: perlindungan hukum timbal balik, termasuk hak audit bagi otoritas Indonesia, dan kontrol penuh atas data strategis warga negara,” katanya.
“Jika hal-hal tersebut tidak terpenuhi maka pengelola data pribadi harus memperoleh izin dari para subjek data untuk dilakukan CBDT (cross-border data transfer atau transfer data lintas batas),” sambung Sukamta.
Ia mendorong tim negosiator dari pemerintah Indonesia memahami konteks transfer data yang diatur dalam UU PDP. Hal ini agar para negosiator dapat merundingkan persoalan transfer data secara lebih detail dan selaras dengan peraturan perundang-undangan.
Dia menambahkan, kedaulatan data dalam perjanjian antarnegara perlu pula ditegaskan guna memastikan bahwa data warga tetap berada dalam yurisdiksi hukum nasional, sekalipun data tersebut diproses di luar negeri.
“Tim negosiator Indonesia jangan sampai menyetujui skema transfer data lintas batas tanpa adanya jaminan perlindungan hukum yang memadai, terutama karena AS belum memiliki undang-undang perlindungan data di tingkat federal yang seperti GDPR (General Data Protection Regulation) di Eropa, yang ada hanya UU PDP di beberapa negara bagian AS,” ucapnya.
Selaku legislator di bidang urusan pertahanan dan komunikasi, ia berpesan tim negosiator Indonesia harus memahami transfer data pribadi bukan sekadar isu perdagangan, melainkan juga menyangkut kedaulatan digital, keamanan nasional, dan keadilan ekonomi.
Lebih lanjut Sukamta mengatakan perjanjian ini sekaligus menjadi momentum bagi Indonesia untuk segera menyelesaikan penyusunan aturan turunan dari UU PDP.
“Seperti peraturan pemerintah PDP dan peraturan presiden tentang pembentukan lembaga PDP karena waktu pembentukan lembaga sudah terlambat sembilan bulan dari seharusnya maksimal Oktober 2024 lalu,” terangnya.
Sebelumnya, melalui laman resminya, Gedung Putih menyatakan bahwa AS dan Indonesia telah menyepakati kerangka kerja untuk merundingkan perjanjian perdagangan timbal balik guna memperkuat kerja sama ekonomi.
Salah satu poin utama dalam kesepakatan itu ialah penghapusan hambatan perdagangan digital, termasuk komitmen Indonesia untuk memberikan kepastian terhadap perpindahan data ke AS.
Dalam butir “Removing Barriers for Digital Trade”, disebutkan bahwa Indonesia akan mengakui AS sebagai negara dengan tingkat perlindungan data yang memadai sesuai hukum yang berlaku di Indonesia, yang mana memungkinkan data pribadi dapat dipindahkan secara lintas batas secara lebih leluasa.
KEYWORD :
Warta DPR Wakil Ketua Komisi I Sukamta UU PDP perlindungan data pribadi perjanjian