Sabtu, 02/08/2025 14:50 WIB

Hari Pencegahan Tenggelam Sedunia, Kenali Bahaya dan Cara Mencegahnya

Setiap 25 Juli, dunia memperingati Hari Pencegahan Tenggelam Sedunia, sebuah momentum internasional yang lahir dari resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada April 2021.

Tim SAR Gabungan lakukan pencarian kapan tenggelam di perairan Manado (Foto: Jurnas/Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Setiap 25 Juli, dunia memperingati Hari Pencegahan Tenggelam Sedunia, sebuah momentum internasional yang lahir dari resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada April 2021. Tanggal 25 Juli ditetapkan untuk mengingatkan bahwa tenggelam adalah darurat kesehatan masyarakat yang kerap luput dari perhatian, meski setiap tahunnya merenggut ratusan ribu nyawa.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 236.000 orang meninggal akibat tenggelam setiap tahun. Ironisnya, mayoritas korban berasal dari kelompok usia muda, menjadikan tenggelam sebagai salah satu penyebab utama kematian anak-anak dan remaja usia 1 hingga 24 tahun di dunia.

Dikutip dari laman PBB dan WHO, meski terjadi di hampir semua wilayah, dampak paling besar dirasakan negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah. Di kawasan Asia Tenggara dan Pasifik Barat, tingkat kematian akibat tenggelam tercatat 27 hingga 32 kali lebih tinggi dibanding negara-negara Eropa Barat seperti Inggris dan Jerman.

Fakta ini menunjukkan bahwa risiko tenggelam tak hanya soal air, tapi juga ketimpangan akses terhadap keselamatan. Anak-anak di pedesaan, terutama yang tinggal dekat sungai, danau, atau sumur tanpa pengaman, menjadi kelompok paling rentan.

Yang lebih memprihatinkan, sebagian besar insiden terjadi bukan di laut lepas, melainkan di lingkungan sehari-hari. Sumur terbuka, kolam penyimpanan air rumah tangga, hingga kolam renang tanpa pengawasan menjadi lokasi umum tenggelam yang sering kali dianggap remeh.

Namun, di balik keheningan tragedi ini, harapan tetap terbuka lebar. WHO menegaskan bahwa sebagian besar kematian akibat tenggelam bisa dicegah melalui intervensi sederhana dan berbasis komunitas.

Penerapan penghalang di sekitar perairan, pengawasan anak-anak di tempat penitipan yang aman, hingga pengajaran keterampilan berenang dan penyelamatan menjadi langkah kunci yang terbukti menyelamatkan nyawa. Selain itu, pelatihan resusitasi bagi masyarakat dan penerapan regulasi keselamatan pelayaran juga sangat dibutuhkan.

PBB melalui WHO kini mengambil peran utama dalam mendorong kolaborasi lintas sektor di tingkat global. WHO juga memimpin penyusunan materi advokasi dan panduan implementasi yang digunakan oleh negara-negara untuk memperkuat upaya pencegahan tenggelam.

Di banyak negara berkembang, WHO telah bekerja sama dengan pemerintah lokal dalam mengembangkan program-program berbasis bukti. Pendekatannya menyasar anak-anak prasekolah, komunitas pesisir, hingga wilayah rawan banjir dengan intervensi yang relevan secara budaya dan geografis.

Peringatan 25 Juli bukan sekadar seremonial tahunan, tapi ajakan kolektif untuk bertindak nyata. Seluruh pemangku kepentingan—dari pemerintah, organisasi sipil, sektor swasta, hingga individu—didorong untuk mengambil peran aktif dalam pencegahan.

Tenggelam memang tak selalu menjadi berita utama, namun dampaknya nyata dan berkelanjutan. Setiap nyawa yang hilang karena tenggelam adalah kehilangan yang seharusnya bisa dicegah dengan kesadaran, kebijakan, dan aksi bersama.

Kini saatnya menjadikan keselamatan air sebagai bagian dari perencanaan pembangunan yang adil dan inklusif. Karena di balik setiap insiden tenggelam, ada anak-anak yang seharusnya masih bisa tumbuh, bermain, dan bermimpi. (*)

KEYWORD :

Hari Pencegahan Tenggelam Seduania 22 Juli Peringatan Hari Pencegahan Tenggelam




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :