Sabtu, 02/08/2025 14:42 WIB

Multitasking Mengganggu Ritme Alami Otak, Ini Penjelasan Ilmiahnya

Ketika dua objek hadir bersamaan, otak tidak mempercepat ritme untuk mengimbangi, tapi membaginya. Masing-masing objek hanya mendapat “jatah” sekitar 4 kilatan per detik, bukan 8. Ini menjelaskan kenapa multitasking memperlambat respons.

Ilustrasi Multitasking Mengganggu Ritme Alami Otak, Ini Penjelasan Ilmiahnya (foto: Doknet)

Jakarta, Jurnas.com - Otak kita bukan mesin pemroses terus-menerus—ia bekerja dalam denyutan cepat, seolah-olah menyinari dunia sekitar dalam kilatan cahaya delapan kali per detik. Temuan baru dari tim peneliti di Hebrew University of Jerusalem mengungkap bahwa perhatian manusia bekerja secara ritmis, dalam pola yang disebut attentional sampling.

“Lingkungan membombardir kita dengan informasi visual, tapi otak tidak bisa memproses semuanya sekaligus,” jelas Prof. Ayelet N. Landau dari Hebrew University of Jerusalem.

Pola attentional sampling ialah cara otak menyiasati kelebihan beban informasi dengan berhenti dan mulai dalam irama teratur.

Perhatian Tak Pernah Benar-Benar Diam

Studi klasik menunjukkan bahwa neuron saling bersaing untuk mendapatkan sumber daya otak, dikenal sebagai biased competition. Attentional sampling memperlihatkan bahwa ini bukan soal kalah-menang, melainkan soal berbagi waktu.

Tim Landau menemukan bahwa saat seseorang memusatkan pandangan pada satu objek, akurasi persepsi mereka naik-turun sesuai irama 8 Hz, sejalan dengan ritme otak yang terlihat lewat pemindaian. Puncaknya menandai kepekaan tinggi, lembahnya menunjukkan jeda singkat.

Jeda ini sangat singkat—sekitar sepersepuluh detik—sehingga kesadaran terasa terus-menerus. Namun, di balik layar, korteks visual sedang “naik turun”, memungkinkan satu kilatan informasi selesai sebelum yang berikutnya datang.

Detak Alami Ini Ada Bahkan Saat Tidak Melihat Apa-Apa

EEG (electroencephalography) menunjukkan bahwa ritme ini mengikuti gelombang theta frekuensi rendah yang mengatur persepsi, perencanaan gerak, hingga pembentukan ingatan.

Ketika perhatian diarahkan pada objek tertentu, ritme ini berfungsi seperti saklar: membuka saat informasi relevan masuk, dan menutup saat tidak. Menariknya, ritme ini muncul bahkan saat seseorang hanya menatap layar kosong. Artinya, irama tersebut memang bawaan sistem, bukan hasil tugas visual tertentu.

Fokus Terbagi = Ritme Melambat

Ketika dua objek hadir bersamaan, otak tidak mempercepat ritme untuk mengimbangi, tapi membaginya. Masing-masing objek hanya mendapat “jatah” sekitar 4 kilatan per detik, bukan 8. Ini menjelaskan kenapa multitasking memperlambat respons.

Efek yang sama terlihat bahkan ketika dua objek itu tumpang tindih di tempat yang sama, tetapi berbeda warna atau gerakan. Jadi, otak membagi fokus berdasarkan saluran informasi, bukan lokasi fisik.

Dalam salah satu eksperimen, dua awan titik warna saling bertumpuk. Saat peserta diminta mendeteksi kilatan dari salah satu warna, akurasi mereka berayun pada frekuensi 4 Hz. Namun saat hanya satu warna tersisa, ritmenya kembali ke 8 Hz—menunjukkan bahwa pembagian itu disengaja, bukan karena kelelahan.

Otak Berpindah Fokus Bahkan Saat Kita Tak Sadar

Menariknya, sampling tetap berlangsung meskipun peserta tidak sadar sedang melihat dua gambar berbeda. Saat tiap mata diberi gambar yang berbeda, ritme perhatian tetap berayun pada 4 Hz. Ini menunjukkan bahwa proses seleksi sudah dimulai jauh sebelum kita menyadarinya.

Aplikasi Nyata: Teknologi dan Medis

Insinyur antarmuka kini mengeksplorasi kemungkinan menyinkronkan sinyal peringatan dengan puncak ritme otak, agar meningkatkan kecepatan reaksi.

Dalam simulasi kokpit, pendekatan ini memberikan peningkatan kecil namun signifikan.

Di bidang medis, ritme 8 Hz tetap muncul pada anak-anak dengan ADHD, namun cenderung melemah ketika ADHD disertai autisme—membuka potensi jalur intervensi baru.

Dari Mana Asal Irama Ini?

Beberapa lab menelusuri asal ritme ini ke pusat kendali di korteks frontal, sementara yang lain menemukannya muncul langsung dari sirkuit penghambat di korteks visual. Mungkin keduanya benar—otak kerap menggunakan lapisan ganda untuk mencapai satu tujuan.

Untuk menjawab ini, para peneliti kini menggunakan metode perekaman bertingkat dalam otak pasien epilepsi yang menjalani persiapan bedah.

Masa Depan Riset Ritme Otak

Penelitian lanjutan akan melihat apakah sampling ini juga terjadi dalam pendengaran, sentuhan, dan penciuman—menguji apakah otak menggunakan sistem penjadwalan yang sama lintas indra.

Model digital dari perilaku otak juga tengah dikembangkan untuk memprediksi seberapa banyak aliran informasi yang bisa ditangani sebelum muncul kemacetan.

Penelitian ini diterbitkan di jurnal Trends in Cognitive Sciences, dan memberi wawasan mendalam tentang bagaimana otak memilih apa yang layak diproses—dengan ritme yang tak pernah berhenti berdetak. (*)

Sumber: Earth

KEYWORD :

Ritme otak manusia cara kerja perhatian otak multitasking konsentrasi otak




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :