
Ilustrasi - Perempuan Butuh Tidur Lebih Lama dari Laki-Laki (Foto: Pexels/Miriam Alonso)
Jakarta, Jurnas.com - Berbagai studi ilmiah menunjukkan bahwa perempuan tidur sedikit lebih lama dibanding laki-laki—rata-rata sekitar 20 menit lebih banyak setiap malam. Namun, meskipun tidur mereka lebih panjang dan lebih dalam, banyak perempuan tetap merasa tidak cukup istirahat.
Fenomena tersebut tidak hanya berkaitan dengan faktor biologis seperti hormon, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi psikologis dan beban sosial yang lebih besar dalam kehidupan sehari-hari– serta tergantung pada bagaimana tidur itu diukur.
Siapa yang Butuh Tidur Lebih Lama, dan Bagaimana Cara Mengukurnya?
Dilansir dari ScinceAlert, guna menggali jawaban atas pertanyaan tersebut, para peneliti menggunakan dua metode utama untuk mengukur tidur, yakni self-reporting dan pengukuran objektif.
Metode pertama, self-reporting, yaitu meminta orang melaporkan sendiri berapa lama mereka tidur. Tapi, metode ini rentan bias karena banyak orang tidak akurat dalam memperkirakan waktu tidurnya.
Metode kedua, pengukuran objektif, yakni menggunakan alat seperti wearable sleep trackers atau metode polysomnography (pemeriksaan tidur di laboratorium menggunakan sensor otak, pernapasan, dan gerakan tubuh).
Hasil dari studi berbasis pengukuran objektif menunjukkan bahwa perempuan rata-rata tidur 20 menit lebih lama dari laki-laki. Studi global terhadap hampir 70.000 pengguna pelacak tidur menemukan perbedaan kecil namun konsisten antar gender di semua kelompok usia. Misalnya, perempuan usia 40–44 tahun tidur sekitar 23–29 menit lebih lama dibanding laki-laki.
Studi lain menggunakan polysomnography menemukan perempuan juga menghabiskan lebih banyak waktu di tidur dalam (deep sleep) – sekitar 23% dibandingkan 14% pada laki-laki. Menariknya, kualitas tidur laki-laki cenderung menurun seiring bertambahnya usia, sementara perempuan relatif stabil.
Namun, penting diingat: kebutuhan tidur bersifat individual. Rata-rata perempuan memang tidur sedikit lebih lama, tapi bukan berarti semua perempuan butuh tidur ekstra 20 menit—apalagi dua jam. Klaim seperti itu menyederhanakan kenyataan kompleks yang melibatkan banyak faktor.
Realitas Tidur Perempuan: Tidur Lebih Lama, Tapi Merasa Lebih Lelah
Meskipun secara objektif perempuan tidur lebih lama dan lebih nyenyak, mereka lebih sering melaporkan kualitas tidur yang buruk. Bahkan, perempuan 40% lebih mungkin didiagnosis insomnia dibanding laki-laki.
Mengapa bisa ada ketidaksesuaian antara data di laboratorium dan kenyataan sehari-hari?
Karena banyak penelitian mengabaikan faktor penting yang memengaruhi tidur, seperti masalah kesehatan mental, fluktuasi hormon, konsumsi alkohol, dan penggunaan obat. Padahal, semua ini sangat berpengaruh terhadap kualitas istirahat seseorang.
Pengaruh Biologi, dari Pubertas hingga Menopause
Perbedaan pola tidur antara perempuan dan laki-laki mulai terlihat sejak pubertas, lalu meningkat saat kehamilan, pasca melahirkan, dan perimenopause.
Fluktuasi hormon, terutama estrogen dan progesteron, diketahui berdampak besar terhadap tidur. Contohnya, banyak perempuan mengalami gangguan tidur menjelang menstruasi, saat kadar hormon menurun tajam. Penurunan estrogen saat perimenopause juga menjadi salah satu penyebab utama gangguan tidur, termasuk fenomena “bangun jam 3 pagi dan sulit tidur kembali”.
Selain hormon, kondisi kesehatan seperti gangguan tiroid dan defisiensi zat besi – yang lebih sering terjadi pada perempuan – juga berkontribusi terhadap kelelahan dan gangguan tidur.
Faktor Psikologis dan Sosial Tidak Bisa Diabaikan
Perempuan lebih rentan mengalami depresi, kecemasan, dan trauma – kondisi yang sangat berkaitan dengan gangguan tidur. Pola pikir seperti kekhawatiran berlebihan dan overthinking juga lebih umum pada perempuan, dan ini berdampak langsung pada kualitas istirahat.
Ditambah lagi, data menunjukkan perempuan lebih sering diberi resep antidepresan, yang beberapa di antaranya bisa mengganggu pola tidur.
Dari sisi sosial, beban perawatan anak, pekerjaan rumah, dan tanggung jawab emosional masih mayoritas dipikul perempuan. Di Australia, misalnya, perempuan menghabiskan rata-rata sembilan jam lebih banyak per minggu untuk pekerjaan tidak dibayar dibanding laki-laki.
Dengan sedikitnya kesempatan beristirahat di siang hari, tidur malam menjadi satu-satunya waktu pemulihan—dan itu membuat tidur jadi "beban kerja" tambahan.
Jadi, apakah perempuan butuh tidur lebih banyak dari laki-laki? Secara biologis, ya—sedikit. Tapi yang lebih penting, perempuan butuh lebih banyak dukungan dan ruang untuk memulihkan diri, baik secara fisik maupun mental. Tidur hanyalah satu bagian dari puzzle besar dalam memahami kelelahan perempuan.
Apalagi, banyak aspek penting – termasuk pengalaman populasi gender-diverse – masih belum banyak diteliti. Padahal, tidur bukan hanya soal biologi, tapi juga soal identitas, konteks sosial, dan kehidupan nyata. (*)
KEYWORD :Perempuan butuh tidur lebih lama perbedaan tidur pria dan wanita