Sabtu, 19/07/2025 19:07 WIB

Mengelola Stres Bisa Ubah Kepribadian Jadi Lebih Positif, Ini Temuan Ilmiahnya

Hasil studi menunjukkan bahwa mereka yang berhasil menjaga emosi tetap stabil saat menghadapi tantangan kecil setiap hari, cenderung menjadi lebih ekstrover, lebih ramah, dan lebih terbuka terhadap pengalaman baru seiring bertambahnya usia.

Ilustrasi sedang mengelola stres (Foto: Pexels/PNW Production)

Jakarta, Jurnas.com - Mengelola stres harian ternyata tidak hanya menenangkan pikiran sesaat. Sebuah studi jangka panjang menemukan bahwa kemampuan menghadapi tekanan sehari-hari juga dapat mendorong perubahan kepribadian menjadi lebih positif, sekaligus berdampak baik bagi kesehatan dalam jangka panjang.

Penelitian ini melacak lebih dari 2.000 orang Amerika sejak usia paruh baya hingga akhir usia 60-an. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang berhasil menjaga emosi tetap stabil saat menghadapi tantangan kecil setiap hari, cenderung menjadi lebih ekstrover, lebih ramah, dan lebih terbuka terhadap pengalaman baru seiring bertambahnya usia.

Sebaliknya, peserta yang semakin reaktif terhadap stres justru berkembang menjadi lebih tertutup, kurang ramah, dan kurang suka mencoba hal baru. “Respons kita terhadap stres ternyata bisa memengaruhi bagaimana kepribadian berkembang dari waktu ke waktu,” ujar William Chopik, profesor psikologi dari Michigan State University.

Stres Harian dan Evolusi Kepribadian

Studi ini menggunakan data dari National Study of Daily Experiences, yang mengumpulkan catatan harian selama delapan hari dari setiap peserta, dilakukan secara periodik selama dua dekade. Setiap hari, peserta melaporkan apakah mereka mengalami konflik, tekanan tenggat waktu, atau gangguan lain, serta mencatat tingkat stres dan emosi negatif yang dirasakan.

Dari data ini, peneliti membentuk profil stres jangka panjang setiap individu, dan mencocokkannya dengan data tahunan mengenai perubahan lima dimensi kepribadian utama (Big Five).

Menggunakan model statistik yang kompleks dan kontrol untuk variabel seperti usia, jenis kelamin, dan kepribadian awal, para peneliti memastikan bahwa perubahan tersebut benar-benar terkait dengan kemampuan mengelola stres, bukan karena perbedaan kepribadian bawaan.

Hasilnya: mereka yang paling mampu menurunkan reaktivitas emosionalnya menunjukkan peningkatan 4% dalam ekstroversi dan 3% dalam keramahan. Keterbukaan terhadap pengalaman juga meningkat, yang berkaitan dengan pembelajaran seumur hidup dan fleksibilitas kognitif—dua hal penting dalam menghadapi proses penuaan.

Apa yang Terjadi di Otak Saat Kita Kelola Stres?

Stres kronis dapat memicu perubahan struktural pada otak, terutama pada area yang mengatur emosi, perencanaan, dan respon terhadap ancaman. Namun studi pada hewan dan manusia, termasuk oleh ahli neuroendokrin Bruce McEwen, menunjukkan bahwa mengurangi lonjakan hormon stres seperti kortisol dapat memulihkan volume hippocampus dan meningkatkan fungsi eksekutif.

Penelitian dengan fMRI juga menunjukkan bahwa orang dengan tingkat reaktivitas yang lebih rendah memiliki konektivitas yang lebih kuat antara prefrontal cortex dan amigdala—struktur otak yang berperan dalam pengendalian emosi dan interaksi sosial.

Strategi Sederhana untuk Meningkatkan Ketahanan Stres

Penelitian ini juga menemukan beberapastrategi sederhana untuk meningkatkan kemampuan dalam mengelola stres. Beberapa cara yang terbukti efektif antara lain Latihan mindfulness, bahkan melalui aplikasi ponsel, terbukti mengurangi stres dan meningkatkan kontak sosial.

Selain itu, menamai perasaan, mengubah cara pandang terhadap masalah, atau sekadar berjalan kaki 10 menit, diyakini bisa membantu mengatur emosi tanpa perlu terapi formal.

Kemudian, terapi kognitif-perilaku (CBT) dan biofeedback juga menunjukkan hasil positif dalam menurunkan stres harian dan mendukung perubahan kepribadian ke arah yang lebih sehat.

Menurut Chopik, jika kita bisa terus melatih kemampuan mengatur emosi, efek positifnya bisa terkumpul dan membentuk kepribadian dalam jangka panjang.

Kenapa Perubahan Kepribadian Ini Penting?

Menjadi lebih ekstrover dan ramah tak hanya membuat kehidupan sosial lebih menyenangkan. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kedua sifat ini juga berkaitan dengan kebahagiaan, kesehatan mental, kerja tim yang lebih baik, bahkan risiko penyakit jantung yang lebih rendah.

Sementara itu, keterbukaan terhadap pengalaman berhubungan erat dengan gaya hidup sehat, ketaatan minum obat, dan kemampuan adaptasi di masa tua. Beberapa analisis bahkan menyebut bahwa peningkatan rata-rata keramahan dalam skala populasi bisa menghemat biaya konflik di tempat kerja dalam jumlah besar.

Implikasi untuk Kebijakan Publik dan Penelitian Lanjutan

Temuan ini mendukung gagasan bahwa kepribadian bukanlah sesuatu yang tetap. Ia bisa berubah—dan salah satu kuncinya adalah bagaimana kita merespons stres. Ini bisa menjadi dasar untuk kebijakan kesehatan publik, seperti program manajemen stres di sekolah, lembaga pemasyarakatan, dan panti jompo.

Namun, studi ini juga punya keterbatasan. Data hanya mencerminkan delapan hari tiap dekade, dan belum mewakili semua kelompok usia atau budaya. Studi lanjutan diperlukan untuk melihat apakah intervensi seperti mindfulness atau biofeedback benar-benar mempercepat perubahan kepribadian secara universal. Penelitian genetika juga bisa membuka jalan untuk pelatihan stres yang lebih personal.

Studi ini dipublikasikan di jurnal Psychology and Aging. (*) Sumber: Earth

KEYWORD :

Manajemen stres kepribadian positif kesehatan mental




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :