Sabtu, 19/07/2025 17:28 WIB

Istilah Manchild Sudah Ada Sejak Abad ke-14, Begini Perkembangan Maknanya

Istilah

Ilustrasi menghadapi manchild (Foto: Hubpages)

Jakarta, Jurnas.com - Istilah manchild mungkin terdengar seperti jargon internet masa kini, sering muncul di media sosial atau forum curhat pasangan. Tapi tahukah Anda? Kata ini ternyata bukan bahasa gaul modern. Istilah "manchild" sudah ada sejak abad ke-14, dan maknanya terus berevolusi hingga kini menjadi simbol pria dewasa yang belum dewasa secara emosional.

Dikutip dari laman Verywell Mind, dalam catatan etimologis bahasa Inggris, “manchild” muncul pertama kali pada abad ke-14. Saat itu, makna lieralnya ialah seorang anak laki-laki. Kata ini digunakan dalam teks-teks religius atau sastra kuno untuk membedakan jenis kelamin anak—“man child” artinya “anak laki-laki”.

Namun, seiring perubahan zaman, makna kata ini mulai bergeser dari sekadar kategori umur menjadi refleksi sikap dan kedewasaan. Perubahan itu mulai tercatat sejak abad ke-18, ketika masyarakat mulai menyoroti perbedaan antara usia biologis dan perilaku emosional pria dewasa.

Perubahan makna ini kian jelas di era modern. Pada 1983, seorang psikolog bernama Dan Kiley memperkenalkan istilah Peter Pan Syndrome lewat bukunya The Peter Pan Syndrome: Men Who Have Never Grown Up.

Dalam buku itu, Kiley menggambarkan pria-pria dewasa yang menolak tanggung jawab, sulit berkomitmen, dan cenderung lari dari tekanan kehidupan. Karakteristik ini kemudian diidentikkan dengan manchild, yakni pria dewasa yang tetap bersikap seperti anak-anak.

Kendati begitu, Peter Pan Syndrome tidak diakui sebagai diagnosis medis resmi. Istilah ini tidak masuk dalam DSM-5 maupun daftar gangguan psikologis menurut WHO.

Namun konsep ini berkembang luas di masyarakat karena mencerminkan kondisi nyata dalam relasi dan kehidupan sosial. Banyak pasangan merasa harus menghadapi beban emosional dari pria yang secara usia dewasa, tetapi secara mental belum siap menjalin hubungan setara.

Dalam konteks budaya populer, manchild kerap digambarkan sebagai sosok yang santai, kekanak-kanakan, dan cenderung egois. Ia bisa menjadi pasangan yang menyenangkan di awal, namun melelahkan dalam jangka panjang karena kurangnya kedewasaan emosional.

Fenomena ini bukan hanya soal kepribadian, tapi juga bisa ditelusuri dari pola asuh, trauma masa kecil, hingga minimnya edukasi emosional pada anak laki-laki. Karena itu, memahami latar belakang seseorang jauh lebih penting daripada sekadar melabeli.

Meski demikian, istilah manchild tetap digunakan secara luas di ruang publik. Ia menjadi simbol dari kekecewaan terhadap pria-pria yang tidak memenuhi ekspektasi kedewasaan dalam hubungan maupun kehidupan sosial.

Namun, penggunaan label ini juga memiliki risiko. Saat seseorang merasa frustrasi, melabeli pasangan dengan kata seperti manchild bisa berubah menjadi bentuk kekerasan emosional yang tidak disadari.

Apalagi jika label itu digunakan untuk menyalahkan tanpa memberi ruang untuk komunikasi. Padahal, dalam banyak kasus, ketidakdewasaan emosional justru berakar dari pengalaman hidup yang belum terselesaikan.

Dengan memahami asal-usul dan makna sebenarnya dari istilah ini, kita bisa melihat bahwa manchild bukan sekadar sindiran. Ia adalah cerminan dari dinamika sosial yang lebih kompleks dan layak ditanggapi dengan empati, bukan ejekan. (*)

KEYWORD :

Mandchild Fenomena manchild Pria dewas Kedewasaan Relationship




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :