
Ilustrasi simbol keadilan (Foto: Tafsir Alquran)
Jakarta, Jurnas.com - Keadilan sosial bukan sekadar jargon politik atau visi pembangunan negara. Dalam Islam, nilai ini merupakan prinsip dasar yang langsung ditegaskan dalam Alquran.
Ketika bangsa Indonesia menempatkan keadilan sosial sebagai sila kelima Pancasila, umat Islam tidak melihatnya sebagai hal baru. Sebaliknya, nilai tersebut sangat akrab karena telah menjadi ajaran pokok sejak Alquran diturunkan.
Lantas, apakah keadilan sosial sudah termanifestasi dalam semua aspek kehidupan? Dikutip dari Tafsir Alquran, dalam pandangan Alquran, konsep keadilan sosial memang dirancang untuk menjangkau semua aspek kehidupan manusia.
Kisah Ular dalam Al-Quran dan Mukjizat Nabi Musa
Keselarasan antara Islam dan Pancasila tidak hanya ada di tingkat wacana. Nilai keadilan sosial dalam Alquran menjangkau berbagai aspek kehidupan, mulai dari kebebasan beragama, hukum, ekonomi, hingga pengakuan atas keragaman budaya.
Dikutip dari laman Tafsir Alquran, dalam tafsir Ibnu ‘Asyur, konsep keadilan (al-‘adl) tidak hanya berkaitan dengan hubungan vertikal antara manusia dan Tuhan. Ia juga mencakup relasi horizontal, yakni bagaimana manusia memperlakukan sesamanya secara adil.
Bagaimana Rasulullah Memuliakan Perempuan?
Salah satu contohnya terlihat dalam soal kebebasan beragama, yang dalam Islam bukan hanya toleransi pasif, tetapi prinsip aktif dalam hidup bersama. Firman Allah dalam QS Al-Baqarah ayat 256 menyatakan, “Tidak ada paksaan dalam (memeluk) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.”
Ayat tersebut turun saat seorang sahabat Nabi ingin memaksa anaknya memeluk Islam, namun Rasulullah menolaknya. Menurut Tafsir Ibnu Katsir, peristiwa ini menjadi dasar kuat bahwa Islam menjunjung tinggi kebebasan nurani setiap individu.
Karena itu, keadilan sosial dalam Islam menolak paksaan dalam urusan iman, sekaligus menegaskan pentingnya ruang aman bagi keberagaman keyakinan. Hal ini bukan berarti menyamakan semua agama, tetapi mengakui keberadaan mereka dalam struktur masyarakat yang adil.
Nilai keadilan dalam Islam juga berlaku tegas dalam sistem hukum. Dalam QS An-Nisa ayat 58, Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil.”
Ayat ini, menurut para mufasir klasik, berlaku untuk semua pemegang kekuasaan—baik itu hakim, pejabat, atau pemimpin masyarakat. Hukum dalam Islam tidak boleh berat sebelah, bahkan terhadap pihak yang lemah sekalipun.
Prinsip keadilan ini juga menolak diskriminasi dalam proses hukum, tanpa memandang status ekonomi atau latar belakang sosial. Semua orang memiliki hak yang sama untuk mendapatkan keadilan.
Di bidang ekonomi, keadilan sosial dalam Islam mengatur distribusi kekayaan agar tidak menumpuk di satu kelompok. Alquran mendorong pertumbuhan ekonomi yang adil, bukan hanya cepat, tetapi juga merata.
QS Al-Baqarah ayat 282 memerintahkan agar setiap transaksi dicatat secara adil dan transparan. “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah ada seorang penulis di antara kamu yang menuliskannya dengan adil.”
Selain itu, QS Asy-Syu’ara ayat 182 menyerukan agar timbangan perdagangan tidak curang. Ini adalah bentuk perlindungan terhadap konsumen sekaligus bagian dari moralitas ekonomi Islam.
Dalam struktur sosial, Islam juga menetapkan zakat dan infak sebagai instrumen untuk menciptakan keseimbangan ekonomi. QS At-Taubah ayat 60 menyebutkan delapan golongan penerima zakat, yang mencerminkan perhatian serius terhadap kelompok rentan.
Dengan demikian, keadilan ekonomi dalam Islam tidak hanya soal kesempatan, tetapi juga mencakup akses dan redistribusi. Negara dan masyarakat bersama-sama bertanggung jawab menjaga kesejahteraan semua warga.
Dalam ranah budaya dan sosial, Alquran juga menegaskan pentingnya menghargai perbedaan. QS Al-Hujurat ayat 13 menyatakan, “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.”
Tafsir Al-Baghawi menjelaskan bahwa ayat ini turun sebagai kritik terhadap sikap diskriminatif berdasarkan garis keturunan atau suku. Nabi Muhammad SAW sendiri menegaskan bahwa tidak ada kelebihan seseorang atas yang lain kecuali dalam takwa.
Oleh karena itu, keadilan sosial dalam Islam juga berarti menolak dominasi identitas tertentu atas kelompok lain. Perbedaan suku, budaya, maupun warna kulit harus dihormati sebagai bagian dari ciptaan Tuhan.
Nilai-nilai tersebut menegaskan bahwa dalam Islam, keadilan tidak berdiri sendiri sebagai sektor, tetapi menjadi jiwa dari seluruh struktur masyarakat. Ia hadir dalam hukum, ekonomi, budaya, hingga kebebasan spiritual.
Dalam konteks Indonesia, keselarasan antara Alquran dan Pancasila bukan semata wacana teologis. Keduanya sejalan dalam menjunjung nilai-nilai dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Artinya, umat Islam tidak perlu merasa ragu bahwa Pancasila bertentangan dengan ajaran agama. Sebaliknya, Pancasila dapat dipahami sebagai bentuk konstitusional dari nilai-nilai Islam yang telah hidup lebih dahulu.
Ketika nilai keadilan sosial benar-benar dijalankan dalam semua aspek kehidupan, maka akan terwujud masyarakat yang diridhai Allah dan beradab secara nasional. Dan di situlah, Islam dan Pancasila bertemu dalam tujuan yang sama. (*)
Wallohu`alam
Sumber: Tafsir Alquran
KEYWORD :Keadilan Sosial Al-Quran Pancasila Islam