
Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr Muhdi
Jakarta, Jurnas.com - Penataan ruang merupakan instrumen strategis dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berkelanjutan, berkeadilan, dan efisien.
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sebagaimana diubah menjadi UU No. 6 Tahun 2023, beberapa ketentuan dalam UU Penataan Ruang mengalami perubahan yang signifikan.
UU Cipta Kerja mengadopsi dan merubah beberapa ketentuan dalam UU Penataan Ruang dengan tujuan untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui penyederhanaan perizinan dan integrasi antar sektor.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komite I DPD RI, Dr Muhdi, dalam Diseminasi Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) DPD RI, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (14/7).
Diseminasi BULD DPD RI yang dipimpin langsung oleh Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin dihadiri Pimpinan Kementerian dan Lembaga, Gubernur, Bupati dan Wali Kota seluruh Indonesia.
Diseminasi membahas Keputusan DPD RI Nomor 53/DPD RI/V/2020-2021 Tentang Hasil Pemantauan Dan Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Dan Peraturan Daerah Tentang Implementasi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja Di Daerah Terkait Kebijakan Daerah Mengenai Tata Ruang Wilayah.
Komite I DPD RI, kata Dr Muhdi, berpandangan bahwa penataan ruang bukan semata-mata persoalan teknis spasial, tetapi merupakan fondasi strategis dalam mengarahkan arah pembangunan nasional.
Tata ruang yang adil, terencana, dan berpihak pada rakyat adalah prasyarat mutlak untuk menciptakan pembangunan yang merata, berkelanjutan, dan menjamin kedaulatan daerah.
"Sayangnya, di lapangan kita masih menjumpai berbagai kendala yang serius," ucapnya.
Ia menyatakan, implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang telah diubah melalui UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, justru menimbulkan kompleksitas baru.
"Kita menghadapi fakta bahwa banyak rencana tata ruang yang tidak sejalan dengan praktik pemanfaatan ruang, lemahnya pengawasan," kata Dr Muhdi.
Bukan hanya itu, banyak rencana tata ruang justru kerap menimbulkan konflik kewenangan antara pusat dan daerah. Belum lagi minimnya partisipasi publik dalam proses perencanaan.
Disampaikan, Komite I DPD RI dalam pelaksanaan fungsi pengawasannya telah mencermati bahwa arah kebijakan tata ruang kita telah mengalami pergeseran.
Dari yang semula berbasis pada prinsip keadilan spasial dan perlindungan lingkungan, kini mengarah pada pendekatan pragmatis dan pro-investasi.
Sentralisasi kewenangan pasca UU Cipta Kerja ditekankan Komite I DPD telah memperlemah peran daerah dalam menentukan masa depan ruang wilayahnya sendiri.
Hal itu kemudian mengakibatkan potensi ketimpangan antarwilayah, ketidakpastian hukum, dan konflik sosial yang makin meluas.
KEYWORD :Komite I DPD RI Pembangunan nNasional Berkelanjutan Tata Ruang Praktik Pemanfaatan Ruang UU Cipt