
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar.
Jakarta, Jurnas.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap alasan belum mengeluarkan permohonan Daftar Pencarian Orang (DPO) juga ekstradisi terhadap pengusaha minyak Riza Chalid.
Penyidik ingin lebih dahulu memanggil Riza Chalid untuk diperiksa sebagai tersangka dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023.
"Karena statusnya sudah tersangka, maka langkah awal yang harus dilakukan penyidik melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan dalam statusnya sebagai tersangka," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar kepada wartawan, Senin, 14 Juli 2025.
Ia menjelaskan surat DPO, Red Notice atapun ekstradisi tidak bisa dikeluarkan penyidik apabila yang bersangkutan belum pernah dipanggil untuk diperiksa sebagai tersangka.
"Mana kala yang bersangkutan tidak memenuhi panggilan, baru dilakukan langkah-langkah hukum selanjutnya. Jadi tidak bisa serta-merta misalnya dinyatakan DPO atau melakukan permintaan ekstradisi," imbuhnya.
Oleh sebab itu, Harli mengatakan saat ini penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus akan segera melayangkan panggilan pemeriksaan terhadap Riza Chalid.
Apabila yang bersangkutan kembali mangkir dari panggilan penyidik, kata dia, barulah upaya hukum paksa berupa penerbitan DPO ataupun Red Notice hingga ekstradisi akan ditempuh.
Kendati demikian, Harli menyebut penyidik telah melakukan pencekalan terhadap Riza di kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina periode 2018-2023.
"Supaya pihak imigrasi bisa melakukan monitoring terhadap lalu lintas perjalanan orang yang sudah dimintai pencekalan dan itu sekarang sedang berproses," tuturnya
Kejagung telah menetapkan Riza Chalid selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebagai tersangka baru dalam kasus ini pada Kamis, 10 Juli 2025.
Selain Riza Chalid, Kejagung menetapkan 8 tersangka lainnya. Di antaranya, AN selaku VP Supply dan Distribusi PT Pertamina 2011-2015, HB selaku Direktur Pemasaran & Niaga PT Pertamina 2014, TN selaku SVP Integrated Supply Chain 2017-2018, DS selaku VP Crude and Product PT Pertamina 2018-2020.
Kemudian HW selaku Mantan SVP Integrated Supply Chain, AS selaku Direktur Gas, Pertochemical & New Business PT Pertamina International Shipping, MH selaku Senior Manager PT Trafigura, dan IP selaku Business Development Manager PT Mahameru Kencana Abadi.
Sebelum itu, Kejagung telah lebih dulu menetapkan beberapa orang sebagai tersangka. Di antaranya Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feed stock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, YF selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shiping, AP selaku VP Feed stock Management PT Kilang Pertamina International.
Selanjutnya anak Riza Chalid bernama Muhammad Kerry Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan YRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera.
Kejagung menyebut total kerugian negara di kasus korupsi ini mencapai Rp285 triliun.nNilai kerugian bertambah dari total kerugian negara yang sebelumnya sempat disampaikan Kejagung yaitu mencapai Rp193,7 triliun pada 2023.
Kejagung mencatat kerugian negara ratusan triliun itu dihitung berdasarkan kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp35 triliun dan kerugian impor minyak mentah melalui DMUT/ Broker sekitar Rp2,7 triliun.
Selanjutnya, kerugian impor BBM melalui DMUT/ Broker sekitar Rp9 triliun; Kerugian pemberian kompensasi (2023) sekitar Rp126 triliun; dan kerugian pemberian subsidi (2023) sekitar Rp21 triliun.
KEYWORD :Kejaksaan Agung Korupsi Minyak Mentah Pertamina Riza Chalid Pengusaha Minyak