
Ilustrasi beras berkutu (Foto: Ist/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Beras menjadi bahan makanan pokok yang dikonsumsi hampir setiap hari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Namun di balik tampilannya yang tampak biasa, beras bisa saja dioplos hingga membahayakan kesehatan.
Belakangan ini, ramai kabar beras oplosan beredar di pasaran usai Kementerian Pertanian bersama Satgas Pangan melakukan ivestigasi. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menjelaskan, investigasi ini dilakukan dari 6 hingga 23 Juni 2025 dengan mencakup 268 sampel beras dari 212 merek di 10 provinsi. Hasilnya, sejauh ini telah ditemukan 212 merek beras premium dan medium yang diduga telah melakukan tindakan pengoplosan.
Selain merugikan konsumen secara materil atau ekonomi, beras oplosan juga disebut-sebut bisa merugikan kesehatan pengonsumsinya. Untuk itu, mengenali ciri-ciri serta menghindari beras oplosan merupakan hal yang perlu diperhatikan agar kuliatas beras yang akan dimasak hingga dikonsumsi tetap berkualitas, aman, dan terhindar dari masalah kesehatan.
Berikut adalah beberapa tips mengenali ciri beras oplosan yang dapat membantu Anda memilih dan mendapatkan beras yang lebih aman dan berkualitas, seperti yang dibagikan oleh Prof. Tajuddin Bantacut, pakar Teknologi Industri Pertanian dari IPB University.
Dikutip dari laman IPB, Prof. Tajuddin menjelaskan bahwa cir-ciri beras oplosan dapat dikenali secara kasat mata. Ciri-ciri paling umum adalah warna butir yang tidak seragam, ukuran berbeda-beda, dan nasi yang lembek setelah dimasak.
Menurutnya, perubahan warna, aroma, tekstur, atau bentuk butiran bisa menjadi indikasi adanya penurunan mutu atau kualitas beras. Bahkan, jika ditemukan benda asing dalam beras, besar kemungkinan itu hasil dari pengoplosan.
Ia menambahkan, beberapa kasus beras oplosan melibatkan bahan tambahan berbahaya seperti zat pewarna atau pengawet kimia. Zat-zat ini, jika dikonsumsi dalam jangka panjang, bisa merusak kesehatan secara serius.
Karena itu, ia mengimbau masyarakat untuk lebih selektif saat membeli beras di pasaran. Beras tanpa label, berwarna aneh, atau berbau mencurigakan sebaiknya dihindari.
Meski tampak bagus dari luar, beras yang sudah dicampur atau dipoles ulang sebenarnya tidak layak dikonsumsi jika mutunya sudah menurun. Terutama jika ada campuran bahan kimia yang tidak diperuntukkan bagi pangan.
Ia juga menjelaskan bahwa beras idealnya disimpan maksimal enam bulan agar kualitasnya tetap terjaga. Bila disimpan terlalu lama, beras bisa rusak karena pengaruh lingkungan, mikroorganisme, atau hama.
Sayangnya, beras yang rusak sering kali disamarkan dengan cara dipoles kembali agar terlihat baru. Padahal, meskipun tampak putih bersih, kandungan nutrisinya bisa saja sudah hilang atau bahkan mengandung residu bahan kimia.
Prof. Tajuddin mengungkap bahwa praktik pengoplosan beras di lapangan sangat beragam. Mulai dari mencampurkan beras dengan bahan lain seperti jagung, hingga mencampur beberapa jenis beras berbeda untuk memodifikasi rasa dan tekstur.
Yang paling berbahaya adalah praktik mencampur beras rusak dengan bahan tak lazim lalu memolesnya kembali agar terlihat bagus. Konsumen awam yang tak teliti bisa tertipu oleh tampilan fisik yang menyesatkan.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk selalu memeriksa kualitas beras sebelum membeli. Mencuci beras sebelum dimasak juga menjadi langkah penting untuk melihat apakah ada benda asing yang mengambang.
Prof. Tajuddin menekankan bahwa masyarakat perlu dibekali edukasi mengenai keamanan pangan, terutama soal kualitas beras. Pemahaman ini penting untuk mencegah dampak buruk yang bisa timbul akibat konsumsi beras oplosan.
Sebagai negara agraris, menurutnya, Indonesia semestinya tidak hanya mengejar produksi beras secara kuantitas. Pemerintah dan masyarakat juga harus memastikan bahwa distribusi dan konsumsi beras berlangsung secara aman dan adil. (*)
KEYWORD :Beras Oplosan Tips memilih beras IPB University Prof Tajuddin Bantacut