
Atalanta dianggap sebagai kuda hitam di Liga Champions 2019/2020 (Foto: Sky Sports Italia)
Jakarta, Jurnas.com - Dalam setiap turnamen besar sepak bola, selalu ada satu atau dua tim yang mampu mencuri perhatian dunia. Tim-tim ini bukan unggulan, tak banyak diprediksi melaju jauh, namun perlahan-lahan membungkam kritik, menyingkirkan lawan, dan bahkan menembus semifinal atau final.
Tim-tim seperti ini sering disebut sebagai `kuda hitam`, istilah yang kini sudah begitu lazim di dunia olahraga, khususnya sepak bola. Namun, kapan tepatnya istilah ini mulai digunakan dan mengapa disebut `kuda hitam`?
Istilah `dark horses` atau “kuda hitam” awalnya bukan berasal dari sepak bola, bahkan bukan dari olahraga. Menurut sejarah bahasa Inggris, ungkapan ini pertama kali digunakan dalam dunia pacuan kuda pada abad ke-19.
Dalam novel The Young Duke karya Benjamin Disraeli yang terbit pada 1831, `dark horses` merujuk pada seekor kuda yang tidak dikenal publik dan tidak diperhitungkan, namun tiba-tiba memenangkan perlombaan.
Makna ini kemudian merembet ke berbagai kompetisi lainnya, termasuk politik dan olahraga, sebagai simbol kejutan.
Masuknya istilah ini ke dunia sepak bola kemungkinan besar terjadi pada paruh kedua abad ke-20. Di era Piala Dunia dan Kejuaraan Eropa yang mulai disiarkan luas, pengamat dan komentator kerap menyematkan label `dark horses` kepada tim-tim non-favorit yang tampil mencolok.
Contoh konkret penggunaan istilah `dark horses` dalam sepak bola bisa ditelusuri kembali ke Piala Dunia 1994. Kala itu, Bulgaria dan Swedia tak diperhitungkan banyak pihak, namun berhasil mencapai semifinal.
Media Inggris dan Amerika Serikat mulai menyebut keduanya sebagai “dark horses of the tournament”. Istilah ini kemudian semakin populer di era digital, saat media global memperluas prediksi dan analisis jelang turnamen.
Euro 2004 menjadi momen ikonik lain ketika Yunani, yang datang sebagai tim biasa, menumbangkan tuan rumah Portugal di laga final dan keluar sebagai juara. Kemenangan ini membuat istilah `dark horses` mendunia, karena hampir semua analis dan jurnalis sepak bola di Eropa menyoroti prestasi mengejutkan tersebut dalam kerangka narasi si “kuda hitam”.
Kini, seiring perkembangan media dan popularitas turnamen global, istilah “kuda hitam” nyaris menjadi kewajiban dalam setiap analisis sepak bola. Sebelum Euro 2020, Turki dan Denmark dianggap sebagai “dark horses”.
Kenyataannya, Denmark memang nyaris lolos ke final, memperkuat citra bahwa istilah ini lebih dari sekadar prediksi, melainkan simbol harapan dan kejutan dalam olahraga.
Menariknya, konsep `dark horses` juga ikut menular ke klub-klub dalam kompetisi domestik dan kontinental. Ketika Atalanta mencapai perempat final Liga Champions 2020 atau Villarreal menjuarai Liga Europa 2021, media dengan cepat melabeli mereka sebagai kuda hitam yang menyulitkan para raksasa.
KEYWORD :Istilah Kuda Hitam Tim Tak Diunggulkan Fakta Unik Sepak Bola