Minggu, 13/07/2025 01:40 WIB

Hari Malala 2025, Sejarah, Makna hingga Tujuan Peringatannya

Setiap 12 Juli, dunia memperingati Hari Malala (Malala Day) sebagai bentuk penghormatan terhadap Malala Yousafzai, aktivis pendidikan asal Pakistan yang menjadi simbol perjuangan hak pendidikan anak dan perempuan di seluruh dunia

Ilusrasi Hari Malala (Foto: Postermywall/David Waston)

Jakarta, Jurnas.com - Setiap 12 Juli, dunia memperingati Hari Malala (Malala Day) sebagai bentuk penghormatan terhadap Malala Yousafzai, aktivis pendidikan asal Pakistan yang menjadi simbol perjuangan hak pendidikan anak dan perempuan di seluruh dunia. Peringatan ini ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) setelah pidato Malala Yousafzai di Sidang Umum PBB pada 12 Juli 2013, tepat di hari ulang tahunnya yang ke-16.

Malala lahir di Mingora, Swat Valley, Pakistan, pada 12 Juli 1997. Ayahnya, Ziauddin Yousafzai, seorang pendidik, memastikan anak perempuannya mendapat kesempatan belajar setara dengan laki-laki.

Namun segalanya berubah ketika Taliban menguasai wilayah mereka dan melarang anak perempuan bersekolah. Saat itu, Malala baru berusia 11 tahun namun sudah menulis blog untuk BBC Urdu, menyuarakan keresahan dan harapan akan pendidikan.

Aksinya membuatnya dikenal dunia, tapi juga menjadikannya target. Pada 2012, saat pulang sekolah, Malala ditembak di kepala oleh militan Taliban dalam upaya membungkamnya.

Ia selamat dan dirawat di Inggris, lalu memutuskan untuk tidak tinggal diam. Di usia 16, ia berdiri di hadapan PBB dan menyampaikan pidato yang mengubah cara dunia memandang pendidikan sebagai hak dasar.

Pidato tersebut berlangsung pada hari ulang tahunnya, yang kemudian oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa ditetapkan sebagai Hari Malala. Namun Malala menegaskan bahwa hari itu bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk semua yang memperjuangkan hak-hak mereka.

Sejak saat itu, Hari Malala menjadi momentum tahunan untuk menyuarakan akses pendidikan yang adil dan setara. Ia juga menjadi pengingat bahwa jutaan anak, terutama perempuan, masih tertinggal dalam sistem pendidikan global.

Fakta dari UNESCO pada 2019 menunjukkan bahwa 258 juta anak dan remaja di dunia tidak mengenyam pendidikan. Dari jumlah itu, 122 juta adalah anak perempuan, banyak di antaranya hidup dalam kemiskinan, konflik, atau pernikahan dini.

Pandemi COVID-19 memperburuk keadaan, membuat 11 juta anak perempuan terancam tidak kembali ke sekolah. Mereka yang tinggal di negara-negara miskin seperti Pakistan, Mali, atau Benin hanya menempuh kurang dari dua tahun pendidikan.

Kesulitan ini tidak hanya berasal dari faktor ekonomi, tetapi juga sosial dan politik. Kemiskinan, ketimpangan gender, kurangnya infrastruktur, hingga keterbatasan akses internet menjadi penghalang nyata.

Menurut UNICEF, lebih dari seperempat anak di negara paling miskin bekerja untuk membantu keluarga. Selain itu, sekitar 12 juta anak perempuan dinikahkan setiap tahunnya, menjauhkan mereka dari sekolah dan masa depan yang lebih baik.

Dalam konteks inilah perjuangan Malala tetap relevan. Ia mendirikan Malala Fund, organisasi nirlaba yang mendorong agar semua anak perempuan di dunia bisa menyelesaikan 12 tahun pendidikan berkualitas.

Bersama ayahnya, Malala membangun gerakan global yang tak hanya menyuarakan, tetapi juga membiayai program nyata untuk pendidikan anak perempuan. Ia telah mengunjungi berbagai negara seperti Nigeria, Brasil, dan Irak, mendengarkan langsung suara para gadis yang berjuang.

Malala juga menulis buku, seperti I Am Malala dan We Are Displaced, serta menjadi subjek film dokumenter He Named Me Malala. Semua itu bertujuan menyampaikan pesan bahwa pendidikan adalah hak, bukan privilese.

Tahun 2014, ia menerima Nobel Perdamaian, menjadikannya penerima termuda sepanjang sejarah. Ia kemudian melanjutkan pendidikan di Oxford University dan lulus pada 2020 di tengah pandemi.

Kini, di usia 28 tahun, Malala tetap aktif sebagai Executive Chair Malala Fund dan menjadi suara penting bagi anak-anak perempuan yang masih dibungkam. Ia juga terlibat dalam proyek film dan penulisan, menggunakan media sebagai sarana perubahan.

Tahun 2024, ia memperingati 10 tahun Malala Fund di Nigeria dan kembali menyerukan hak pendidikan untuk jutaan anak perempuan, termasuk di Afghanistan yang kembali dikuasai Taliban. Ia menyebut sistem larangan pendidikan sebagai bentuk apartheid gender yang harus diakhiri.

Kini, pada 2025, di usia 28 tahun, Malala tetap aktif sebagai Executive Chair dan salah satu pendiri Malala Fund, membawa gerakan pendidikan anak perempuan ke meja-meja pemimpin dunia. Ia tak hanya berdialog dengan pemerintah, tapi juga mendorong kebijakan nyata untuk membuka akses pendidikan yang tertutup oleh diskriminasi dan ketidakadilan.

Di luar perannya di Malala Fund, Malala juga mengejar kecintaannya pada bercerita. Ia terlibat dalam berbagai proyek penulisan dan produksi film, menjadikan cerita-cerita anak perempuan di seluruh dunia sebagai bagian dari narasi perubahan.

Dengan 122 juta anak perempuan masih di luar sekolah hingga hari ini, perjuangan jelas belum berakhir. Malala berharap semakin banyak orang yang ikut bersuara, terlibat, dan berdiri bersama dalam gerakan ini.

Ia percaya bahwa dunia di mana semua anak perempuan bisa belajar dan memilih masa depan mereka sendiri bukan sekadar impian.

Peringatan Hari Malala setiap tahun menjadi kesempatan bagi masyarakat dunia untuk ikut bergerak. Baik melalui kampanye di media sosial, menggalang dana, menghadiri diskusi, hingga belajar lebih dalam tentang perjuangan aktivis muda lainnya.

Banyak organisasi seperti UNESCO, Girls Who Code, hingga Muslims for Peace turut menandai Hari Malala dengan aksi nyata. Inovasi pendidikan, seperti program satelit untuk siswi di Ghana oleh Varkey Foundation, menunjukkan bahwa solusi itu ada jika ada komitmen.

Pada akhirnya, Hari Malala bukan hanya tentang seorang gadis yang selamat dari peluru. Ini adalah tentang hak anak-anak untuk belajar, bermimpi, dan menentukan masa depan mereka sendiri. (*)

Sumber: malala-org, humanrightscareers-com, dan nationaldaycalendar.com.

KEYWORD :

Hari Malala 12 Juli Peringatan hari Malala 2025




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :