Jum'at, 11/07/2025 06:27 WIB

Diskusi CSED, Sektor Halal Indonesia Tumbuh 9,16 Persen

Meskipun tingkat literasi keuangan syariah mencapai 43,4%, tingkat inklusi masih stagnan di 13,41%.

Diskusi Center for Sharia Economic Development (CSED) tentang perkembangan dan tantangan ekonomi syariah di Indonesia, Kamis (10/7/2025). Foto: dok. jurnas

JAKARTA, Jurnas.com – Fondasi ekonomi syariah Indonesia semakin kokoh. Hal ini ditandai rata-rata pertumbuhan ekspor produk halal sebesar 7,08% per tahun.  Pada Januari 2025, pertumbuhan ekspor mencapai 9,16% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya

Demikian disampaikan Prof. KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden RI ke-13, dalam diskusi Center for Sharia Economic Development (CSED) yang membahas perkembangan dan tantangan ekonomi syariah di Indonesia, Kamis (10/7/2025).

Diskusi menghadirkan perwakilan dari KNEKS, BAZNAS, BWI, BPJPH, Bank Indonesia, dan berbagai tokoh terkemuka ini mengungkapkan pertumbuhan sekaligus tantangan yang perlu diatasi.

“Pertumbuhan sektor halal Indonesia tetap kuat meski dunia tidak dalam kondisi baik-baik saja. Ini menunjukkan fondasi ekonomi syariah kita semakin kokoh,” ungkap Prof. Ma’ruf Amin.

Produk halal Indonesia berkontribusi sebesar 80% terhadap pasar internasional, menunjukkan dominasi yang kuat di sektor ini. Kemudian pertumbuhan keuangan syariah nasional juga menunjukkan capaian positif, dengan total aset mencapai Rp9.252 triliun, tumbuh 5,3% secara tahunan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan aset keuangan nasional yang hanya 3,6%.

Pasar modal syariah menjadi kontributor utama dengan pangsa pasar 37%, disusul oleh sektor perbankan dan lembaga keuangan non-bank (seperti asuransi dan mikrofinansial). Sektor filantropi syariah pun berkembang pesat: total akumulasi zakat dan wakaf mencapai Rp40,5 triliun, naik 25,03% dibanding tahun lalu. Aset wakaf nasional kini menyentuh Rp3,02 triliun, ditopang oleh instrumen inovatif seperti CWLS (Cash Waqf Linked Sukuk).

Meskipun tingkat literasi keuangan syariah mencapai 43,4%, tingkat inklusi masih stagnan di 13,41%.

Prof. KH. Ma’ruf Amin menekankan pentingnya meningkatkan pemahaman masyarakat bahwa zakat bukan hanya ibadah, tetapi juga bagian dari muamalah (hubungan sosial ekonomi).

“Zakat itu bukan hanya ibadah spiritual, tapi juga muamalah. Ini perlu dipahami umat. Kita harus menjembatani kesadaran agar literasi naik bersama inklusi,” ujarnya.

Sebagai penanggap, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, Kemenag RI Prof Waryono Abdul Ghofur  menyampaikan data yang mengejutkan. Dari potensi zakat sebesar Rp327 triliun, realisasi hanya Rp41 triliun, dan yang benar-benar tercatat hanya Rp13 triliun.

Sementara wakaf melalui BWI baru mencapai Rp3 triliun dari potensi Rp100 triliun.

“Banyak masyarakat berzakat langsung ke mustahik tanpa melalui lembaga resmi. Ini membuat data tidak tercatat dan kemanfaatannya tidak bisa diukur secara strategis,” terang Prof. Waryono.

Deputi Bidang Kemitraan dan Standarisasi Halal, BPJPH Abdul Syakur melaporkan telah terdapat 7 juta produk bersertifikasi halal, meskipun hanya memiliki anggaran untuk 1 juta sertifikat halal.

Saat ini telah berdiri 90 LPH (Lembaga Pemeriksa Halal), 28 di antaranya internasional, dengan permintaan dari 33 negara untuk mendaftarkan LPH mereka ke Indonesia.

Prof. Ma’ruf Amin mengingatkan bahwa sertifikasi halal bukan hanya instrumen teknis, tapi juga instrumen ideologis.

“Label halal harus jadi perlindungan umat, bukan alat negara produsen lain. Indonesia tak boleh hanya jadi pasar, kita harus jadi produsen utama,” tegasnya.

Ali Sakti dari Bank Indonesia menyampaikan bahwa banyak pelaku ekonomi halal belum terintegrasi dengan keuangan syariah. Perlu ekosistem yang menyatu, karena saat ini masih bekerja sendiri-sendiri tanpa koordinasi atau diibaratkan seperti “gasing yang berputar sendiri-sendiri”.

Direktur Infrastruktur Ekosistem Syariah, KNEKS, Sutan Emir Hidayat menyebutkan bahwa KNEKS telah membentuk komite daerah atau KDEKS di 37 wilayah untuk mendukung ekonomi syariah dalam Pembangunan regional dan 25 provinsi telah memasukkan ekonomi syariah dalam RPJPD mereka.

Prof. Bustanul Arifin, CSED INDEF, menyoroti tantangan mendasar di sektor pertanian, yaitu ketimpangan penguasaan lahan yang hanya 0,3 hektar per petani.

“Dengan luas lahan segitu, mustahil kita bicara soal kesejahteraan petani. Skema bagi hasil berbasis syariah harus jadi solusi,” ujar Prof. Bustanul.

Menanggapi hal itu, Prof. Ma’ruf Amin menambahkan bahwa banyak lahan tidur yang dikuasai lembaga tertentu dan tidak dapat diakses oleh rakyat.

“Lahan kita banyak, tapi terbengkalai. Kita perlu aturan agar tanah itu bisa diserahkan ke masyarakat, lewat skema dana sosial dan wakaf produktif,” ujarnya.

KEYWORD :

Ekonomi syariah CSED Produk Halal




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :