
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei (Foto: REUTERS)
Jakarta, Jurnas.com - KH Ahmad Bahauddin Nursalim, yang lebih dikenal dengan nama Gus Baha, dalam salah satu tausiyahnya menjelaskan bagaimana latar belakang sejarah dan politik membentuk Iran sebagai negara dengan penduduk mayoritas Syiah.
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidzul Qur’an LP3iA ini menekankan bahwa perubahan Iran menjadi negara Syiah tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan melalui proses panjang yang melibatkan dinamika kekuasaan dan pergeseran pemahaman keagamaan selama berabad-abad.
Menurutnya, faktor kekuasaan yang berpihak pada tokoh-tokoh Syiah menjadi salah satu penentu utama perubahan itu.
Gus Baha menuturkan bahwa dahulu wilayah Iran didominasi oleh kelompok Ahlussunnah. Namun, perubahan mulai terjadi ketika kekuasaan politik lebih condong kepada kalangan Syiah.
Seiring berjalannya waktu, daerah-daerah strategis dikuasai oleh mereka, hingga kemudian terbentuk dominasi mazhab Syiah secara menyeluruh di negara tersebut.
“Iran dulunya banyak Ahlussunnah, tapi ketika para pemimpin lebih dekat dengan ulama-ulama Syiah, lambat laun wilayah-wilayah penting dikuasai oleh mereka, dan Iran pun perlahan menjadi negara Syiah,” jelas Gus Baha dalam sebuah tayangan yang dibagikan melalui kanal YouTube Shorts @SANADONLINEULAMA, yang dikutip pada Selasa (8/7).
Dalam kesempatan itu, Gus Baha juga membandingkan kondisi tersebut dengan Arab Saudi. Ia menyebut bahwa di masa lalu, Arab Saudi bukanlah negara yang seluruh rakyatnya menganut paham Wahabi.
Namun, karena pendiri kerajaan tersebut, Abdul Aziz, menjalin hubungan erat dengan Muhammad bin Abdul Wahhab, maka pemahaman Wahabi akhirnya menjadi ajaran dominan di negeri tersebut.
“Arab Saudi juga begitu, awalnya tidak semuanya Wahabi. Tapi karena Abdul Aziz, pendiri negara itu, dekat dengan Abdul Wahhab, maka paham Wahabi menyebar luas dan mendominasi,” kata Gus Baha.
Ia juga menyinggung asal usul nama Arab Saudi yang sebenarnya berasal dari nama keluarga penguasa, yakni Al Saud. Menurutnya, penggunaan nama "Saudi" secara resmi untuk negara adalah hasil dari dominasi kekuasaan.
“Nama ‘Saudi’ itu sebenarnya nama pribadi, tapi karena yang berkuasa adalah keluarga Saud, maka negeri itu pun dinamakan Arab Saudi,” tambahnya.
Penjelasan Gus Baha ini menggambarkan bagaimana relasi antara kekuasaan politik dan otoritas keagamaan bisa mempengaruhi arah ideologi sebuah negara, sebagaimana yang terjadi di Iran dan Arab Saudi.
KEYWORD :Iran Syiah Sejarah Islam