
Ilustrasi Hari Satelit Palapa 2025 (Foto: RRI)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap tanggal 9 Juli, Indonesia memperingati Hari Satelit Palapa, sebuah tonggak sejarah yang bukan hanya mencatat keberhasilan teknis, tetapi juga menyimpan narasi besar tentang kemandirian bangsa, semangat persatuan, dan lompatan teknologi yang melintasi zaman.
Dikutip dari berbagai sumber, Hari Satelit Palapa merujuk pada peluncuran Satelit Palapa A1 pada 9 Juli 1976 dari Cape Canaveral, Florida, Amerika Serikat, dengan roket Delta 2914 milik NASA. Satelit ini menjadi satelit komunikasi domestik pertama milik negara berkembang, menjadikan Indonesia sebagai negara ketiga di dunia—setelah AS dan Kanada—yang mengoperasikan sistem satelit sendiri.
Lebih dari sekadar peluncuran teknologi, Palapa A1 adalah simbol revolusioner: Indonesia tidak lagi bergantung pada pihak asing untuk membangun konektivitas nasional. Siaran televisi, sambungan telepon, hingga distribusi informasi mulai menjangkau pelosok yang sebelumnya terisolasi.
“Palapa” dan Sumpah Gadjah Mada
Dikutip dari laman Komdigi, nama “Palapa” bukan sekadar label. Ia lahir dari Sumpah Palapa Patih Gajah Mada pada abad ke-14 yang menyatakan tekad menyatukan Nusantara. Presiden Soeharto memilih nama ini sebagai pesan simbolis: Indonesia akan menyatukan ribuan pulau melalui teknologi modern.
Dengan 12 transponder aktif, Palapa A1 berhasil menjalin komunikasi lintas wilayah dari Sabang hingga Merauke, bahkan melayani negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand—menempatkan Indonesia dalam peta komunikasi global.
Evolusi Palapa: Dari A1 ke SATRIA-1
Kesuksesan A1 dilanjutkan dengan seri Palapa berikutnya: A2, B1, B2, B2P, C-seri, hingga Palapa D yang mengorbit hingga 2024. Salah satu yang ikonik, Palapa B1, diluncurkan menggunakan pesawat ulang-alik Challenger pada 20 Juni 1983, dengan kru termasuk Sally Ride, astronot perempuan pertama AS.
Kini, Indonesia memasuki babak baru dengan SATRIA-1 (Satelit Republik Indonesia)—satelit multifungsi berbasis broadband yang diluncurkan untuk memperluas akses internet cepat di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Hari Satelit Palapa 2025
Menyoroti konektivitas merata hingga kemandirian nyata, peringatan Hari Satelit Palapa tahun ini mengajak masyarakat untuk mengenang sejarah sebagai inspirasi masa depan, meningkatkan literasi digital nasional.
Kemudian, menyadari pentingnya penguasaan teknologi satelit lokal, serta mendorong transformasi digital yang inklusif dan berkelanjutan.
Hari Satelit Palapa bukan hanya retrospektif, tetapi juga prospektif. Ia menandai transisi dari mimpi ke realitas digital Indonesia.
Diketahui, meski menghadapi beberapa tantangan pada zamannya, proyek Palapa hanya butuh 17 bulan untuk rampung sejak inisiasi. Dibangun oleh Hughes (AS) dengan teknologi sekelas satelit Anik (Kanada) dan Westar (AS), satelit ini membuktikan bahwa Indonesia mampu mengejar ketertinggalan dan membangun fondasi kemandirian teknologi nasional.
Warisan Palapa mengajarkan satu hal penting: bangsa besar bukan hanya mengandalkan sumber daya alam, tetapi juga kekuatan inovasi dan visi jauh ke depan.
Hari Satelit Palapa tak sekadar memperingati peluncuran benda langit, melainkan juga momentum untuk mengukuhkan kembali tekad bangsa dalam penguasaan teknologi strategis—termasuk kecerdasan buatan, Internet of Things (IoT), dan jaringan 5G.
Kini, dengan SATRIA-1 dan proyek satelit masa depan lainnya, Indonesia tak hanya terhubung, tetapi juga berdaulat secara digital. (*)
KEYWORD :Hari Satelit Palapa 9 Juli Peringatan Satelit Palapa 2025 Satelit Palapa A1