Selasa, 08/07/2025 17:48 WIB

Ilmuwan Hubungkan Autisme dengan DNA Neanderthal dalam Studi Genetik Terbaru

Kini, penelitian dari Clemson University dan Loyola University menunjukkan bahwa potongan DNA itu mungkin memengaruhi cara otak kita bekerja—termasuk kecenderungan terhadap spektrum autisme.

Ilustrasi DNA Neanderthal (Foto: Scientific American)

Jakarta, Jurnas.com - Penemuan mengejutkan mengungkap bahwa sebagian varian DNA Neanderthal yang masih bertahan dalam tubuh manusia modern bisa berkaitan dengan ciri-ciri autisme. Studi terbaru ini membuka bab baru dalam pemahaman kita tentang asal-usul neurodiversitas dan warisan genetik manusia purba.

Selama ini, Neanderthal sering digambarkan sebagai manusia purba dengan dahi menonjol dan senjata batu. Namun, warisan mereka tak hilang begitu saja. Sekitar 2% DNA manusia non-Afrika berasal dari Neanderthal, hasil perkawinan antar spesies puluhan ribu tahun lalu. Kini, penelitian dari Clemson University dan Loyola University menunjukkan bahwa potongan DNA itu mungkin memengaruhi cara otak kita bekerja—termasuk kecenderungan terhadap spektrum autisme.

Gen Purba, Otak Modern

Tim peneliti membandingkan data genom dari individu autistik, saudara kandung mereka, dan kelompok kontrol dari berbagai latar belakang etnis. Hasilnya mengejutkan: varian DNA Neanderthal tertentu lebih sering ditemukan pada peserta autistik—bukan karena mereka memiliki lebih banyak DNA Neanderthal secara keseluruhan, melainkan karena varian spesifik yang mereka warisi.

Varian ini berhubungan dengan jaringan otak yang mengatur persepsi visual dan interkoneksi antardaerah otak. Melalui pemindaian fMRI, individu dengan varian tersebut menunjukkan aktivitas tinggi di area visual, namun lebih rendah pada jaringan default mode, yang biasanya aktif saat refleksi sosial atau percakapan santai. Pola ini mencerminkan karakteristik umum pada individu autistik: pengamatan tajam, fokus mendalam, dan kelelahan sosial.

Dari Alat Batu ke Kognisi Visual

Menariknya, arkeolog telah lama mencatat bahwa Neanderthal menguasai teknik pembuatan alat yang rumit, seperti Levallois, yang membutuhkan perencanaan bertahap dan ketelitian tinggi—kemampuan yang kini banyak ditemukan pada individu dengan autisme. Ini membuka kemungkinan bahwa kelebihan kognitif yang diasosiasikan dengan autisme hari ini bisa berasal dari adaptasi purba yang dahulu menguntungkan.

Evolusi dan Neurodiversitas

Penelitian ini tidak menyatakan bahwa DNA Neanderthal menyebabkan autisme. Sebaliknya, ia menunjukkan bahwa beberapa gen purba dapat meningkatkan kemungkinan munculnya ciri-ciri dalam spektrum autisme. Dalam masyarakat Neanderthal yang kecil dan terisolasi, keunggulan dalam pengamatan dan navigasi mungkin lebih penting daripada keterampilan sosial kompleks—dan gen-gen tersebut mungkin diwariskan karena manfaat evolusioner yang ditawarkannya.

Lebih dari sekadar temuan genetika, studi ini membantu menjelaskan mengapa autisme muncul di berbagai budaya dan populasi. Ini juga memperkuat gagasan bahwa neurodiversitas adalah bagian dari warisan manusia yang kaya, bukan anomali modern.

Apa Langkah Selanjutnya?

Para peneliti berharap studi ini mendorong eksplorasi lebih lanjut tentang pengaruh warisan Neanderthal terhadap perkembangan otak, kecerdasan, dan kesehatan manusia secara keseluruhan. Ke depannya, penelitian lanjutan bisa memperdalam pemahaman tentang kondisi neurodevelopmental lain, serta membuka jalan bagi dukungan yang lebih personal bagi individu autistik.

Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Molecular Psychiatry. Sumber: Earth (*)

KEYWORD :

Studi Genetik DNA Neanderthal Autisme Manusia Purba




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :