Minggu, 06/07/2025 00:15 WIB

Niat Puasa Asyura 10 Muharram, Simak Penjelasan hingga Hukumnya

Niat Puasa Asyura 10 Muharram, Simak Penjelasan hingga Hukumnya

Ilustrasi - Niat Puasa Asyura 10 Muharram, Simak Penjelasan hingga Hukumnya (Foto: Pexels/hello aesthe)

Jakarta, urnas.com - Puasa Asyura, puasa yang dilaksanakan pada 10 Muharram, merupakan amalan sunnah yang memiliki keutamaan besar dalam Islam. Puasa ini memberi pahala yang disebut dapat menghapus dosa selam setahun ke belakang.

Tahun ini, berdasarkan kalender Hijriah yang dirilis oleh Kementerian Agama RI, 1 Muharram 1447 H jatuh pada hari Jumat, 27 Juni 2025. Dengan demikian, 10 Muharram 1447 H jatuh pada hari Minggu, 6 Juli 2025.

Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, bulan Muharram sendiri termasuk salah satu dari empat bulan suci dalam Islam. Di dalamnya terdapat banyak keutamaan, terutama pada hari kesepuluh yang dikenal sebagai Hari Asyura.

Rasulullah SAW sangat menganjurkan puasa pada hari Asyura, karena memiliki keistimewaan yang besar. Salah satunya adalah dihapusnya dosa-dosa kecil selama satu tahun sebelumnya.

Dalam hadis riwayat Imam Muslim disebutkan, “Puasa Asyura menghapus dosa setahun yang lalu.” Ini menunjukkan bahwa ibadah ini bukan hanya bernilai sunnah, tetapi juga memiliki dampak spiritual yang signifikan.

Selain itu, Rasulullah SAW juga menunjukkan kesungguhan beliau untuk membedakan ibadah umat Islam dari tradisi kaum Yahudi. Saat mengetahui bahwa mereka juga berpuasa pada 10 Muharram, beliau pun bersabda, “Kalau aku hidup sampai tahun depan, niscaya aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu’a).” (HR. Muslim)

Namun sebelum Muharram berikutnya datang, Rasulullah SAW wafat. Karena itu, ulama menganjurkan agar puasa Asyura dilengkapi dengan puasa Tasu’a pada 9 Muharram, dan jika memungkinkan ditambah puasa 11 Muharram sebagai bentuk penyempurnaan.

Meski demikian, menurut mazhab Syafi’i, tidak menjadi masalah jika seseorang hanya berpuasa pada 10 Muharram saja. Hal ini ditegaskan dalam kitab Fathul Mu’in bahwa agama tidak mempermasalahkan orang yang berpuasa hanya pada hari Asyura, demikian dikutip NU Online.

Syekh Zainuddin Al-Malibari menjelaskan, "Tidak apa-apa mengamalkan puasa Asyura saja." Pernyataan ini sekaligus menjawab kekhawatiran sebagian orang yang hanya mampu melaksanakan satu hari puasa.

Mereka yang hanya berpuasa pada hari Asyura tetap mendapatkan pahala besar, dan tidak boleh dibanding-bandingkan dengan praktik kaum Yahudi. Sebab, anjuran untuk melengkapi puasa dengan hari sebelum dan sesudahnya bersifat penyempurna, bukan syarat sah.

Dalam menjalankan puasa ini, hal pertama yang harus dilakukan adalah berniat. Niat merupakan dasar utama dari setiap ibadah dalam Islam, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Niat menjadi pembeda antara ibadah dan rutinitas harian biasa. Karenanya, sangat penting memahami lafal dan waktu yang tepat untuk berniat puasa Asyura.

Lafal niat puasa Asyura yang paling umum adalah sebagai berikut:
نَوَيْتُ صَوْمَ عَاشُورَاءَ لِلّٰهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma ‘Âsyûrâ-a lillâhi ta‘âlâ
Artinya: “Saya niat puasa Asyura karena Allah Ta‘âlâ.”

Lafal ini dapat diucapkan dalam hati atau lisan sejak selepas Maghrib hingga sebelum fajar tiba. Jika lupa melafalkan niat di malam hari, maka masih diperbolehkan berniat pada pagi hari, selama belum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.

Dalam hal ini, niat puasa sunnah berbeda dengan puasa wajib. Mazhab Syafi’i memperbolehkan niat puasa sunnah dilakukan di siang hari asalkan sejak subuh belum makan, minum, atau melakukan pembatal puasa.

Berikut lafal niat puasa Asyura jika dilakukan di pagi hari:
نَوَيْتُ صَوْمَ هَذَا اليَوْمِ عَنْ أَدَاءِ سُنَّةِ العَا شُورَاء لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma hâdzal yaumi ‘an adâ’i sunnatil âsyûrâ lillâhi ta‘âlâ
Artinya: “Aku berniat puasa sunah Asyura hari ini karena Allah SWT.”

Puasa Asyura juga menjadi momen penting untuk meningkatkan kualitas ibadah. Selain menahan diri dari makan dan minum, puasa ini juga menjadi latihan spiritual untuk menahan amarah, memperbanyak zikir, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Sejumlah organisasi Islam di Indonesia seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah turut mendorong umat Muslim agar menunaikan puasa Asyura. Mereka juga mengingatkan pentingnya memahami sejarah dan makna spiritual di balik hari ini.

Hari Asyura juga mengingatkan umat Islam pada peristiwa agung dalam sejarah kenabian. Di antaranya adalah diselamatkannya Nabi Musa AS dan Bani Israil dari kejaran Firaun di hari yang sama.

Sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat besar tersebut, Nabi Musa AS berpuasa pada hari itu. Rasulullah SAW kemudian melanjutkan tradisi tersebut sebagai bentuk penghormatan kepada para nabi terdahulu.

Dalam konteks keutamaan, puasa Asyura termasuk puasa paling utama setelah Ramadhan. Hadis riwayat Imam Muslim menyebutkan bahwa puasa di bulan Muharram adalah puasa yang paling utama setelah puasa wajib di bulan Ramadhan.

Bahkan dalam riwayat lain dijelaskan bahwa satu hari puasa di bulan Muharram setara dengan berpuasa selama tiga puluh hari. Ini menunjukkan betapa besar ganjaran dari ibadah yang sering kali dianggap ringan ini.

Maka, berpuasa di hari Asyura adalah kesempatan emas untuk mendapatkan ampunan dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Apalagi jika niat diluruskan dan dilakukan dengan penuh keikhlasan.

Dengan memahami makna, tata cara, dan hukum puasa Asyura secara utuh, umat Islam dapat menyambut 10 Muharram bukan sekadar sebagai tradisi, tetapi sebagai momentum spiritual yang kaya makna. (*)

Wallohu`alam

KEYWORD :

Puasa Asyura Puasa 10 Muharram Bulan Muharram Amalan Muharram




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :