Minggu, 06/07/2025 04:30 WIB

Keutamaan Menyantuni Anak Yatim di Hari Asyura, Momentum Mulia 10 Muharram

10 Muharram atau hari Asyura juga kerap disebut sebagai lebaran anak yatim atau Idul Yatama, menjadi momentum penuh berkah untuk menyantuni anak yatim

Ilustrasi menyantuni atau berbagi kebahagian bersama anak yatim (Foto: Pngtree)

Jakarta, Jurnas.com - Tanggal 10 Muharram, yang dikenal sebagai Hari Asyura, bukan sekadar penanda peristiwa besar dalam sejarah Islam. Hari ini juga kerap disebut sebagai lebaran anak yatim atau Idul Yatama, menjadi momentum penuh berkah untuk menyantuni anak yatim, amalan yang dijanjikan ganjaran luar biasa di sisi Allah SWT.

Muharram merupakan salah satu dari empat bulan haram yang dimuliakan. Dalam tradisi Islam, bulan ini sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal baik, dan salah satu yang paling ditekankan adalah memperhatikan nasib anak yatim.

Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang yang memelihara anak yatim akan berada di surga seperti ini,” sambil merapatkan jari telunjuk dan jari tengah (HR Bukhari). Ini bukan sekadar janji kedekatan di akhirat, tetapi bukti betapa tinggi kedudukan orang yang menyayangi anak yatim.

Pentingnya menyantuni anak yatim juga ditegaskan dalam Al-Qur’an. Dalam QS Al-Baqarah ayat 220, Allah SWT berfirman, “Memperbaiki keadaan anak yatim itu baik.” Ayat ini bukan hanya seruan empati, tetapi panggilan untuk turut menjamin kehidupan mereka secara layak.

Dikutip dari laman Nahdlatul Ulama, tradisi menyantuni anak yatim di hari Asyura telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Muslim, termasuk di Indonesia. Momen ini dimaknai sebagai hari berbagi dan menghibur mereka yang kehilangan orang tua, bukan sebatas ritual tahunan.

Dalam sejumlah riwayat, menyantuni anak yatim di tanggal 10 Muharram dipercaya mendatangkan keberkahan sepanjang tahun. Bahkan dalam salah satu hadits, disebutkan bahwa mengusap kepala anak yatim di hari Asyura dapat mengangkat derajat seseorang pada tiap helai rambut yang disentuhnya.

Meski sebagian riwayat mengenai fadilah ini dinilai lemah secara sanad, para ulama membolehkan mengamalkannya selama termasuk dalam kategori fadhailul a’mal atau amalan mulia yang dianjurkan.

Lebih dari sekadar tradisi, menyantuni anak yatim di Hari Asyura adalah bentuk ibadah sosial yang menyatukan nilai keimanan dan kemanusiaan. Rasulullah SAW bahkan pernah mengatakan bahwa kasih sayang kepada anak yatim adalah obat hati yang keras dan jalan menuju terkabulnya doa.

“Sayangilah anak yatim, usaplah kepalanya, dan berilah ia makan dari makananmu. Maka hatimu akan menjadi lembut dan hajatmu akan dikabulkan.” (HR Thabarani)

Itulah mengapa 10 Muharram menjadi hari yang sangat dianjurkan untuk menebar kasih dan perhatian, khususnya kepada anak-anak yatim. Tidak hanya sebagai bentuk sedekah materi, tetapi juga perhatian emosional dan sosial yang mereka butuhkan.

Keutamaan ini sejalan dengan semangat Islam yang menjadikan kepedulian sosial sebagai bagian dari ibadah. Maka, menyantuni anak yatim di Hari Asyura bukan hanya soal pahala, tapi juga tanggung jawab moral untuk menghadirkan keadilan dan cinta dalam kehidupan mereka.

Momentum ini mengingatkan kita, bahwa keberkahan tidak selalu datang dari banyaknya harta, tetapi dari keikhlasan berbagi. Dan berbagi kepada anak yatim di hari seistimewa Asyura, adalah jalan cepat menuju rahmat-Nya. (*)

Wallohu`alam

KEYWORD :

10 Muharram Lebaran Yatim Anak yatim Bulan Muharram Amalan Muharram




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :