Sabtu, 05/07/2025 00:05 WIB

Ketua Komisi III Soroti Putusan MK Soal Pemisahan Pemilu: Tak Tahu yang Final Mana

Dengan demikian, model Pemilu serentak lima kotak yang mana ini juga hasil putusan MK 2019 selama ini dikenal tidak berlaku lagi. Jadi, putusan MK lima kotak itu bersifat final putusan yang kemarin juga bersifat final, gak tau nih yang final yang mana lagi.

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman saat RDPU Komisi III bersama PBHI dan Keluarga Alex Denni. (Foto: Jurnas/Ist).

Jakarta, Jurnas.com - Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2025 terkait pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah mulai 2029.

Politikus Gerindra ini tekankan, putusan MK disebutkan pelaksanaan Pemilu yang sesuai dengan konstitusi adalah dengan memisahkan antara penyelenggaraan Pemilu nasional dan Pemilu daerah.

Pemilu nasional mencakup pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara Pemilu daerah (yang disebut MK sebagai Pemilu lokal) meliputi pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, serta kepala daerah di tingkat kabupaten/kota.

"Dengan demikian, model Pemilu serentak lima kotak yang mana ini juga hasil putusan MK 2019 selama ini dikenal tidak berlaku lagi. Jadi, putusan MK lima kotak itu bersifat final putusan yang kemarin juga bersifat final, gak tau nih yang final yang mana lagi," terang Habiburrokhman dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama para ahli, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (4/7).

Dia menambahkan, dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan pemisahan Pemilu dilakukan untuk mewujudkan penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas, memperkuat kelembagaan partai politik, serta mempermudah pemilih dalam rangka menegakkan prinsip kedaulatan rakyat.

MK juga memutus bahwa masa transisi jabatan anggota DPRD dan kepala daerah selama dua tahun akan ditentukan oleh pembentuk undang-undang dan diatur melalui mekanisme rekayasa konstitusional.

Namun demikian, kata Habiburrokhman, putusan ini menuai polemik di masyarakat. Sejumlah pihak menilai MK telah melampaui kewenangannya dengan masuk ke ranah open legal policy yang seharusnya menjadi domain pembentuk undang-undang.

Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa MK telah mengubah substansi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terkait pelaksanaan Pemilu dan Pilkada. Indikasi inkonsistensi dengan dua putusan MK sebelumnya juga turut menjadi sorotan.

"Menanggapi berbagai polemik atas putusan MK 135/PUU-XXI/2025 sekaligus menjalankan fungsi pengawasan terhadap mitra kerja kami. Maka dalam kesempatan ini Komisi III DPR RI ingin mendengarkan pandangan dan masukan dari para ahli akademisi dan praktisi hukum," demikian politikus Gerindra ini.

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Ketua Komisi III Habiburokhman putusan MK pemisahan pemilu




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :