
Komnas HAM akan menindaklanjuti pengaduan dari pengemudi online yang tergabung dalam korban aplikator terkait tarif yang merugikan, potongan hingga 20 persen, serta kondisi kerja yang dianggap tidak layak, yang berdampak pada kesejahteraan pengemudi dan keluarganya. (Foto: Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) akan menindaklanjuti pengaduan dari pengemudi online yang tergabung dalam korban aplikator terkait tarif yang merugikan, potongan hingga 20 persen, serta kondisi kerja yang dianggap tidak layak, yang berdampak pada kesejahteraan pengemudi dan keluarganya.
Pengaduan ini disampaikan oleh puluhan korban aplikator dalam audiensi tertutup yang diterima langsung oleh Ketua Komnas HAM Anis Hidayah dan Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Putu Elvina.
Usai audiensi, Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menyampaikan bahwa pihaknya menerima pengaduan dari para pengemudi online yang telah merasakan kondisi tidak adil selama 10 tahun terakhir.
"Para pengemudi online ini merasa ada kebijakan negara yang tidak adil bagi mereka. Karena tarif yang diberlakukan itu sangat merugikan termasuk potongan yang dirasa cukup besar 20 persen. Sehingga ini mengakibatkan kesejahteraan mereka tidak terpenuhi, kondisi mereka tidak layak," ujar Anis Hidayah dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM Jakarta, Jumat (4/7).
Dia mengungkapkan, beberapa fakta bahkan menunjukkan adanya pengemudi ojek online, baik roda dua maupun roda empat, yang meninggal dunia dan mengalami depresi akibat kondisi kerja yang tidak layak.
"Berdasarkan pengaduan itu tentu Komnas HAM mengambil atensi yang sangat serius karena ini terkait dengan persoalan ketidakadilan situasi hak asasi manusia," tegasnya.
Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM, Putu Elvina, menekankan bahwa sebagai mitra aplikator, hak-hak pengemudi terkait kesetaraan, keselamatan, upah, dan kesejahteraan harus menjadi prioritas.
"Kami tadi juga mendengar terkait berbagai peraturan yang memang seolah-olah tidak menguntungkan bagi para pekerja ojek online dan tentu saja ini yang akan segera kami identifikasi," kata Putu Elvina.
Salah satu perwakilan pengemudi online yang tergabung dalam korban aplikator, Rudi Hartono menyampaikan bahwa mereka datang ke Komnas HAM karena meyakini telah terjadi pelanggaran HAM.
"Kami driver aplikator datang ke Komnas HAM mengadu akan adanya yang kami yakini terjadi pelanggaran HAM," tegas Rudi.
Dia menegaskan, dampak pada jutaan pengemudi online yang mengalami long time kerja, kehilangan waktu dengan keluarga, dan dampak negatif pada pendidikan anak-anak.
"Kami melihat ada kesenjangan yang cukup tinggi pendapatan aplikator itu begitu tinggi drivernya makin merana," keluhnya.
Perwakilan aplikator lainnya, Ganda, bahkan menyebut ada "dugaan pembunuhan berencana dan dugaan penipuan".
"Dugaan pembunuhan berencana dikarenakan potongan yang besar membuat pengemudi mendapat penghasilan yang sedikit sementara kebutuhan tidak berkurang ada bertambah kebutuhan hidup. Maka dari itu para pengemudi ini melakukan jam kerja di luar batas normal manusia,” terangnya.
Ganda mencontohkan rata-rata kerja driver bisa mencapai 20 jam sehari, yang berakibat pada perceraian dan anak telantar. Komnas HAM juga diminta untuk merekomendasikan audit digital forensik yang melibatkan Bareskrim Polri guna membuka sistem tersembunyi aplikator dan mengungkap kebenaran di balik keuntungan serta aset mereka.
Ia juga menyinggung adanya diskriminasi di bandara yang menghalangi sebagian pengemudi untuk mencari nafkah.
“Para pengemudi online berharap Komnas HAM dapat segera menindaklanjuti laporan ini demi terciptanya keadilan dan kesejahteraan bagi mereka,” tandasnya.
KEYWORD :
Komnas HAM Anis Hidayah korban aplikator pengemudi online kesejahteraan transportasi