Jum'at, 04/07/2025 21:26 WIB

Asal Usul Nama Gunung Rinjani dan Legenda Dewi Anjani di Baliknya

Gunung Rinjani yang berdiri megah di Pulau Lombok bukan sekadar destinasi pendakian favorit, tetapi juga menyimpan jejak sejarah, legenda, dan filosofi lokal yang sangat kaya

Jalur pendakian Gunung Rinjani (Foto: Unsplash/Eugene Chow)

Jakarta, Jurnas.com - Gunung Rinjani yang berdiri megah di Pulau Lombok bukan sekadar destinasi pendakian favorit, tetapi juga menyimpan jejak sejarah, legenda, dan filosofi lokal yang sangat kaya. Dengan ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, gunung ini menjadi gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia setelah Gunung Kerinci.

Secara administratif, Rinjani membentang di wilayah empat kabupaten sekaligus: Lombok Timur, Lombok Tengah, Lombok Barat, dan Lombok Utara. Namun daya tariknya melampaui batas administratif, karena gunung ini menjadi simbol alam sekaligus budaya yang menyatu dalam kehidupan masyarakat.

Tak sedikit pendaki dari dalam dan luar negeri yang terpikat oleh keindahan alamnya yang lengkap, mulai dari sungai, danau, air terjun hingga jalur pendakian yang memikat. Danau Segara Anak di ketinggian 2.000 mdpl menjadi salah satu daya tarik utama dengan luas 11.000 meter persegi dan kedalaman mencapai 230 meter.

Akan tetapi, pesona Rinjani bukan hanya terletak pada lanskapnya, melainkan juga pada nama yang disematkan padanya. Nama "Rinjani" ternyata menyimpan akar sejarah yang panjang, yang tak bisa dilepaskan dari cerita rakyat, tradisi, hingga aspek linguistik masyarakat Lombok. Berikut adalah ulasannya yang dikutip dari berbagai sumber.

Dikutip dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, kata "rinjani" berarti tinggi dan tegak, yang merefleksikan kondisi geografisnya sebagai salah satu puncak tertinggi Indonesia. Namun makna itu hanyalah pintu masuk menuju pemahaman lebih dalam tentang hubungan spiritual masyarakat dengan gunung ini.

Dalam berbagai cerita rakyat, nama Rinjani diyakini berasal dari sosok perempuan sakti bernama Rara Anjani, yang kemudian berubah menjadi Renjani, dan akhirnya menjadi Rinjani seperti yang dikenal saat ini. Bukti jejak nama ini masih hidup di masyarakat, seperti pada penamaan Desa Anjani di Lombok Timur dan Gedung Dewi Anjani di Mataram.

Kisah Rara Anjani berkembang menjadi legenda tentang Dewi Anjani, putri Raja Datu Taun dan Dewi Mas, yang menepi ke gunung setelah mengalami peristiwa tragis dalam hidupnya. Ia lalu melakukan pertapaan dan dipercaya diangkat menjadi ratu jin yang bersemayam di puncak Rinjani.

Cerita ini tak hanya memperkuat dimensi spiritual gunung, tapi juga menegaskan bahwa Rinjani bukan semata-mata bentang alam, melainkan juga ruang batin tempat manusia mencari makna dan kedamaian. Hubungan masyarakat Sasak dengan Rinjani pun menjadi sangat personal dan sakral.

Di mata masyarakat setempat, Rinjani dianggap sebagai pusat kosmos atau "daya", yang menjadi orientasi hidup secara ekologis dan spiritual. Bahkan arah rumah, ladang, hingga tatanan desa tradisional diorientasikan menuju gunung ini sebagai bentuk penghormatan.

Nama Rinjani juga tercatat pernah mengalami pergeseran dalam sejarah geologisnya. Sebelum disebut Rinjani, gunung ini dikaitkan erat dengan Gunung Samalas atau Rinjani Purba yang mengalami letusan besar pada tahun 1257 dan menyebabkan terbentuknya Danau Segara Anak.

Dampak dari letusan Gunung Samalas bahkan dirasakan secara global, termasuk di Eropa Barat pada tahun 1258, menjadikannya salah satu letusan gunung berapi terbesar dalam sejarah dunia. Kaldera hasil letusan inilah yang kini menjadi danau yang menyejukkan pandangan dan keyakinan masyarakat.

Cerita tentang Dewi Anjani juga muncul dalam berbagai manuskrip dan babad, seperti Doyan Neda, Babad Lombok, hingga cerita-cerita lisan yang diwariskan lintas generasi. Sosok ini dikenal memiliki watak welas asih, patuh pada orang tua, dan mampu berkomunikasi dengan makhluk halus.

Dalam beberapa kisah, Dewi Anjani dianggap sebagai jin baik dan pemimpin para jin Muslim yang mendiami Gunung Rinjani. Maka tidak heran jika hingga hari ini masih dilakukan ritual seperti menyembe, yakni pemberian tanda di dahi para pendaki sebagai bentuk izin kepada sang ratu gunung.

Selain kisah spiritual, ada pula versi romantis yang menyebutkan bahwa Dewi Anjani atau Dewi Rinjani adalah seorang putri yang menolak dijodohkan dan lebih memilih menyendiri di puncak gunung. Di tempat itu, ia dipercaya menemukan kedamaian dan diangkat menjadi penjaga gaib Rinjani.

Berbagai cerita ini menunjukkan bagaimana masyarakat Sasak memaknai gunung bukan hanya secara fisik, melainkan juga sebagai ruang sakral yang hidup bersama tradisi dan nilai-nilai leluhur. Gunung ini menjadi simbol identitas dan ruang spiritual yang selalu dihormati.

Menariknya, masyarakat di Lombok juga mengenal sistem kepercayaan lokal bernama wetu telu, filosofi yang mengajarkan keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam. Dalam filosofi ini, Gunung Rinjani menjadi poros yang mengikat ketiganya.

Tradisi Hindu-Bali yang hidup berdampingan dengan masyarakat Sasak juga memperkaya hubungan masyarakat dengan Gunung Rinjani. Salah satunya adalah ritual pakelem yang dilakukan pada bulan purnama untuk memohon hujan sebagai berkah dari gunung yang dianggap suci.

Seiring waktu, kepercayaan terhadap Dewi Anjani mungkin mulai pudar di kalangan generasi muda. Namun nilai-nilai yang dibawanya—seperti kesetiaan, kasih sayang, dan penghormatan terhadap alam—masih melekat dalam kehidupan masyarakat, baik dalam tradisi maupun perilaku sehari-hari.

Nama Rinjani bahkan pernah dikaitkan dengan sosok Sultan Rinjani, yang diyakini sebagai tokoh dalam kerajaan Selaparang. Meski keterkaitannya tidak sekuat legenda Dewi Anjani, kehadiran nama ini menunjukkan bahwa Rinjani telah lama menjadi bagian penting dalam sejarah Lombok.

Dari berbagai versi cerita, baik yang berasal dari manuskrip klasik, kisah lisan, hingga legenda spiritual, satu hal yang pasti: nama Gunung Rinjani tumbuh bersama kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Ia adalah nama yang mewakili alam, budaya, dan nilai-nilai hidup yang terus dijaga.

Menelusuri asal-usul nama Rinjani berarti menyelami narasi panjang yang menggabungkan sejarah geologis, cerita rakyat, dan spiritualitas lokal dalam satu bentang alam yang megah. Nama ini bukan hanya penanda geografis, tetapi juga warisan identitas yang hidup.

Rinjani bukan sekadar gunung yang didaki untuk ditaklukkan, tapi juga ruang untuk mengenal kembali nilai-nilai yang menjadikan manusia lebih peka terhadap alam dan leluhurnya. Maka menjaga Gunung Rinjani berarti juga merawat ingatan dan kearifan lokal yang menghidupinya. (*)

KEYWORD :

Gunung Rinjani Legenda Dewi Anjani Sejarah gunung Rinjani




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :